Mossad di Balik Gerakan Militer AS ke Teluk Persia
Oleh
Musthafa Abd Rahman dari Kairo, Mesir
·3 menit baca
Israel akhirnya buka suara. Harian Israel, Haaretz, dan stasiun televisi Israel, Saluran 13, Minggu (12/5/2019), mengungkapkan, dinas intelijen luar negeri Israel (Mossad) berada di balik langkah Amerika Serikat bergegas mengirim gugus tempur ke kawasan Teluk Persia saat ini.
Seperti diketahui, AS pekan lalu telah mengirim gugus tugas kapal induk USS Abraham Lincoln ke Teluk Persia dan pesawat pengebom B-52 ke pangkalan udara militer AS di Al-Udeid, Qatar. Untuk mendukung kehadiran itu, AS pada Sabtu (11/5) mengirim lagi kapal serbu amfibi USS Arlington dan sistem antirudal Patriot ke kawasan Teluk Persia untuk memperkuat USS Abraham Lincoln.
Pengerahan armada perang AS ke Teluk Persia tersebut kini memicu kecemasan masyarakat internasional. Setiap saat, kemungkinan pecahnya perang terbuka atau terbatas AS-Iran di Teluk Persia semakin membesar.
Menurut Haaretz dan Saluran 13, Mossad secara intensif memasok informasi intelijen kepada AS tentang gerakan Iran dan loyalisnya di berbagai titik di Timur Tengah sejak awal April lalu, atau sebulan sebelum berakhirnya masa dispensasi izin impor minyak dari Iran yang jatuh tempo pada 3 Mei lalu kepada delapan negara. Delapan negara tersebut adalah China, India, Jepang, Turki, Korea Selatan, Taiwan, Italia, dan Yunani.
Ancaman
Mossad berusaha meyakinkan AS, ancaman terbesar saat ini bukan dari Iran langsung, melainkan dari loyalisnya yang tersebar di beberapa negara. Dari loyalis Iran yang tersebar di beberapa negara itu, ancaman terbesar berasal dari loyalis Iran yang berada di Irak.
Mossad memiliki persepsi, loyalis Iran di Irak sebagai ancaman terbesar karena Irak secara geografis adalah tetangga langsung Iran dan perbatasan Irak-Iran sangat terbuka. Irak juga memiliki penduduk Syiah besar. Di muka bumi ini, populasinya terbesar kedua setelah Iran. Setidaknya dari sekitar 38 juta penduduk Irak, 18.000.000 di antaranya adalah penduduk Arab Syiah.
Loyalis Iran terkuat juga berada di Irak. Milisi Hashid Shaabi yang dikenal loyalis Iran memiliki anggota 193.000 personel dengan dilengkapi senjata modern.
Mossad memiliki persepsi, loyalis Iran di Irak sebagai ancaman terbesar.
Status dan posisi milisi Hashid Shaabi di Irak mirip dengan Garda Revolusi di Iran. Milisi Hashid Shaabi yang dibentuk pada tahun 2014 oleh mantan PM Irak, Nouri al-Maliki, kini merupakan kekuatan paralel angkatan bersenjata Irak, seperti halnya Garda Revolusi di Iran yang merupakan kekuatan paralel angkatan bersenjata Iran.
Milisi Hashid Shaabi dibentuk untuk tujuan membantu militer Irak dalam perang melawan Kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS), terutama dalam perang mengusir NIIS dari kota Mosul. Selain milisi Hashid Shaabi, masih terdapat milisi-milisi Syiah lebih kecil di Irak yang berjumlah sekitar 20.000 personel. Selain Hashid Shaabi di Irak, loyalis Iran yang kuat lagi adalah Hezbollah di Lebanon dan Al Houthi di Yaman.
Karena itu, Menlu AS Mike Pompeo mengadakan kunjungan mendadak ke Baghdad pada Selasa (7/5) lalu untuk menyampaikan peringatan kepada para pejabat tinggi Irak tentang kemungkinan loyalis Iran di negara itu melancarkan serangan atas sasaran AS di Irak.
Kantor Kedubes AS di Baghdad pada Minggu (12/5) malam, seperti dilansir kantor berita Turki, Anadolu, mengimbau warga AS tidak bepergian ke Irak, menyusul ketegangan AS-Iran saat ini. Kedubes AS juga meminta warga AS yang berada di Irak waspada dan selalu melakukan komunikasi dengan pihak Kedubes AS di Baghdad.
AS kini diperkirakan masih memiliki 5.000 anggota pasukan di Irak yang sebagian besar ditempatkan di pangkalan udara militer Ain al Asad di Provinsi Al Anbar—arah barat kota Baghdad.