Colombo, Sabtu —Bom dan kekerasan masih menjadi ancaman sangat serius di Sri Lanka. Dalam upaya pencarian jejaring teroris yang diduga berada di belakang serangan bom bunuh diri di Colombo, hari Minggu lalu, aparat keamanan terlibat bentrokan bersenjata dengan kelompok yang diyakini turut bertanggung jawab atas serangan itu.
Saat operasi dilakukan, Sabtu (27/4/2019) pagi, polisi dan tentara menemukan 15 jenazah, enam di antaranya anak-anak. Juru bicara kepolisian Ruwan Gunasekara menduga beberapa korban tewas kemungkinan adalah teroris yang meledakkan diri. Seorang gadis dan seorang wanita selamat dari ledakan di rumah persembunyian itu. Gunasekara mengatakan, saat ini mereka dirawat di rumah sakit.
Penggerebekan dilakukan Jumat (26/4/2019) malam atas sebuah rumah persembunyian di dekat kota Kalmunai, sekitar 370 kilometer di timur Colombo, Sri Lanka. Ketika aparat mendekati rumah itu, mereka ditembaki oleh terduga teroris. Kontak senjata terjadi selama lebih kurang satu jam. Saat kontak senjata terjadi, terdengar beberapa kali ledakan.
Zahran Hashim, pendiri kelompok National Thowheeth Jama\'ath (NTJ) yang diduga menjadi dalang serangan bom, berasal dari wilayah yang sama tempat penggerebekan dilakukan. Polisi dan pejabat keamanan mengatakan, informasi tentang rumah persembunyian itu diperoleh setelah penangkapan sopir Hasyim, Mohamed Sharif Adam, di kota asal Hashim, Kathankudy. Para pejabat mengatakan, sopir itu memberikan informasi yang mengarah pada penggerebekan Jumat malam.
Sumber militer menyebutkan, terkait penggerebekan itu aparat keamanan juga menemukan ratusan dinamit dan lebih dari 100.000 gotri, seragam militer, serta bendera kelompok Negera Islam di Irak dan Suriah (NIIS) dari rumah persembunyian itu.
Berhati-hati
Dalam situasi dan kondisi yang masih diliputi ancaman itu, Uskup Agung Colombo Kardinal Malcolm Ranjith mengimbau agar umat Katolik dan warga tetap berada di rumah masing-masing demi keselamatan mereka. ”Kami tidak ingin pengulangan,” kata Ranjith merujuk pada serangan di tiga gereja pada hari Minggu lalu.
Giovanni Maria Vian, seorang sejarawan gereja dan editor emeritus dari surat kabar Vatikan, mengatakan, itu adalah pertama kalinya gereja membatalkan misa di seluruh negara karena alasan keamanan.
Otoritas setempat juga mengimbau warga Muslim untuk menunaikan shalat di rumah mereka masing-masing. Untuk mengantisipasi ancaman dan mengupayakan keamanan, pihak berwenang juga meningkatkan pengamanan di kuil-kuil, masjid, tempat-tempat suci, dan gereja. Polisi pun terus berpatroli dan melakukan razia serta memberlakukan jam malam.
Yashwant Kumar Singh (23), pekerja asal India, mengatakan, dirinya ingin kembali ke tanah airnya karena takut akan adanya serangan baru. ”Jika itu hanya terjadi pada satu hari, itu tidak akan terlalu sulit, tetapi bom meledak di sini setiap hari. Itulah sebabnya, ada suasana ketakutan. Kami merasa sangat takut,” katanya.
Presiden Sri Lanka Maithripala Sirisena pada Sabtu menyatakan pelarangan atas NTJ dan kelompok sempalan yang diidentifikasi sebagai Jamathei Millathu Ibraheem (JMI). ”Semua properti bergerak dan tidak bergerak dari kedua organisasi ini akan disita,” demikian pernyataan Presiden.
Sebelumnya, Jumat lalu, Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe menyatakan permintaan maaf. ”Kami mengambil tanggung jawab kolektif dan meminta maaf kepada sesama warga kami atas kegagalan kami melindungi korban dari peristiwa tragis ini,” tulisnya di Twitter.