SINGAPURA, RABU — Kubu oposisi Singapura, Partai Pekerja, ikut menolak rancangan undang-undang tentang fake news atau berita bohong. Sayangnya, penolakan itu akan sulit berdampak.
”Partai Pekerja menolak peraturan itu. Kami tidak setuju pemerintah menjadi pembuat keputusan untuk menentukan mana (informasi) palsu,” kata Ketua Partai Pekerja Pritam Sigh di parlemen Singapura.
Ketentuan itu ditentang akademisi hingga perusahaan teknologi. RUU akan mewajibkan media daring memperbaiki atau menghapus materi yang dianggap mengandung berita bohong. Penjara hingga 10 tahun dan denda hingga 1 juta dollar Singapura menanti pelanggar apabila RUU itu disahkan.
Secara politis, penolakan satu-satunya partai oposisi di parlemen Singapura itu sulit berdampak. Dari 100 kursi di parlemen Singapura, partai itu hanya punya 9 kursi yang terdiri dari 6 kursi hasil pemilu dan 3 kursi hasil penunjukan. Dalam konstitusi Singapura, dialokasikan hingga 9 kursi bagi anggota parlemen yang ditunjuk presiden. Sementara 91 kursi lain diperebutkan melalui pemilu. Dari seluruh kursi hasil pemilu, Partai Aksi Rakyat (PAP) kini menduduki 83 kursi. Sebagai mayoritas di parlemen, PAP sekaligus berhak membentuk pemerintahan di Singapura sejak negara itu berdiri pada Agustus 1965.
Amandemen
Dengan komposisi seperti itu, penolakan Partai Pekerja akan sulit mencegah pengesahan rancangan undang-undang tentang berita bohong yang diusung PAP itu. Bahkan, upaya para anggota parlemen hasil penunjukan untuk mengamandemen UU itu pun akan sulit berdampak. Mereka akan meminta penjelasan lebih detail soal cakupan RUU itu. Mereka juga akan meminta pemerintah menjelaskan kewenangan yang digunakan berdasarkan RUU itu.
Komisi Pakar Hukum Internasional (ICJ) yang terdiri dari hakim senior, pengacara, dan sarjana hukum menyatakan, amandemen itu tidak cukup. ”ICJ menyambut amandemen RUU yang mencegah kewenangan berlebihan untuk pemerintah. Akan tetapi, perlindungan yang diusulkan tidak cukup. Sanksi berat, kewenangan yang luas, dan ketiadaan perlindungan jelas bagi (kebebasan) berpendapat menimbulkan risiko nyata tentang peluang penyalahgunaan (kewenangan) untuk membungkam kebebasan berpendapat dan informasi,” kata Direktur ICJ Asia Pasifik Frederick Rawski.
Menteri Hukum K Shanmugam mengatakan, RUU tidak perlu ditakuti. ”Kebebasan berpendapat tidak akan terdampak undang-undang ini. Kami membahas soal semburan kebohongan. Kami membicarakan akun palsu, akun penyebar informasi palsu. Masyarakat demokratis hanya bekerja apabila anggota masyarakat mendapatkan informasi dan tidak salah informasi,” katanya. (REUTERS/RAZ)