BEIJING, RABU — Jepang dan Korea Selatan bersepakat untuk menggelar dialog menyelesaikan persoalan kompensasi bagi pekerja paksa asal Korsel saat Perang Dunia II yang menyeret kedua negara dalam perseteruan dagang akhir-akhir ini. Kesepakatan itu disampaikan setelah Menteri Luar Negeri Jepang Taro Kono, Menlu Korsel Kang Kyung-wha, dan Menlu China Wang Yi bertemu di Beijing, China, Rabu (21/8/2019).
Seusai pertemuan, Kono mengatakan, Jepang dan Korsel bertukar pandangan terkait persoalan pekerja paksa di masa pendudukan Jepang di Semenanjung Korea pada 1910-1945. ”Dalam hal itu, saya ingin secara tegas membuat kemajuan ke arah penyelesaian (masalah ini),” kata Kono yang disiarkan langsung oleh lembaga penyiaran publik Jepang, NHK.
”Saya pikir kenyataan bahwa kami... bisa berbicara dalam situasi yang sulit dapat membawa pada kemajuan besar bagaimana mencari solusi masalah ini,” kata Kono. ”Saya ingin tetap menjalin hubungan dan meneruskan pembicaraan.”
Adapun Kang kembali mendesak Jepang agar melonggarkan kontrol ekspornya. Ia juga menyatakan khawatir atas laporan media dan organisasi lingkungan internasional yang menyebutkan Jepang berencana melepaskan air tercemar dari pembangkit nuklir Fukushima ke laut.
Seorang pejabat Korsel menyatakan, kedua belah pihak menegaskan kembali masing- masing posisinya dalam persoalan tenaga kerja paksa. Meski demikian, pertemuan itu sangat berarti dalam memulihkan dialog diplomatik dan menegaskan perlunya untuk tetap berkomunikasi,” kata pejabat itu, seperti dikutip kantor berita Korsel, Yonhap.
Hubungan Jepang dan Korsel memburuk setelah Mahkamah Agung Korsel pada Oktober 2018 memerintahkan sejumlah perusahaan Jepang membayar kompensasi kepada pekerja paksa asal Korsel di masa PD II. Hal itu dikecam Tokyo yang bersikeras bahwa persoalan pekerja paksa sudah diselesaikan pada 1965.
Perseteruan dua negara dalam isu tersebut melebar ke urusan perdagangan. Tokyo memperketat kontrol ekspor bahan material penting bagi industri cip Korsel. Tokyo juga mengeluarkan Seoul dari daftar negara yang dapat mengakses ekspor jalur cepat. Korsel membalas dengan tindakan serupa kepada Jepang.
Ketegangan hubungan itu juga telah berimbas di sektor pariwisata. Jumlah turis Korsel yang berwisata ke Jepang menurun 7,6 persen menjadi 561.700 orang pada bulan lalu, titik terendah dalam setahun terakhir. Gerakan boikot produk-produk Jepang di Korsel pun menguat.
Kono menyebutkan, Jepang ingin Seoul dan Tokyo mempertahankan kerja sama intelijen militer yang akan berakhir jika Korsel tidak memperpanjangnya, pekan depan. ”Ini adalah kerangka kerja penting bagi Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan, dan... harus dipertahankan,” kata Kono. (REUTERS/AP/ADH)