LONDON, RABU— Jika Pemerintah Inggris mengambil opsi Brexit tanpa kesepakatan pada 31 Oktober 2019, langkah itu akan mempersulit penanganan keamanan di Inggris di masa depan. Kepolisian Inggris akan kehilangan akses terhadap data kriminal dari Uni Eropa.
Selama ini, kepolisian Inggris mengakses data dari Sistem Informasi Schengen yang berisi nama-nama dan catatan para penumpang pesawat, para pelaku kriminal, sampai teroris. Inggris juga akan kehilangan akses untuk memanfaatkan perintah penahanan di Eropa,
”Langkah itu akan menimbulkan risiko, ketika mereka yang datang ke negeri ini, yang mungkin akan membuat keonaran atau orang yang melakukan kejahatan di negaranya, kita sama sekali tidak soal itu. Ini akan menimbulkan risiko,” kata Ketua Badan Kontraterorisme Inggris Neil Basu.
Menurut Basu, langkah Brexit tanpa kesepakatan menimbulkan kekhawatiran yang dalam bagi sistem keamanan di Inggris. ”Kita mungkin bisa mengurangi risiko itu, tetapi sistem keamanan akan berlangsung lebih lambat. Bukankah Uni Eropa mengembangkan semua sistem itu untuk alasan yang jelas. Sistem itu sangat bagus. Dengan Brexit tanpa kesepakatan, kita akan kehilangan itu,” kata Basu yang menuliskan pendapatnya di surat kabar The Guardian.
Protes dan kekhawatiran juga datang dari industri makanan di Inggris yang meyakini opsi Brexit tanpa kesepakatan akan menimbulkan disrupsi pada suplai makanan dan risiko kelangkaan bahan makanan.
Peritel besar, seperti Tesco, menyebutkan, opsi tanpa kesepakatan akan menimbulkan problem yang besar pada impor bahan makanan segar, buah-buahan, dan sayuran, yang rata-rata mudah membusuk, juga berdampak pada gudang-gudang penyimpanan menjelang Natal.
Industri makanan di Inggris telah melakukan uji coba dengan menggunakan jalur alternatif sejumlah pelabuhan dan menghindari pelabuhan utama Dover-Calais karena pengecekan di Dover akan berujung pada keterlambatan barang.
”Bagi industri makanan sudah jelas, Brexit tanpa kesepakatan adalah kekacauan besar,” kata COO Federasi Makanan dan Minuman Tim Rycroft kepada radio BBC.
Saling bertahan
Tenggat Brexit 31 Oktober kurang dari tiga bulan, tetapi sampai saat ini baik Inggris maupun Uni Eropa belum menunjukkan tanda-tanda akan melakukan perundingan lagi. Sejak hari pertama menjadi perdana menteri, Boris Johnson terus mengancam UE. Ia mengatakan bahwa Inggris akan keluar dari blok tanpa kesepakatan jika UE tak mau mengubah isi Kesepakatan Brexit yang ditandatangani Theresa May dan UE pada November 2018.
Michael Gove, Menteri Urusan Perencanaan Brexit Tanpa Kesepakatan, Selasa lalu, mengatakan, pihaknya prihatin karena UE menolak untuk membuka negosiasi dengan Inggris. ”PM Inggris sudah jelas, dia ingin menegosiasikan kesepakatan baru dengan UE. Kami siap melakukan negosiasi, tetapi UE harus menghargai bahwa kami akan meninggalkan UE 31 Oktober, dengan atau tanpa kesepakatan.”
Juru bicara UE, Annika Breidthardt, merespons pernyataan Gove bahwa pintu Brussels terbuka bagi Inggris seandainya PM Johnson berniat mendiskusikan proses Inggris keluar dari UE. Namun, Breidthardt menegaskan, Kesepakatan Brexit (Withdrawal Agreement) tidak bisa dinegosiasikan kembali.