JAKARTA, KOMPAS — Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) dibayangi keterbatasan dana. Tahun ini, UNHCR mengalokasikan dana 8,64 miliar dollar AS untuk mengelola pengungsi di seluruh dunia. Namun, dari total kebutuhan itu, baru terpenuhi 2,55 miliar dollar AS atau sekitar 29,51 persen dari anggaran yang dibutuhkan.
”Pendanaan kurang dari setengah yang dibutuhkan dan sedang terjadi krisis pengungsi global, maka jelas bahwa kebutuhan pengungsi lebih tinggi dari sumber daya yang ada. UNHCR telah memohon kepada pemerintah seluruh negara di dunia untuk berkontribusi terhadap anggaran UNHCR,” kata Thomas Vargas, Kepala Perwakilan UNHCR di Indonesia, saat ditemui, Rabu (17/7/2019), di Jakarta.
Pada Juni 2019, UNHCR mencatat, Amerika Serikat mengucurkan donasi 953,75 juta dollar AS. Negara donor terbesar lainnya adalah Uni Eropa sebesar 386,15 juta dollar AS, lalu Jerman yang menyisihkan dana 162,77 juta dollar AS, Swedia 123,1 juta dollar AS, dan Jepang 118,69 juta dollar AS.
Vargas melanjutkan, UNHCR akan terus mengadvokasi masalah pendanaan yang belum memenuhi target. Pada saat yang bersamaan, UNHCR juga terus mencari solusi bagi pengungsi yang belum dapat kembali ke negara asal karena ada ancaman terhadap keselamatan mereka.
Dampak
Salah satu dampak keterbatasan dana adalah terbatasnya jumlah pengungsi yang dapat ditangani oleh UNHCR. Di Indonesia, UNHCR hanya mampu mengurus 300-400 pengungsi yang dinilai paling rentan. Jumlah ini hanya sekitar 2,5 persen dari 14.000 pengungsi yang ada.
Di tengah keterbatasan itu, UNHCR bekerja sama dengan pemerintah lokal, organisasi PBB lainnya, dan organisasi kemanusiaan lokal untuk membantu pengungsi. Penanganan 1.400 pengungsi di gedung eks Kodim Jakarta Barat, Kalideres, merupakan bagian dari koordinasi UNHCR Indonesia dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Tri Nuke Pudjiastuti berpendapat, untuk mengatasi kekurangan dana, UNHCR perlu terus menggalang kerja sama dengan lembaga PBB lainnya, termasuk Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM).
Menurut Nuke, solusi lainnya adalah UNHCR mendorong forum bisnis untuk menggalakkan program peningkatan kapasitas pengungsi melalui mekanisme tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Tujuannya membantu pengungsi memiliki kemampuan dan kemandirian sehingga memudahkannya berintegrasi kembali dengan warga di negara penampung atau saat mereka direpatriasi kembali ke negara asal. (LSA/BOW)