JAKARTA, KOMPAS—Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia dan Pasifik (UN ESCAP) mendorong negara-negara di Asia Pasifik meningkatkan investasi yang bersifat inklusif sebagai bagian dari mitigasi menghadapi bencana alam. Investasi inklusif diperlukan untuk meningkatkan ketahanan ekonomi masyarakat, terutama kelas menengah ke bawah, yang rentan terdampak beberapa saat setelah bencana terjadi.
Beberapa bisnis mencari model investasi yang lebih inklusif, yang masuk akal untuk bisnis, sosial, dan lingkungan. Model investasi inklusif mencakup komunitas lokal dalam rantai nilai sebagai produsen, pemasok, pemegang saham, karyawan, atau konsumen dengan cara yang adil-berkelanjutan serta merespons aspirasi lokal-nasional.
”Negara-negara yang berisiko tinggi didorong untuk mengimplementasikan investasi inklusif itu. Kita ingin agar masyarakat rentan juga punya daya tahan tinggi, termasuk ketika terdampak bencana alam,” kata Sekretaris Eksekutif UN ESCAP, Armida Alisjahbana, di Jakarta, Jumat (30/8/2019).
Armida yang berbasis di Bangkok, Thailand, hadir di Jakarta dalam peluncuran buku Asia-Pacific Disaster Report 2019: The Disaster Riskspace Across Asia-Pacific. Buku itu adalah publikasi UN ESCAP, berisi laporan terbaru tentang kebencanaan di Asia Pasifik.
Berdasarkan Laporan Bencana Asia-Pasifik 2019, bencana berkaitan erat dengan ketidaksetaraan dan kemiskinan.
Efek negatif bencana, termasuk dalam bidang sosial dan ekonomi, diharapkan dapat dikurangi lewat investasi inklusif. Negara dapat memaksimalkan dampak investasi mereka dengan menerapkan portofolio komprehensif dan kebijakan yang bisa menjawab persoalan kemiskinan, ketidaksetaraan, dan risiko akibat bencana.
Menurut Kepala BNPB Letnan Jenderal TNI Doni Monardo, kerugian ekonomi akibat bencana relatif besar. Mitigasi dan adaptasi masyarakat yang ikut didorong simultan oleh seluruh pemangku kepentingan jadi kunci untuk meminimalkan kerugian akibat bencana, termasuk dari sisi material.
Disebutkan Doni, kerugian akibat bencana gempa dan tsunami di Aceh pada 2004 mencapai 7 miliar dollar AS. Kerugian material lebih besar tercatat dalam peristiwa kebakaran lahan dan hutan di Pulau Sumatera pada 2015, yakni mencapai 16 miliar dollar AS. (BEN)