GENEVA, JUMAT— Organisasi Kesehatan Dunia sudah seharusnya menetapkan status darurat atas epidemi ebola yang terjadi di Republik Kongo dan sudah melintasi Uganda di Afrika.
Penetapan status darurat akan diikuti peningkatan upaya untuk mengendalikan penyebaran penyakit itu, termasuk meningkatkan lebih banyak pendanaan, dan pengerahan lebih banyak sumber daya. Selain itu, status darurat juga biasanya diikuti rekomendasi di bidang perdagangan dan pariwisata, serta masuknya kelompok bantuan.
Profesor hukum kesehatan global di School of Law Georgetown University di Washington DC, Amerika Serikat, Lawrence Gostin, mengatakan, orang- orang masih kesakitan dan kehilangan nyawa di luar pusat perawatan ebola. Ini membuat keluarga mereka rentan terpapar ebola. Banyak yang memiliki riwayat kontak dengan pasien ebola yang tidak terlacak.
”Akankah @WHO menyatakan status darurat global untuk #Ebola? Saya perkirakan iya. Menurut akal sehat saya, @DrTedros akan menyatakan PHEIC jika #EC merekomendasikannya. Ia mengerti betul krisis ini,” tulis Gostin di Twitter, Jumat (15/6/2019).
PHEIC yang disebut Gostin adalah singkatan dari Public Health Emergency of International Concern. Selama ini, organisasi kesehatan dunia WHO telah menetapkan status darurat global itu untuk pandemi H1N1 tahun 2009, menyebarnya virus polio tahun 2014, epidemi ebola di Afrika Barat tahun 2014-2016, dan munculnya zika tahun 2016.
Direktur Wellcome Trust, lembaga bantuan medis global, Jeremy Farrar, mengatakan, WHO sebaiknya menyatakan status darurat atas epidemi ebola di Kongo.
”Status darurat akan meningkatkan dukungan politik internasional yang selama ini masih kurang, memberikan dukungan kuat terhadap Kongo dan negara tetangganya, juga WHO,” kata Farrar.
Komite Kedaruratan WHO, Jumat, menggelar pertemuan di Geneva untuk menentukan apakah situasi epidemi ebola terkini di Republik Kongo dan Uganda telah memasuki tahap status darurat atau belum.
Rekomendasi panel ahli yang terdiri atas pakar kesehatan independen di komite itu akan diserahkan kepada Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus. Ia akan memutuskan apakah status darurat diberlakukan atau tidak berdasarkan rekomendasi itu.
Melintas batas
Epidemi ebola di Republik Kongo merupakan kedua terbesar di dunia setelah wabah ebola di Afrika Barat tahun 2014-2016. Sejak pertama kali ebola merebak di Kongo pada Agustus 2018 hingga kini, terdapat 2.084 kasus ebola dengan korban meninggal 1.405 jiwa.
Situasi terakhir menunjukkan, kasus ebola di Kongo telah meluas melintasi batas hingga ke Uganda melalui satu keluarga besar warga Uganda yang pulang kembali dari Kongo. Tiga anggota keluarga itu positif ebola dan dua orang di antaranya meninggal.
Di Distrik Kasese, Uganda, seorang pejabat Palang Merah senior, mengatakan, ”tantangan terbesar” adalah memastikan pemantauan yang ketat di perbatasan negara.
(REUTERS/AFP/ADH)