Trump dan Janji pada Kacang Kedelai
China melancarkan ”serangan” balasan ke AS. Mulai 1 Juni 2019, China memberlakukan tarif impor atas produk AS senilai 60 miliar dollar AS, terutama pada produk agrokultur dan manufaktur. Besaran tarif yang akan diberlakukan berkisar dari 5 persen hingga 25 persen terhadap total 5.140 produk.
”Ketika petani sejahtera, Amerika Serikat juga akan sejahtera. Dan, kami sekarang hidup dengan susah payah,” tutur Jolene Riessen (58), seorang petani kedelai asal Ida Grove, Iowa.
Sebagai petani kedelai, Riessen berharap agar kesepakatan perdagangan antara AS dan China segera menelurkan hasil. Negosiasi yang berjalan lambat telah menghambat pertumbuhan bisnisnya.
Dilansir dari New York Times, Riessen menceritakan, dirinya telah menurunkan kapasitas operasional ternak dan menunda penjualan hasil panen kedelai dari tahun lalu sejak perang dagang AS-China berlangsung. Kini, ia ragu untuk kembali berinvestasi.
Harapan Riessen mewakili para petani kedelai AS. Bagaimana tidak, perang dagang antara AS dan China bukannya segera berakhir, melainkan justru meruncing.
China melancarkan ”serangan” balasan ke AS. Mulai 1 Juni 2019, China memberlakukan tarif impor atas produk AS senilai 60 miliar dollar AS, terutama pada produk agrokultur dan manufaktur. Besaran tarif yang akan diberlakukan berkisar dari 5 persen hingga 25 persen terhadap total 5.140 produk.
Langkah China merupakan perkembangan terbaru dalam rangkaian perang dagang AS-China yang dimulai sejak 2018. Pekan lalu, AS telah memberlakukan kenaikan tarif impor atas produk China senilai 200 miliar dollar AS, sebesar 25 persen.
Pemberlakuan tarif impor atas produk AS tersebut menjadi beban baru bagi para petani. Pada tahun lalu, China telah menaikkan tarif impor pada produk agrokultur, termasuk kacang kedelai, sorgum, dan daging babi.
Kedelai merupakan salah satu komoditas ekspor andalan AS yang paling terpengaruh. Ekspor kedelai ke China tercatat turun menjadi paling rendah pada 2018 selama 16 tahun terakhir.
Kedelai merupakan salah satu komoditas ekspor andalan AS yang paling terpengaruh.
Kebuntuan negosiasi antara AS dan China menjadi mimpi buruk para petani kedelai karena terjadi menjelang masa tanam. Semangat mereka lenyap lantaran tak ada kepastian akan ada pembeli. Penjualan kedelai di negara lain tidak mampu menutup kerugian yang dialami.
”Perang dagang ini memukul pasar pada masa suram. Pada saat yang bersamaan, para petani sedang menyimpan stok panen yang mencapai 1 miliar gantang (satu gantang sekitar 3,13 kilogram),” kata Analis Pasar Biji-bijian Todd Hultman.
Elektabilitas terpengaruh
Kisruh perang dagang AS-China tidak hanya merupakan ajang pertarungan ekonomi kedua negara. Ada hal lain yang turut dipertaruhkan, yaitu elektabilitas Presiden AS Donald Trump jelang Pilpres 2020.
Trump sebenarnya cukup populer di kalangan para petani. Petani AS, dengan anggota sekitar 3,2 juta orang, merupakan pendukung setia Trump. Namun, keraguan atas kemampuannya bernegosiasi dan menepati janji mulai berembus.
”Saya terkejut beberapa rekan petani yang saya ajak bicara masih mendukung Trump, tetapi saya kira mulai melemah. Secara pribadi, saya frustrasi karena negosiasi tampak tidak terencana dengan baik,” ucap Brent Gloy, petani asal Nebraska.
Kepala Ekonom DBS Bank Ltd Taimur Baig menyebutkan, AS akan lebih proaktif untuk menyelesaikan perang dagang. Apalagi, pasar global berharap resolusi akan lahir sebelum akhir tahun.
Trump mungkin akan segera menyelesaikannya karena setahun lagi akan digelar pemilihan presiden. Ia akan menginginkan keberhasilan negosiasi dengan China sebagai bagian dari kampanye,” kata Baiq di Jakarta, beberapa waktu yang lalu.
