Hiroshima 74 tahun lalu adalah puing. Sisa dari kehancuran akibat ledakan dahsyat bom atom yang dijatuhkan Amerika Serikat atas kota itu.
Sayang, setelah 74 tahun, setelah kota itu kembali dibangun, dunia kembali dihadapkan pada ancaman nuklir. ”Di seluruh dunia, kini kita menyaksikan peningkatan nasionalisme yang mementingkan diri sendiri, ketegangan meningkat gara-gara persaingan dan eksklusivitas internasional, sementara pelucutan nuklir tidak berjalan,” kata Wali Kota Hiroshima Kazumi Matsui, Selasa (6/8/2019), dalam peringatan 74 tahun pengeboman kota Hiroshima.
Berpangkal pada pengalaman masa lalu kelam itu, Matsui mendesak para pemimpin untuk terus bekerja mencapai dunia tanpa senjata atom. Ia pun mendesak Pemerintah Jepang untuk menandatangani traktat PBB tentang pelarangan senjata nuklir (TPNW). Traktat itu disetujui 120 negara. Namun, AS dan negara-negara pemilik senjata nuklir menolak traktat itu.
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, yang menghadiri peringatan itu, berjanji akan mempertahankan prinsip bebas nuklir. Ia menyebut Jepang terus berkomitmen menengahi negara-negara pemilik senjata nuklir dan yang tidak punya senjata itu. Jepang akan berusaha meyakinkan mereka untuk bekerja sama dan berdialog.
Saat ini, upaya itu menjadi aktual setelah AS dan Rusia mundur dari Pakta Kekuatan Nuklir Jarak Menengah (INF) dan makin aktual setelah AS berniat menempatkan rudal jarak menengah di Asia demi membendung sikap agresif China di kawasan.
Direktur Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata Kementerian Luar Negeri RI Grata Endah Werdaningtyas mengatakan, Indonesia menyayangkan kegagalan pihak terkait melanjutkan pembahasan INF. Namun, Indonesia terus mendukung semua upaya pembatasan kekuatan senjata nuklir dan segala bentuk perangkat peluncur.
”Termasuk melalui pembentukan kesepakatan pelucutan senjata antarnegara pemilik senjata nuklir. Indonesia menyerukan semua pihak terkait menahan diri dan tidak melakukan tindakan yang dapat mengganggu stabilitas kawasan dan global,” ujarnya.
Indonesia juga menekankan komitmen mendorong penerapan SEANWFZ. Penerapan itu untuk memastikan keamanan dan stabilitas Asia Tenggara terus terjaga.
Indonesia menekankan bahwa semangat saling memercayai dalam traktat persahabatan dan kerja sama (TAC) menjadi dasar hubungan baik ASEAN dan mitranya.
Masalahnya, SEANWFZ mungkin tidak bisa diterapkan pada rudal jarak menengah yang tidak berhulu ledak nuklir. ”Karena itu, sesama anggota ASEAN harus saling mengingatkan bahwa mengizinkan AS menempatkan rudal di salah satu negara (anggota ASEAN) bisa memicu China melakukan hal sama di negara yang bersahabat dengannya. Akibatnya jadi perlombaan senjata di antara pendukung AS-China,” kata Ketua Kajian ASEAN The Habibie Center Ibrahim Almuttaqi di Jakarta.
Peneliti Centre for Strategic and International Studies, Andrew Mantong, mengatakan, ASEAN kini sedang diuji ketegasan dan kenetralannya. ”ASEAN harus menegaskan kepada para mitranya, jika mau berinteraksi harus mengikuti prinsip-prinsip ASEAN, termasuk di dalamnya zona bebas nuklir,” katanya. (RAZ)