JAKARTA, KOMPAS —Setelah dua bulan diadopsi, Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik melaju ke tahap implementasi. Kehadiran pandangan ini membuka lebar peluang kolaborasi di berbagai bidang, termasuk konektivitas di kawasan.
Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Kementerian Luar Negeri RI Jose Antonio Morato Tavares mengatakan, menurut Indonesia, ada dua aspek yang perlu diterapkan dalam implementasi Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik, yaitu pendekatan berbasis normatif dan pendekatan berbasis proyek.
”Terkait aspek pertama, pandangan (ASEAN tentang Indo-Pasifik) mencantumkan penghormatan terhadap hukum internasional. Ini akan kami dorong dari lingkup ASEAN ke kawasan Indo-Pasifik karena aksesi sejumlah perjanjian masih kaku, seperti Treaty of Amity and Cooperation (TAC),” kata Jose di Jakarta dalam wawancara khusus, Jumat (16/8/2019).
Pemimpin ASEAN dalam KTT ASEAN Ke-34 di Bangkok, Thailand, mengadopsi Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik. Pandangan—hasil inisiatif Indonesia—ini merupakan penegasan sentralitas ASEAN di kawasan dengan mengedepankan antara lain inklusifitas, keterbukaan, kesetaraan, dan penghormatan terhadap hukum internasional.
Sejumlah hukum internasional yang disebutkan dalam pandangan itu adalah Piagam PBB, Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982, Piagam ASEAN, Deklarasi EAS tentang Prinsip-prinsip untuk Hubungan yang Saling Menguntungkan, serta perjanjian dan kesepakatan lainnya yang relevan.
”Aspek project-based dapat menggulirkan pandangan Indo-Pasifik melalui proyek-proyek kerja sama yang telah dimiliki ASEAN dalam bentuk rencana aksi regional, misalnya membuat rencana aksi regional Indo-Pasifik dalam memerangi sampah laut,” kata Jose.
Prioritas
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kemlu Siswo Pramono menambahkan, dalam dokumen, konsep Indo-Pasifik mengedepankan kerja sama prioritas ASEAN, termasuk di bidang SDGs, maritim, ekonomi, dan konektivitas.
”Setelah beberapa diskusi, ASEAN melihat area kerja sama yang bisa segera dilakukan adalah pengembangan The Master Plan on ASEAN Connectivity 2025 (MPAC 2025). Rusia, Uni Eropa, China, dan ASEAN perlu menyinergikan semua skema konektivitas yang ada dalam KTT Asia Timur untuk kawasan Indo-Pasifik,” tutur Siswo.
Siswo melanjutkan, contoh proyek kerja sama ekonomi berbasis konsep Indo-Pasifik yang telah terjalin adalah Shared Vision of India-Indonesia Maritime Cooperation in the Indo-Pacific. Kerja sama ini dijalin bahkan sebelum Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik diadopsi.
”Ini menunjukkan, meskipun negara-negara memiliki nilai yang tidak sama, bisa disatukan atas konsep dan kepentingan yang sama. Hal serupa juga telah terlihat dari kolaborasi proyek China dan Jepang di Thailand serta China dan Perancis di Kenya,” kata Siswo.
Siswo mengatakan, pandangan ASEAN sengaja dibuat singkat dibanding dokumen negara lain agar mampu beradaptasi dengan perubahan situasi yang terjadi. Pada dasarnya, keberadaan Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik memberi jaminan bagi kepada seluruh pihak bahwa kawasan akan stabil.
Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kemlu Damos Dumoli Agusman menambahkan, pengadopsian Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik akan memuluskan upaya penanganan sengketa di Laut China Selatan (LCS). ”Pandangan itu akan menjadi pelumas bagi negara-negara dalam menyikapi penyusunan COC dan dinamika di LCS. Klarifikasi klaim berdasarkan UNCLOS akan sesuai prosedur dan memarjinalkan negara dengan klaim tanpa landasan,” kata Damos.
Beri kekuatan
Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Evan A Laksmana, berpendapat, Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik lebih berperan sebagai dokumen diskursus untuk menyatukan kebijakan dan perjanjian yang telah ada menjadi satu kerangka.
”Kemlu bisa menginisiasi dokumen kebijakan strategis baru dan spesifik sesuai pandangan yang diadopsi untuk lebih memberi kekuatan terhadap visi itu. Contohnya, Indonesia menetapkan komitmen untuk mendorong proses Kode Tata Berperilaku di Laut China Selatan dan menyelesaikan batas maritim dengan negara lain secepat mungkin,” kata Evan.