ROMA, RABU— Negosiasi untuk membentuk pemerintahan baru di Italia mencapai batas tenggat. Jika kubu oposisi Partai Demokrat dan Partai Gerakan Lima Bintang atau M5S tidak mampu mencapai kesepakatan koalisi pada Rabu (28/8/2019) sore, presiden akan memerintahkan pemilihan umum dipercepat.
Krisis politik di Italia terjadi pada awal Agustus lalu ketika Wakil Perdana Menteri Matteo Salvini, pemimpin partai ekstrem kanan Liga, menyatakan pecah kongsi dengan mitra koalisinya, Partai M5S. Koalisi pemerintahan itu baru berjalan sekitar satu tahun.
Salvini juga meminta PM Guiseppe Conte agar mundur dari jabatannya dan meminta Presiden Italia Sergio Mattarella mengumumkan percepatan pemilu yang seharusnya berlangsung pada 2022.
Salvini, yang populer di negerinya karena menerapkan kebijakan anti-imigran yang keras, merasa yakin jika pemilu berlangsung, partainya akan menang besar dan dirinya akan jadi PM. Tekanan untuk melakukan mosi tidak percaya akhirnya mendorong Conte mengundurkan diri, 20 Agustus lalu. Ia lalu menjadi pejabat sementara sampai pemerintahan baru terbentuk.
Rangkul oposisi
Di luar dugaan Salvini, M5S kemudian mendekati kubu oposisi Partai Demokrat (PD) untuk membangun koalisi pemerintahan karena kursi kedua kubu ini cukup untuk menguasai mayoritas parlemen. Salvini tidak menduga hal itu karena dua partai tersebut merupakan musuh bebuyutan dengan ideologi ataupun visi keduanya sangat berseberangan. Partai M5S yang populis, misalnya, sangat skeptis terhadap Uni Eropa (UE), sedangkan PD sangat pro-UE.
Namun, kedua kubu itu kini memiliki kesamaan tujuan, yaitu mencegah percepatan pemilu dan terutama mencegah jangan sampai Salvini berkuasa.
Presiden Mattarella memberi waktu M5S dan PD untuk membentuk pemerintahan koalisi. Namun, sampai kemarin, negosiasi masih berjalan alot. Pada Selasa tengah malam, muncul laporan bahwa kesepakatan gagal.
Ganjalan paling utama adalah keinginan Pemimpin M5S Luigi di Maio untuk menjadi wakil PM dan menteri dalam negeri, yang ditentang keras oleh PD.
Selain itu, M5S juga menginginkan PM Conte tetap menjabat, tetapi PD menginginkan pemerintahan diisi dengan kabinet baru.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump melalui cuitan di Twitter mendukung Conte tetap menjadi PM. Menurut Trump, Conte adalah pemimpin yang berbakat dan bisa bekerja sama dengan AS. Bisa jadi dukungan Trump itu merupakan balasan dari sikap Conte pada pertemuan G-7 di Biarritz, Perancis, akhir pekan lalu.
Saat itu, Trump menginginkan agar Rusia dimasukkan kembali menjadi anggota G-8. Semua pemimpin menolak, kecuali Conte yang mendukung gagasan Trump. Rusia dikeluarkan dari G-8 pada 2014 karena menginvasi Semenanjung Crimea yang merupakan wilayah Ukraina.
Siapa pun yang akan memimpin Italia bakal menanggung beban berat untuk mendongkrak perekonomian. Menurut laman Euronews, pertumbuhan ekonomi Italia saat ini stagnan, dan utang Italia telah melewati 2,3 triliun euro.
Salvini berjanji, jika pemilu diadakan dan partainya menang, dirinya akan mengembalikan stabilitas perekonomian Italia. (AP/AFP/MYR)