Interaksi Lintas Agama Abrahamik Untuk Melawan Kebencian
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Kekerasan berdalil agama cenderung meningkat selama beberapa tahun terakhir. Oleh karena itu, interaksi lintas-agama, terutama agama Abrahamik, perlu untuk terus didorong untuk melawan kebencian.
Pew Research Center mencatat, agama Kristen, Islam, dan Yahudi merupakan tiga kelompok agama yang paling sering dilecehkan di dunia. Kelompok agama Kristen dilecehkan di 144 negara, Islam dilecehkan di 142 negara, dan Yahudi di 87 negara pada 2016.
“Jumlah kekerasan terhadap kelompok agama tertentu meningkat di sejumlah wilayah dan negara. Kita cenderung jarang mendiskusikan ini karena menganggap tabu. Padahal, ini masalah serius,” ujar Pendiri dan CEO 1000 Abrahamic Circles, Dino Patti Djalal dalam The First Abrahamic Circle: Understanding Interfaith at the Grassroots di Jakarta, Kamis (22/8/2019).
Dalam penelitian Pew Research Center pada 2010, negara-negara kebanyakan memiliki pandangan positif terhadap agama mayoritas dan pandangan sebaliknya terhadap agama minoritas.
Sebagai contoh, Indonesia melihat Islam dengan tingkat penerimaan sebesar 99 persen. Sementara itu, tingkat penerimaan agama minoritas, seperti Kristen sebesar 58 persen dan Yahudi 13 persen.
Menurut Dino, perlu dilakukan intervensi sosial pada seluruh lapisan masyarakat, terutama kalangan akar rumput. Pihak akar rumput perlu berdiskusi dan mengenal lebih jauh mengenai agama lain. Program 1000 Abrahamic Circles merupakan salah satu inisiatif untuk menjadi platform bagi mereka.
1000 Abrahamic Circles yang berada di bawah naungan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) mengajak sejumlah pemuka agama dari Yahudi, Kristen, dan Islam untuk berkunjung ke tiga negara yang memiliki sejarah agama Abrahamik. Selama tiga minggu, mereka tinggal di komunitas masing-masing peserta untuk memahami satu sama lain.
1000 Abrahamic Circles mengajak sejumlah pemuka agama dari Yahudi, Kristen, dan Islam untuk berkunjung ke tiga negara yang memiliki sejarah agama Abrahamik
Proyek pertama diikuti oleh satu tim berisi tiga orang, yakni Rabi Eliot Baskin dari the Temple Emanuel Denver, Amerika Serikat; Pendeta Ryhan Prasad dari the Khandallah Presbyterian Church, Selandia Baru; serta Ustaz Oji Fahruroji dari Jagat ‘Arsy World Civilization Boarding School, Indonesia. Mereka berkunjung ke AS, Selandia Baru, dan Indonesia pada Agustus 2019.
Rencananya, 1000 Abrahamic Circles akan diselenggarakan selama 10 tahun untuk menjangkau 1.000 tim atau 3.000 pemuka agama. Ketika program selesai, para pemuka agama diharapkan memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai perbedaan dan persamaan ajaran agama lain.
Perspektif baru
Oji mengakui, sebelum mengikuti program tersebut, ia memiliki prasangka buruk atas agama lain. “Selama tiga minggu, kami berbicara konsep Tuhan, surga, dan poligami yang sedikit berbeda. Ternyata setelah berdiskusi, kami justru menemukan lebih banyak persamaan daripada perbedaan,” ujarnya.
Baskin menyampaikan, interaksi lintas agama dapat memberikan pengalaman baru yang saling menginspirasi. Ia kini mengetahui proses beribadah agama lain dengan lebih baik, seperti sholat lima waktu yang menjadi kewajiban umat Muslim.
Prasad berpendapat, hal yang terpenting adalah, selama berinteraksi, pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan tidak berdasarkan kebencian. “Tidak ada pertanyaan yang jahat, kita hanya ingin mencari tahu kabar baik soal tiga agama ini,” tuturnya.