Sebelumnya, Trump telah mengumbar janji untuk memperbaiki neraca perdagangan AS dan China dalam kampanye pada Pilpres 2016. Waktu itu ia menyebut China sebagai ”pencuri terbaik di dunia pada abad ini”.
Janji tersebut berkontribusi besar pada kemenangan Trump dalam meraih mayoritas suara electoral college. Dengan demikian, tidak tertutup kemungkinan Trump akan menggunakan strategi dan topik yang sama untuk memenangi Pilpres 2020.
”Jika Trump tidak mengatasi (perang dagang) sebelum masuk masa kampanye presiden dan petani kedelai masih menderita, ini akan menjadi masalah besar baginya,” kata seorang mantan pejabat administrasi Presiden Trump yang menolak menyebutkan nama.
Bantah kemunduran
Kemarin, Trump bersikeras bahwa negosiasi tidak mengalami kemunduran. Penambahan tarif impor oleh kedua negara disebutnya sebagai ”percekcokan kecil”.
Ia menyampaikan, AS-China sejauh ini berdialog dengan lancar dan akan terus berlanjut. Kesepakatan diyakini akan tercapai sehingga China akan kembali membeli produk agrokultur AS. Bahkan, ia mengklaim memiliki hubungan yang sangat baik dengan Presiden China Xi Jinping.
”Ketika waktunya tepat, kami akan membuat kesepakatan dengan China. Kesepakatan akan tercapai, jauh lebih cepat dari perkiraan. Jika China tidak membeli produk agrokultur AS, negara akan menebusnya,” ujar Trump.
Trump tampaknya berupaya membuat perang dagang terlihat tidak berada dalam status genting. Padahal, kenaikan tarif impor di antara kedua negara dengan ekonomi terbesar di dunia ini dapat menaikkan harga barang dan mengganggu rantai perdagangan global.
Baca juga: Pasar Saham Dunia Bereaksi Negatif atas Keputusan China
Optimisme yang disebar Trump semakin diperkuat dengan pernyataan bahwa ia akan bertemu dengan Presiden Xi dalam pertemuan G-20 di Jepang, akhir Juni. Sayangnya, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang belum mengonfirmasi Presiden Xi Jinping mau bertemu atau tidak.
Tenangkan petani
Untuk sementara Trump berupaya menenangkan keresahan para petani kedelai. Menteri Pertanian AS Sonny Perdue mengatakan, Trump telah memintanya membuat rencana untuk membantu petani beradaptasi. Tahun lalu, kementerian mengucurkan 12 miliar dollar AS sebagai kompensasi penurunan harga komoditas dan penjualan produk agrokultur.
Pada Senin (13/5/2019), Trump menyampaikan, pemerintah akan memberi bantuan sekitar 15 miliar dollar AS bagi petani. Bantuan secara khusus diberikan bagi yang produknya dikenai tarif impor China.
”Kami akan melakukan pembelian terbesar yang China pernah lakukan dengan petani kami, yaitu sekitar 15 miliar dollar AS. Kami akan melakukan sesuatu untuk petani sehingga bisnis mereka lancar,” tuturnya meskipun tidak merinci secara detail.
Menurut Trump, negara akan memperoleh miliaran dollar AS dari pengenaan tarif impor atas produk China. Dari situ, sebagian dana akan disisihkan bagi para petani.
Namun, pengenaan tarif sejatinya tidak ditanggung oleh China atau perusahaan yang berlokasi dari China. Tarif impor dibayar oleh pengimpor barang China yang pada umumnya adalah perusahaan asal AS.
Entah apakah upaya tersebut dapat menenangkan para petani kedelai. Kekhawatiran bahwa perang dagang semakin memburuk tetap ada mengingat Kantor Perwakilan Dagang AS akan mengadakan temu publik mengenai kemungkinan kenaikan tarif impor baru terhadap produk China senilai 300 miliar dollar AS pada Juni 2019.
Para petani kedelai hanya dapat berharap Trump dapat segera menunaikan janjinya. Jika tidak, bukan tidak mungkin kekecewaan dapat membuat mereka berpaling dari Trump. (Reuters/AP)