JAKARTA, KOMPAS— Independensi bagi anggota dan proses pemilihan anggota komisi HAM antarpemerintah ASEAN harus diperkuat. Lembaga itu juga perlu memperluas cakupannya ke luar Asia Tenggara.
Wakil Menteri Luar Negeri Abdurrahman Fachir menekankan, perwakilan setiap negara di Komisi HAM Antarpemerintah ASEAN (AICHR) harus indendepen. Perwakilan negara sebaiknya dari masyarakat sipil. ”Agar tak memiliki kepentingan politik,” ujarnya dalam High Level Dialogue on Human Rights in ASEAN: Assessing the 10 Years Evolution of AICHR yang diselenggarakan Forum Asia dan CSIS, Kamis (9/5/2019) di Jakarta.
”Komisi ini harus bekerja secara independen untuk mengawasi semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah dalam hal promosi dan perlindungan hak asasi manusia di Asia Tenggara,” kata Fachir.
Untuk itu, proses seleksi calon perwakilan dari setiap negara didorong transparan dan terbuka karena penting untuk menjaga independensi. Pasalnya, anggota AICHR bertugas memonitor aksi dan memaksimalkan perlindungan HAM di kawasan. Independensi juga harus diterapkan dalam pelaksanaan tugas AICHR.
Ia juga mendorong AICHR memperluas jangkauan dan jaringan kerja sama hingga ke luar kawasan. AICHR didorong tidak hanya fokus ke masalah HAM Asia Tenggara.
Kritik
Sementara itu, mantan Menteri Luar Negeri Hasan Wirajuda mengatakan, perlindungan HAM sejatinya bukan monopoli pemerintah. Sayangnya, AICHR justru mencerminkan perlindungan HAM adalah urusan pemerintah. Padahal, semangat awal pembentukan AICHR adalah pelibatan masyarakat. Karena itu, ia mendorong nama AICHR diubah menjadi Komisi HAM ASEAN. Dengan demikian, ke depan perlindungan HAM bukan lagi urusan antarpemerintah.
Harkristuti Harkrisnowo, mantan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM, dan pernah terlibat dalam proses perumusan AICHR, mengatakan, sejak awal ada hambatan bagi AICHR. Prinsip konsensus dan saling tidak intervensi di ASEAN membuat semua kesepakatan, termasuk pembentukan dan mandat AICHR, tak bisa dicapai tanpa kesepakatan semua pihak.
”Dalam pembahasan, Indonesia pernah keberatan karena standar (mandat AICHR) lebih rendah dari Komnas HAM Indonesia,” ujarnya.
Ia tidak menampik soal independensi menjadi masalah. Tidak semua negara mengutus wakil independen seperti Indonesia. Wakil Indonesia untuk AICHR, Yuyun Wahyuningrum, mengatakan, kemauan politik anggota ASEAN amat dibutuhkan untuk memperkuat AICHR. ”Prinsip konsensus dan tidak intervensi ada di organisasi antarnegara lain dan terbukti bukan halangan. Tergantung negara anggota akan memutuskan seperti apa. Tanpa kehendak politik, tidak ada yang bisa dilakukan AICHR,” katanya. (RAZ)