Militer-Pengunjuk Rasa Sepakati Pemerintahan Transisi
Oleh
Musthafa Abd Rahman dari Kairo, Mesir
·3 menit baca
KAIRO, KOMPAS— Setelah melengserkan Presiden Omar al- Bashir pada 11 April, Dewan Transisi Militer serta Koalisi Kekuatan untuk Kebebasan dan Perubahan, Rabu (15/5/2019), mencapai kesepakatan tentang struktur pemerintah transisi, wewenang pemerintah transisi, dan tenggat waktu masa transisi.
Tenggat waktu masa transisi di Sudan disepakati berlangsung tiga tahun. Struktur pemerintah transisi terdiri dari dewan kedaulatan, dewan kabinet, dan dewan legislatif.
Dewan legislatif beranggotakan 300 orang, dengan rincian 67 persen anggota berasal dari Koalisi Kekuatan untuk Kebebasan dan Perubahan, serta 33 persen anggota lainnya dari partai-partai politik. Anggota dewan kabinet yang memiliki wewenang eksekutif selama masa transisi akan dicalonkan Koalisi Kekuatan untuk Kebebasan dan Perubahan.
Dewan kedaulatan beranggotakan perwakilan militer dan Koalisi Kekuatan untuk Kebebasan dan Perubahan yang jumlahnya disampaikan kemudian. Dewan Kedaulatan itu akan menggantikan Dewan Transisi Militer yang dibentuk setelah dilengserkannya Bashir.
Kesepakatan tersebut dicapai setelah para pengunjuk rasa menolak Dewan Transisi Militer yang dibentuk setelah dilengserkannya Bashir pada 11 April. Mereka menuntut Dewan Transisi Militer segera menyerahkan kekuasaan kepada sipil. Pengunjuk rasa khawatir militer akan menelikung tujuan revolusi rakyat, seperti yang terjadi di negara Arab lain pada musim semi Arab tahun 2011.
”Kesepakatan itu akan ditandatangani dalam kurun 24 jam mendatang,” kata anggota Dewan Transisi Militer, Letnan Jenderal Yasser al-Ata, seperti dikutip kantor berita Turki, Anadolu.
Para pengunjuk rasa itu diwakili Koalisi Kekuatan untuk Kebebasan dan Perubahan yang berasal dari perwakilan seluruh komponen masyarakat Sudan, termasuk asosiasi kaum profesional Sudan (SPA).
Tugas utama pemerintah transisi pada 6 bulan pertama adalah menciptakan perdamaian, menghentikan perang di Sudan, dan menandatangani kesepakatan damai. Beberapa wilayah di Sudan saat ini dilanda perang. Di Darfur, Sudan barat, pasukan pemerintah terlibat perang dengan milisi Gerakan Keadilan dan Persamaan (JEM) pimpinan Gibril Ibrahim sejak tahun 2003.
Di wilayah Nile Biru (Sudan tenggara) dan Kordofan Selatan (Sudan bagian selatan), pasukan pemerintah juga terlibat perang dengan milisi Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan untuk Front Utara (SPLM-N).
Salah satu pemimpin Koalisi Kekuatan untuk Kebebasan dan Perubahan, Madani Abbas Madani, mengatakan, 67 persen anggota dewan legislatif akan dicalonkan koalisi yang dipimpinnya. ”Kami telah mencapai kesepakatan dengan Dewan Transisi Militer tentang struktur dan wewenang pemerintah transisi,” ujar Madani, seperti dilansir Anadolu.
Ia mengungkapkan telah disepakati pembentukan komite pencari fakta tentang peristiwa berdarah pada Senin (13/5) di depan kantor Kementerian Pertahanan Sudan di pusat kota Khartoum. Peristiwa berdarah itu menewaskan 6 orang dan melukai 200 orang lainnya akibat tembakan ke arah pengunjuk rasa. Kubu oposisi menuduh pasukan khusus gerak cepat Sudan terlibat penembakan ke arah pengunjuk rasa.