TOKYO, KAMIS — Perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang belum jelas ujungnya kembali membawa kekhawatiran di bursa saham global, Kamis (18/7/2019). Di luar perang dagang kedua negara adidaya itu, konflik dagang Jepang-Korea Selatan juga terus dipantau perkembangannya oleh investor global.
Mayoritas bursa saham di kawasan Asia ditutup turun kemarin, dengan Indeks Nikkei 225 ditutup anjlok 1,97 persen. Indeks KOSPI di Seoul juga ditutup melemah 0,31 seiring penurunan pada indeks saham Shanghai Composite hingga 1,04 persen dan Indeks Hang Seng yang ditutup turun 0,46 persen.
Kemarin, bank sentral Korsel, Bank of Korea, secara tak terduga memangkas suku bunga, menjadi yang pertama kali dalam tiga tahun terakhir. Langkah itu diambil karena ketidakpastian perselisihan perdagangan Seoul dengan Tokyo menambah kecemasan tentang prospek ekonomi negeri itu.
Di Wall Street, pada awal perdagangan Kamis, ketiga indeks utama turun. Ini seiring dengan jatuhnya indeks-indeks utama itu pada perdagangan Rabu karena hasil yang lemah atas perdagangan yang berhubungan dengan CSX Corp. Fakta itu memicu kekhawatiran bahwa kebuntuan perdagangan yang berlarut-larut antara AS dan China bisa melukai pendapatan perusahaan-perusahaan di AS.
Awal pekan ini, Presiden AS Donald Trump terus menekan Beijing dengan ancaman untuk mengenakan tarif lagi pada barang-barang China senilai 325 miliar dollar AS, di tengah kegelisahan pasar ketika negosiasi kedua negara akan dilanjutkan kembali. The Wall Street Journal melaporkan, kemajuan menuju kesepakatan perdagangan AS-China telah mandek, sementara pemerintahan Trump menentukan bagaimana mengatasi tuntutan Beijing untuk memudahkan pembatasan atas Huawei Technologies yang telah dilakukan Washington.
Saham Netflix Inc jatuh setelah layanan video berlangganan paling dominan di dunia itu kehilangan pelanggannya di AS, pertama dalam delapan tahun. Perseroan juga mengalami kegagalan dalam menggapai target pelanggan barunya. Kondisi itu pun meningkatkan kekhawatiran di pasar yang sebenarnya sudah gelisah sebelumnya.
”Ketika kita memasuki triwulan ketiga, kita berada dalam posisi seimbang yang ditunjukkan oleh pasar obligasi yang terlalu pesimistis di satu sisi dan pasar ekuitas yang optimistis di sisi lain. Kami pikir kita berada di antara pandangan itu,” kata Paras Anand, Kepala Manajemen Aset untuk Asia Pasifik di Fidelity International.
Amerika Serikat
Imbal hasil US Treasury diproyeksikan tertekan karena kekhawatiran tentang perang perdagangan AS-China mendorong permintaan utang dan terdampak data pelemahan atas pasar perumahan AS. Imbal hasil surat utang US Treasury 10 tahun dan 30 tahun naik masing-masing lebih dari tujuh basis poin menjadi 2,06 persen dan 2,57 persen secara berturut.
Pembangunan perumahan di AS mengalami kejatuhan dalam dua bulan berturut-turut pada bulan Juni dan izin pembangunan rumah pun turun ke level terendah dalam dua tahun. Kondisi itu menunjukkan pasar perumahan terus berjuang meskipun tingkat agunan menurun untuk beberapa waktu.
Di pasar valuta asing, dollar AS turun tipis, terbebani oleh imbal hasil AS yang lebih rendah dan kenaikan kembali mata uang pound sterling dari posisi terendahnya dalam kurun waktu 27 bulan terakhir. Dana Moneter Internasional (IMF) pada hari Rabu mengatakan, dollar AS dinilai terlalu tinggi sebesar 6-12 persen berdasarkan pada fundamental ekonomi jangka pendek. (REUTERS/BEN)