Pada peluncuran laporan ”SDGs Localization in ASEAN” di Sekretariat ASEAN, Jakarta, Senin (6/5/2019), Deputi Sekretaris Jenderal ASEAN untuk Bidang Komunitas Sosial-Budaya (ASCC) Kung Phoak mengatakan, 27 persen populasi ASEAN masih berada di bawah garis kemiskinan.
Walaupun penurunan kemiskinan berjalan signifikan, laporan tersebut menyatakan laju penurunannya tidak sama. Myanmar dan Vietnam menjadi negara dengan penurunan angka kemiskinan yang paling signifikan.
Terlepas dari fakta itu, Myanmar dan Vietnam, termasuk Indonesia, masih memiliki kantong-kantong kemiskinan, misalnya Negara Bagian Rakhine dan Chin di Myanmar. Di samping memiliki pendapatan yang minim, penduduk di sana juga miskin dalam dimensi non- pendapatan. Hanya 42 persen rumah tangga di Rakhine memiliki akses pada air bersih saat musim kemarau.
Hal itu sejalan dengan laporan terbaru Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia Pasifik (UNESCAP) tahun 2018 tentang ketidakmerataan. Laporan itu menyebutkan capaian ASEAN dalam Tujuan 10 SDGs, yaitu mengurangi ketidakmerataan di dalam dan di antara negara-negara belum berjalan baik. Pencapaian faktor kemiskinan non-pendapatan, seperti akses pada layanan kesehatan, pendidikan, air bersih, dan sanitasi, belum maksimal.
Mencermati hasil laporan tersebut, Haoliang Xu, Asisten Sekjen PBB sekaligus Direktur Regional UNDP Asia Pasifik, menekankan pentingnya aksi di tingkat lokal untuk mencapai tujuan SDGs.
Untuk itu, ada beberapa hal yang memungkinkan dilakukan, antara lain, membangun kebijakan dan kerangka kerja kelembagaan yang mendukung, ekosistem data, keterlibatan multipihak, pembiayaan yang memadai, dan juga inovasi yang bisa mendukung.
Kerjasama
Sejak 2016, Misi China untuk ASEAN, ASEAN Sekretariat, dan UNDP telah bekerja sama mendorong aksi nyata pencapaian SDGs di tingkat lokal dalam kerangka Selatan-selatan.
Menurut Charge d’Affaires Misi China untuk ASEAN, Jiang Qin, kini saatnya kerja sama trilateral itu memasuki fase kerja sama yang lebih pragmatis sesegera mungkin. ”Banyak proposal dan inisiatif yang dibahas belum final. Tetapi, ini kerja sama konkret tiga pihak, mungkin empat pihak dengan Jepang,” kata Qin.
Sejak lama China telah menjadi pendukung kuat negara-negara ASEAN dalam mencapai pembangunan berkelanjutan dan Visi Masyarakat ASEAN 2025. Salah satu program yang bisa mendukung hal ini adalah Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI). Singkatnya, BRI menyuntikkan lebih banyak dorongan baru ke dalam pembangunan berkelanjutan, baik global maupun regional.
Menurut Qin, semangat dan tujuan BRI sejalan dengan agenda SDGs 2030. ”Kita perlu memperkuat kerja sama pembangunan internasional sehingga dapat menciptakan lebih banyak peluang bagi negara-negara berkembang, membantu mereka memberantas kemiskinan dan mencapai pembangunan berkelanjutan,” katanya. (ADH)