Presiden Rusia Vladimir Putin menyampaikan keinginan untuk membantu memecah kebuntuan pembicaraan antara Amerika Serikat dan Korea Utara terkait program nuklir Pyongyang. Tak hanya itu, Putin akan membantu mempertemukan kedua negara.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·2 menit baca
SAINT PETERSBURG, SABTU — Presiden Rusia Vladimir Putin menyampaikan keinginan untuk membantu memecah kebuntuan pembicaraan antara Amerika Serikat dan Korea Utara terkait program nuklir Pyongyang. Tak hanya itu, Putin menyatakan akan membantu mewujudkan pertemuan antara Amerika Serikat dan Korea Utara yang terakhir terjadi pada Februari 2019.
Putin dalam sebuah forum ekonomi di Saint Petersburg, Rusia, Jumat (7/6/2019), mengatakan, Rusia berharap agar Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong Un bisa segera bertemu kembali.
Untuk itu, Rusia akan membantu mewujudkan pertemuan AS dan Korut guna mencari jalan keluar atas perselisihan terkait program nuklir Pyongyang.
”Kami harap mereka segera berhubungan. Rusia dan China berkomitmen penuh untuk mewujudkan denuklirisasi di Semenanjung Korea,” ujar Putin.
Berdasarkan catatan Kompas, Trump dan Kim pertama kali bertemu pada Juni 2018. Pertemuan mereka berakhir dengan kesepakatan untuk mewujudkan Semenanjung Korea yang bebas nuklir. Selain itu, keduanya sepakat untuk memperkuat hubungan bilateral kedua negara.
Namun, pertemuan kedua Trump dan Kim di Hanoi, Vietnam, Februari 2019, malah antiklimaks. Kedua pihak bersikukuh dengan sikapnya sehingga titik temu tak tercapai. Trump ingin Korut segera melucuti seluruh fasilitas nuklirnya. Sebaliknya, Kim ingin sanksi ekonomi terhadap negaranya dicabut terlebih dulu sebelum melucuti fasilitas nuklirnya.
Negosiasi buntu, Kim lantas berusaha mencari dukungan ke Rusia. Putin untuk pertama kalinya bertemu dengan Kim Jong Un pada April 2019. Pertemuan digelar setelah Putin mengatakan jaminan keamanan AS tidak cukup kuat untuk memengaruhi Pyongyang menutup program nuklirnya.
Tak berhenti di situ, Korut kemudian melakukan uji coba peluncur roket pada Juni 2019 di pesisir Winsan. Korut berdalih uji coba tidak untuk mengancam atau memperingatkan Korea Selatan (Korsel) ataupun AS.
Uji coba sontak menuai kecaman dari AS. Penasihat Keamanan AS John R Bolton menilai uji coba itu telah melanggar resolusi Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Sebaliknya, dalam pernyataan yang dirilis pada Selasa (4/6/2019), Korut menuduh AS melanggar kesepakatan di Singapura dan mengacaukan pertemuan di Hanoi. Waktu itu, AS menuntut Korut untuk secara unilateral menyerahkan senjata nuklir. AS diharapkan segera mengubah strategi negosiasi.
”Dalam pertemuan Korut-AS di Hanoi yang mengundang perhatian dunia, AS justru membuat kesalahan besar dengan menuntut Korut melucuti senjata nuklir terlebih dulu. Ini memengaruhi prospek pembicaraan kedua negara di masa depan,” ujar seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri Korea Utara yang tidak disebutkan namanya.
Pyongyang sebelumnya menuntut agar Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dicoret dari daftar anggota negosiasi nuklir. Korut juga mengkritik Bolton dan menyebutnya bodoh. (REUTERS/AP/THE NEW YORK TIMES)