Polisi Bantah Penggerebekan Kantor ABC atas Perintah Pemerintah
Oleh
Harry Bhaskara, dari Brisbane, Australia
·3 menit baca
Polisi mengklaim penggerebekan terhadap rumah seorang wartawan News Corp dan kantor ABC bukan atas perintah pemerintah pusat. Penggerebekan rumah Annika Smethurst pada Selasa (4/6/2019) dan kantor pusat ABC di Sydney, ibu kota Negara Bagian New South Wales, pada Rabu (5/6/2019) itu berkaitan dengan adanya dugaan tentang kebocoran informasi rahasia negara kepada sejumlah wartawan.
”Saya menolak tuduhan bahwa kami mengintimidasi wartawan,” ujar Pejabat Kepala Polisi Federal Australia Komisioner Neil Gaughan, Kamis (6/6/2019), seperti dilaporkan ABC News, ”AFP (Polisi Federal Australia) merupakan pendukung utama kebebasan pers.”
Penggerebekan selama delapan jam di kantor ABC itu terkait laporan bersambung bertajuk ”Afghan Files” pada 2017. Laporan yang dibuat oleh wartawan investigatif Dan Oakes dan Sam Clark berdasarkan laporan rahasia Departemen Pertahanan yang dibocorkan pada ABC itu mengungkapkan dugaan terjadinya pembunuhan ilegal dan salah tindak pasukan khusus Australia di Afghanistan.
Polisi juga menghabiskan waktu yang sama ketika menggerebek rumah Smethurst terkait tulisannya yang dibuat 14 bulan lalu yang menuduh pemerintah telah memberi kewenangan yang lebih besar kepada para pihak agensi untuk memata-matai warga Australia.
”Saya perlu menggarisbawahi dengan tinta tebal bahwa tidak ada petunjuk dari pemerintah ataupun menteri mana pun dalam investigasi ini,” kata Komisioner Gaughan.
Partai Buruh telah berkali-kali menyalahkan Perdana Menteri Scott Morrison dan Menteri Dalam Negeri Peter Dutton soal investigasi tersebut. Dari London, Morrison membantah tuduhan itu dan menjauhkan dirinya ataupun menteri-menterinya dari penggerebekan itu.
”Ini merupakan urusan AFP semata yang tak ada kaitannya dengan pemerintah ataupun menteri-menteri. Investigasi ini sudah dicanangkan oleh polisi federal sejak lama, tahun lalu, sebelum saya menjadi perdana menteri,” tutur Morrison di tengah perhelatan 75 tahun D-Day untuk memperingati kemenangan pasukan Sekutu atas Jerman pada Perang Dunia II yang berpuncak pada pendaratan di Normandy, Perancis, 6 Juni 1944.
Ditanya apakah Australia sekarang ”meniru kebebasan pers di China” serta apakah dirinya merasa tak nyaman karena penggerebekan ini terjadi pada saat ia dan pemimpin dunia lain sedang merayakan kebebasan dan demokrasi.
”Saya mengerti kabar ini menimbulkan kegelisahan, terutama pada awak media,” tutur Morrison, ”tetapi saat ini kita sedang mengikuti investigasi secara normal terhadap dua pihak dan siapa pun yang mengatakan ini dikomandoi pemerintah sama sekali tidak benar.”
Jaksa Agung Bayangan Mark Dreyfus mengatakan, pemerintah pengecut karena tidak mau menjawab pertanyaan tentang penggerebekan.
”Morrison dan Dutton harus menjelaskan kepada rakyat Australia mengapa kebebasan yang diperjuangkan oleh pendahulu mereka sedang dalam keadaan terancam,” katanya seperti dikutip ABC News.
Gaughan tidak mengatakan bahwa ia tak akan membuat tuntutan terhadap pihak yang bersalah, termasuk terhadap para wartawan.
”Saya tidak akan mengiyakan atau membantah bahwa saya akan menuntut siapa pun,” ujarnya seperti dikutip ABC News.
Direktur Pelaksana ABC David Anderson mengatakan, polisi telah mengambil sekitar 100 dokumen dalam bentuk dua USB. Dokumen itu, imbuhnya, akan diamankan selama dua minggu sambil menunggu opsi hukum yang akan diambil ABC.
”Kami tidak melanggar hukum dengan menurunkan laporan yang jelas-jelas bermanfaat bagi kepentingan umum,” tutur Anderson.
Media di seluruh dunia mengecam penggerebekan itu sebagai serangan terhadap kebebasan pers.
Komisioner Gaughan mengatakan, tidak ada orang yang berada di atas hukum. ”Tidak ada yang imun terhadap tindakan seperti ini atau dalam usaha pencarian bukti,” ujarnya, ”termasuk aparat penegak hukum sendiri, media atau politisi sekalipun. Investigasi dilakukan karena dugaan tindakan kriminal dan kami tidak bisa menyepelekan hal ini. Kami wajib melakukan investigasi tersebut secara adil dan saksama.”