Semangat Baru di Era Kaisar Baru
Kaisar amat penting bagi orang Jepang. Kaisar adalah harapan terakhir kala duka melanda selepas bencana. Kaisar menjaga tradisi Jepang tetap hidup di tengah modernitas.
”Kaisar masih menanam padi di sawah dalam istana. Kaisar juga memintal benang sutra,” kata Duta Besar Jepang untuk Indonesia Masafumi Ishii kepada Kompas dalam wawancara di Jakarta, Kamis (25/4/2019).
Padi dan sutra penting dalam kehidupan dan kebudayaan Jepang. Meski hal itu hanya simbolis, Kaisar Heisei alias Akihito dan para pendahulunya tetap menanam padi. Kebiasaan itu diharapkan diteruskan Kaisar Reiwa alias Naruhito yang akan mulai bertakhta pada 1 Mei 2019.
Begitu istimewanya kenaikan takhta Kaisar Reiwa, kali ini Jepang menerapkan hal yang amat jarang terjadi: libur panjang. Pemerintah Jepang mengumumkan libur 10 hari mulai 27 April 2019. Libur sepanjang itu terakhir kali diberlakukan pada Juni 1993 kala Naruhito menikah.
Ishii mengatakan, untuk pertama kalinya Jepang memilih nama era yang digali dari kebudayaan sendiri untuk menamai periode kekaisaran. Adapun nama era pada 247 periode sebelum Reiwa, termasuk Heisei yang bertakhta pada 1989-2019, digali dari kebudayaan di luar Jepang. Nama Reiwa digali dari puisi Jepang abad ke-8.
”Reiwa bermakna keselarasan yang indah. Di era baru, Jepang berharap pada keselarasan di dalam dan luar negeri,” kata Ishii.
Keselarasan amat penting untuk mencapai aneka tujuan. Meski tidak menampik ada sejumlah isu dengan para tetangga, seperti Korea Utara dan China, Jepang yakin akan tetap bisa menjalankan keselarasan dengan para mitra internasionalnya.
Ishii mengatakan, kebijakan mendasar di dalam dan luar negeri tidak akan banyak berubah di era Reiwa. Sebab, konstitusi Jepang menetapkan kaisar tidak punya kewenangan administratif dan politik. Kaisar pun menjauhkan diri dari politik. ”Kaisar baru berarti semangat baru,” ujarnya.
Peluang
Seperti di era sebelumnya, mungkin saja ada periode naik-turun di era Reiwa. Walakin, hal itu tidak perlu terlalu dipikirkan.
Ishii memilih melihat peluang-peluang untuk maju bersama di masa depan. Demikian pula dalam hubungan Indonesia dengan Jepang. ”Di masa depan, Indonesia dan Jepang akan semakin saling membutuhkan. Jepang akan membutuhkan Indonesia lebih dari masa lalu,” tuturnya.
Hubungan Jakarta-Tokyo diharapkan lagi bukan di aras kemitraan strategis. Ke depan, hubungan Indonesia-Jepang diharapkan menjadi kemitraan bersama.
Ishii memaparkan, paling tidak ada tiga kesamaan kepentingan yang membuat Indonesia-Jepang bermitra. Pertama, Indonesia sama-sama ingin jadi kekuatan maritim global yang moderat.
Kedua, jika tetap dalam tren sekarang, Indonesia akan menjadi negara dengan kekuatan ekonomi terbesar kelima di bumi pada 2045. Proyek 2045 yang digagas Indonesia-Jepang dipandang penting guna mewujudkan mimpi kesejahteraan itu.
Ketiga, peningkatan kualitas hidup melebihi target pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Indonesia perlu menyeimbangkan manfaat pertumbuhan. ”Jepang bisa bekerja sama untuk itu,” ujar Ishii.
Hal senada disampaikan Utusan Khusus Presiden RI untuk Jepang Rachmat Gobel. Menurut Rachmat, naik takhtanya Putra Mahkota Naruhito, yang notabene secara usia lebih muda dari pendahulunya, diharapkan memberikan energi yang lebih dinamis bagi peningkatan kerja sama Indonesia-Jepang.
”Beliau sudah pernah ke Indonesia dan, saya dengar, gemar dengan salah satu hasil laut kita. Ini menjadi salah satu hal yang positif bagi hubungan Indonesia-Jepang,” kata Rachmat yang juga adalah Ketua Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Jepang.
Rachmat menilai, secara budaya Indonesia dan Jepang sama-sama dapat berjalan beriringan dan memberikan nilai tambah bagi kerja sama kedua negara. Secara khusus investasi Jepang diharapkan dapat lebih banyak di kawasan Indonesia bagian timur meliputi sektor industri, energi, pertanian, dan kelautan.
Ishii melukiskan kerja sama kedua negara dalam slogan ”Kerja Bersama, Maju Bersama”. ”Kami percaya ke depan (hubungan Indonesia-Jepang) akan semakin dekat, hubungan yang saling menguntungkan,” ujarnya. (BEN/RAZ)