Nasib ABK WNI di Peru, Lindungi sejak dari Tanah Air
Anak buah kapal asal Indonesia yang bekerja di perairan Peru tidak sedikit mengalami masalah, seperti keahlian yang kurang profesional, menjadi korban kekerasan, gaji yang tak sesuai kontrak kerja, dan belum cukup umur.
Oleh
M Subhan SD, dari Lima, Peru
·4 menit baca
LIMA, KOMPAS — Anak buah kapal asal Indonesia yang bekerja di perairan Peru tidak sedikit mengalami masalah, seperti keahlian yang kurang profesional, menjadi korban kekerasan, gaji yang tak sesuai kontrak kerja, dan belum cukup umur. Bahkan, dalam kehidupan sehari-hari saja, mereka mengalami masalah, antara lain kerap mendapatkan makanan kedaluwarsa atau persoalan air bersih yang amat terbatas. Dengan kondisi tersebut, pihak Kedutaan Besar RI untuk Peru dan Bolivia di Lima memberikan perhatian serius agar ABK WNI benar-benar terlindungi.
Menurut penelusuran pihak KBRI, tidak sedikit ABK WNI yang bekerja di kapal-kapal penangkap ikan/cumi berbendera China umumnya pemula yang baru pertama kali bekerja di kapal. Mereka tidak memiliki pengalaman dan keahlian menangkap ikan/cumi.
Kebanyakan dari mereka adalah lulusan SD dan SMP dengan usia 18-26 tahun. Beberapa di antara mereka mengatakan tidak pernah mengikuti kursus basic safety training (BST), basic training (BT), dan ship security awareness (SSA) yang merupakan dasar bagi pelaut untuk dapat berlayar.
Ada juga yang mengatakan memiliki buku pelaut ”palsu” alias dibuatkan tanpa mengikuti pelatihan. Bahkan ada yang mengaku direkrut melalui media sosial (Facebook dan Whatsapp). Dengan kondisi perekrutan tersebut, tak heran banyak ABK yang tidak terampil sehingga mendapat perlakukan diskriminatif.
”Kadang dipukul, tidak digaji sesuai kontrak, makanan kadang-kadang kedaluwarsa, juga soal air bersih,” ujar Duta Besar RI di Lima Marina Estella Anwar Bey saat ditemui di KBRI di Calle Las Flores, San Isidro, Lima, Jumat (19/7/2019).
Bahkan tidak sedikit ABK yang meninggal karena mengidap penyakit. Data di KBRI menyebutkan bahwa pihaknya sudah melakukan pemulangan delapan jenazah pada semester pertama tahun ini. Tahun lalu tercatat ada delapan jenazah yang dipulangkan ke Indonesia.
Persoalan ABK sudah terjadi sejak proses keberangkatan dari Indonesia. ”Saya memperhatikan kalau tidak punya skill di bidang itu bisa diperlakukan tidak adil atau disalahgunakan. Nah, itu yang saya inginkan, perekrutan di Indonesia harus benar dan agennya jangan asal kirim orang,” ujar mantan Konsul Jenderal di Hamburg, Jerman, itu.
Asmani, salah satu calon ABK yang terjaring karena masih di bawah umur, mengaku tidak tahu dengan ketentuan batasan umur. Ia baru berumur 17 tahun, padahal ketentuan di Peru dan internasional, batasan umur tenaga kerja adalah 18 tahun. ”Saya mendaftar lewat sekolah (SMK) bersama teman-teman, tetapi saya tidak dapat informasi mengenai batasan umur," kata Asmani asal Kabupaten Tanggamus, Lampung, yang ditampung sementara di KBRI sebelum dipulangkan ke Indonesia.
Kondisi buruk
KBRI Lima sudah berulang kali meminta para agen untuk memberikan data aktual jumlah ABK WNI yang bekerja di kapal-kapal yang mereka tangani, tetapi belum satu pun agen memenuhinya. Alasannya antara lain karena sering terjadi perpindahan kru ABK antarkapal. Meskipun demikian, perkiraan KBRI, ada sekitar 1.000 ABK WNI yang bekerja di kapal-kapal yang beroperasi di perairan Peru.
Informasi dari sejumlah agen, terdapat ratusan kapal tempat bekerja para ABK WNI. Agen Oceanica Maritima SAC, misalnya, menangani 186 kapal dari China dan Taiwan, agen Asia Maritima SAC menangani 30 kapal berbendera Korea, agen Trans Peru Shipping SAC menangani 3 kapal Spanyol, sementara agen Dolmar SAC menangani 7 kapal dari Panama dan Spanyol.
Dewanto Priyokusumo, Sekretaris II Fungsi Protokol dan Konsuler KBRI di Lima, yang menangani urusan ABK, mengatakan, perjanjian kerja merupakan hal yang harus diperhatikan oleh instansi berwenang di Indonesia agar hak-hak ABK terlindungi.
Para ABK WNI diperlakukan seperti budak dan bekerja tanpa istirahat yang cukup, diberi makanan dan minum ala kadarnya, gaji kecil, bahkan tidak digaji.
ABK WNI yang bekerja di kapal-kapal berbendera Korea, Spanyol, Panama, dan Jepang masih lebih baik. Mereka rata-rata menerima gaji 400 dollar AS-800 dollar AS per bulan, tentu saja tergantung pengalaman dan masa kerja.
Namun, ABK yang bekerja di kapal-kapal berbendera China/Taiwan hanya menerima gaji 250 dollar AS-450 dollar AS per bulan. Gaji ABK WNI ini di bawah standar gaji ABK asal Vietnam, Filipina, dan Thailand.
Surat kabar setempat, El-Comercio, edisi 29 Mei 2019 memberitakan kondisi kapal-kapal berbendera China yang sangat buruk. Para ABK WNI diperlakukan seperti budak dan bekerja tanpa istirahat yang cukup, diberi makanan dan minum ala kadarnya, gaji kecil, bahkan tidak digaji.
Langkah perlindungan
Untuk itu, pihak KBRI melakukan langkah-langkah proaktif untuk menjamin dan melindungi para ABK WNI. Menurut Dewanto, selama ini pihaknya melakukan pendekatan dengan para agen di Lima, melakukan jemput bola di bandara untuk menjaring ABK yang baru masuk untuk lapor diri, dan melakukan sosialisasi perlindungan di kantong-kantong ABK, seperti di Callao dan Chimbote.
Dubes Stella menyatakan hal yang sama. ”Kami sosialisasi, kalau ada masalah siapa yang bisa dihubungi. Nah, banyak yang melapor. Kalau ada masalah, kami tampung sampai urusan gaji dibayar, hak-haknya diberikan, dokumen selesai. Tidak langsung dipulangkan, tetapi setelah semua permasalahan selesai,” ujar Dubes Stella.