LONDON, KAMIS— Tekanan terhadap Perdana Menteri Inggris Theresa May untuk mundur semakin keras pada saat Inggris, Kamis (23/5/2019), mengikuti pemilu parlemen Eropa.
Untuk kesekian kalinya, PM May gagal meraih dukungan dari parlemen untuk meloloskan RUU Brexit (Withdrawal Agreement Bill). Upaya May untuk mendapatkan dukungan dari Partai Buruh gagal meskipun May telah membuka opsi untuk memenuhi keinginan Buruh, yaitu dengan memasukkan opsi referendum kedua dan juga opsi menjaga hubungan ekonomi tetap dekat dengan UE pasca-Brexit.
Selain ditolak Buruh, kubu Konservatif juga mengecam usulan May yang dianggap telah mengkhianati manifesto Konservatif karena menyinggung opsi referendum kedua.
Alhasil, Ketua Majelis Rendah Andrea Leadsom asal Konservatif kemarin mengundurkan diri karena tak sepakat dengan langkah May. ”Saya tak lagi yakin bahwa kita akan berhasil dengan mengusulkan referendum,” kata Leadsom yang juga menyatakan kepada BBC bahwa sejumlah menteri akan mengikuti jejaknya.
May sebelumnya sudah berjanji akan mengundurkan diri jika kesepakatan Brexit didukung parlemen. Namun, dengan tekanan yang semakin keras, ia diprediksi mengundurkan diri lebih cepat. Jika May mundur, Partai Konservatif akan memilih pemimpin partai yang besar kemungkinan akan menegosiasikan kembali kesepakatan Brexit yang sudah ditandatangani dengan Uni Eropa pada November 2018.
Namun, mengingat UE sudah menegaskan tak akan bernegosiasi kembali dengan Inggris dan telah memperpanjang tenggat Brexit sampai Oktober, opsi yang tersisa menjadi terbatas. Opsi itu antara lain Inggris keluar dari UE tanpa kesepakatan, atau dengan kesepakatan, atau tidak jadi keluar dari UE. Menurut The Times, May akan menetapkan tanggal pengunduran dirinya Jumat ini.
Pemilu Eropa
Para pemilih di Inggris dan Belanda kemarin memulai pemilu parlemen Eropa yang akan berlangsung selama empat hari di 28 negara UE. Berbagai jajak pendapat menunjukkan kepercayaan rakyat Inggris terhadap partai-partai arus utama terus menyusut. Warga Inggris pendukung Brexit dipastikan akan memberikan suaranya kepada partai baru, Partai Brexit yang didirikan tokoh penggagas Brexit, Nigel Farage.
Di Belanda, partai bentukan tokoh populis Thierry Baudet, Forum untuk Demokrasi, bersaing ketat dengan partai liberal pimpinan PM Mark Rutte. Baudet pada Maret lalu mengejutkan Eropa ketika partainya menjadi partai terbesar di Senat Belanda.
Para pemimpin Eropa berupaya memobilisasi rakyatnya untuk membendung gelombang populisme. Namun, sejumlah jajak pendapat menunjukkan, partai-partai ekstrem kanan yang bertekad mendobrak sistem politik Uni Eropa akan meraih kursi yang signifikan di parlemen Eropa.