Di tengah posisi sulit Iran saat ini, menyusul semakin luasnya sanksi Amerika Serikat, negara para mullah itu kini terpaksa menggunakan semua kekuatannya untuk meringankan beban sanksi atau menelikung sanksi itu. Lembaga intelijen Iran adalah kekuatan utama yang kini diberdayakan secara maksimal untuk mengemban tugasi itu. Lembaga intelijen Iran dikenal memiliki beberapa sayap atau kaki dalam menjalankan misi rahasianya.
Sayap intelijen Iran itu berada di bawah organisasi induk yang dikenal dengan nama kementerian intelijen dan keamanan nasional, populer dengan sebutan SAVAMA.
Sejak tahun 2013, SAVAMA dipimpin Mahmoud Alavi (65). Alavi adalah seorang ulama ahli hukum Islam dengan menyandang derajat Hojjat al-Islam yang merupakan derajat di bawah Ayatollah pada hierarki struktur senioritas ulama dalam mazhab Syiah. Sejak revolusi Iran tahun 1979, semua posisi puncak di negara itu dijabat ulama, dan karena itulah Iran disebut negara para mullah.
Menurut laporan stasiun televisi Al Arabiya milik Arab Saudi yang berbasis di Dubai, Alavi kini memimpin dewan koordinasi yang membawahi 16 sayap dinas intelijen Iran dengan berbagai misinya. Dari 16 sayap intelijen itu, ada beberapa dinas intelijen utama, yaitu kementerian penerangan, dinas keamanan nasional, dinas intelijen militer, satuan anti-mata-mata, dan dinas intelijen Garda Revolusi.
Menurut laporan Kongres AS, dinas intelijen Iran
memiliki dua misi utama, misi luar negeri dan dalam
negeri.
Laporan itu mengungkapkan, dinas intelijen Iran memiliki 30.000 anggota yang bertugas di berbagai bidang, seperti misi pencurian teknologi dari negara-negara maju, memantau dan menculik oposisi Iran, serta membangun koordinasi dengan milisi loyalis Iran di berbagai negara, seperti Hezbollah di Lebanon, kelompok Al Houthi di Yaman, Hamas di Jalur Gaza, faksi-faksi Syiah di Irak, Afghanistan, dan Suriah. Dinas intelijen Iran disebut sebagai salah satu dinas intelijen terkuat di Timur Tengah. Mereka juga merekrut agen asing dari berbagai negara, seperti Inggris, Perancis, China, bahkan Israel.
Pada tahun 1990, SAVAMA membentuk satuan khusus intelijen untuk menangkal serangan elektronik dan siber. Kementerian Pertahanan AS menyebut, kapabilitas satuan intelijen Iran melawan serangan siber masih sangat lemah.
Untuk misi luar negeri, ada divisi Al Quds yang berada di bawah kontrol dinas intelijen Garda Revolusi. Divisi itu bertanggung jawab atas aktivitas agen intelijen Iran di berbagai negara, terutama di Timur Tengah, serta berkoordinasi intensif dengan loyalis Iran, seperti Hezbollah, Houthi, dan faksi Syiah lainnya. Namun, sejak AS menetapkan Garda Revolusi sebagai organisasi teroris pada 8 April lalu, Iran kini lebih hati-hati dalam menggunakan dinas intelijen Garda Revolusi di mancanegara, terutama Eropa.
Misi baru
Menghadapi sanksi AS, dinas intelijen Iran mengemban misi baru—di dalam maupun di luar negeri—antara lain ikut memasarkan serta menjual minyak dan gas Iran meskipun dengan cara ilegal melalui penyelundupan ke berbagai penadah di luar negeri. Kedua, membeli teknologi baru berkaitan dengan program nuklir dan pengayaan uranium, terutama dari China dan Korea Utara. Ketiga, membeli dan mendapatkan suku cadang untuk mengembangkan rudal balistik dan senjata canggih lainnya. Keempat, membentuk perusahaan siluman di luar negeri untuk memperoleh dollar AS atau euro. Kelima, menjalin komunikasi rahasia dengan AS dan negara-negara Barat lainnya untuk melakukan perundingan, secara rahasia, demi meringankan beban sanksi.
Dalam konteks ini, dinas intelijen Iran biasanya menggunakan para diplomat Iran di berbagai negara untuk memanfaatkan acara-acara diplomatik atau perayaan umum guna mendekati diplomat AS atau negara Barat lain yang hadir pada acara-acara itu. Dalam skenario terburuk, dinas intelijen Iran ikut berperan merancang serangan atas sasaran kepentingan AS di berbagai negara. Ditengarai, elite sangat mengandalkan informasi dan arahan dari SAVAMA untuk menghadapi langkah AS.