Rumah Detensi Imigrasi Bukan Tempat bagi Pengungsi dan Pencari Suaka
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mendesak Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi atau UNHCR agar segera mencarikan negara yang bersedia menampung mereka atau menyediakan tempat penampungan khusus.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Rumah Detensi Imigrasi sebenarnya bukan tempat bagi pengungsi dan pencari suaka. Oleh karena itu, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mendesak Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi atau UNHCR agar segera mencarikan negara yang bersedia menampung mereka atau menyediakan tempat penampungan khusus.
Seperti diberitakan sebelumnya, sudah lebih dari satu pekan, sedikitnya 100 pengungsi dan pencari suaka dari sejumlah negara yang dilanda konflik, seperti Afghanistan, Sudan, dan Somalia, memilih tinggal di trotoar Jalan Kebon Sirih, Jakarta atau dekat kantor perwakilan UNHCR di Jakarta.
Semula mereka ditempatkan di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Kalideres, Jakarta Barat, bersama ratusan pengungsi dan pencari suaka lainnya.
Saat perwakilan pengungsi dan pencari suaka bertemu staf di UNHCR, Senin (8/7/2019), mereka kembali diminta untuk pulang ke rudenim. Namun mereka bergeming. Mereka menyatakan akan tetap tinggal di trotoar sampai UNHCR memberi kepastian akan nasib mereka.
Kepala Sub Bagian Humas Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sam Fernando saat ditemui Kompas, Senin (8/7/2019) malam, mengatakan rudenim sebenarnya bukan diperuntukkan bagi pengungsi maupun pencari suaka.
Rudenim sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian adalah tempat sementara bagi warga negara asing yang memiliki masalah keimigrasian.
“Misalnya ada warga negara asing terlibat tindak kriminal. Setelah habis menjalani masa hukumannya, sebelum dipulangkan ke negara asalnya, mereka ditempatkan di rudenim,” katanya.
Pasal 83 UU 6/2011 menyebutkan, pejabat imigrasi berwenang menempatkan orang asing dalam rumah detensi imigrasi atau ruang detensi imigrasi jika orang asing tersebut, berada di wilayah Indonesia tanpa memiliki izin tinggal yang sah atau memiliki izin tinggal yang tidak berlaku lagi atau berada di wilayah Indonesia tanpa memiliki dokumen perjalanan yang sah.
Selain itu, jika orang asing dikenai tindakan administratif keimigrasian berupa pembatalan izin tinggal karena melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau mengganggu keamanan dan ketertiban umum; menunggu deportasi; atau menunggu keberangkatan keluar Indonesia karena ditolak pemberian tanda masuk.
Selain persoalan rudenim, menurut Sam, pemerintah sebenarnya tidak bisa berbuat banyak karena tidak memiliki wewenang menangani pengungsi dan pencari suaka. “Indonesia tidak meratifikasi konvensi tentang pengungsi,” tambahnya.
Kemanusiaan
Namun demikian, atas dasar kemanusiaan, pemerintah tetap membantu para pengungsi dan pencari suaka. Mereka misalnya, tetap dipersilakan untuk tinggal sementara di halaman atau sekitar rudenim sambil menunggu keputusan dari UNHCR. Sebab UNHCR yang memiliki otoritas menangani mereka sekaligus mencarikan tempat tinggal untuk mereka.
“Biasanya teman-teman pengungsi ini mendapat perlakuan khusus, misalnya mendapat uang bulanan dan mendapat tempat tinggal di shelter-shelter yang disediakan UNHCR. Contohnya ada shelter di Puncak, Bogor, dan Medan,” tutur Sam.
Berkaca pada hal itu, Kemenkumham mendesak UNHCR agar menyediakan tempat penampungan khusus sehingga para pengungsi dan pencari suaka bisa keluar dari rudenim. Hal lain menurut Sam, pemerintah juga mendesak UNHCR agar segera mencarikan negara yang bersedia menampung mereka.