Dubes RI untuk Peru dan Bolivia Marina Estella Anwar Bey: Kami Perlu Atasi Semua Tantangan
Posisi Amerika Latin yang jauh barangkali membuat kawasan itu tidak terlalu mendapat sorotan seperti Asia dan Eropa. Namun, Amerika Latin justru merupakan pasar potensial yang dapat digarap secara maksimal. Itulah yang menjadi perhatian Duta Besar RI untuk Peru merangkap Bolivia Marina Estella Anwar Bey sejak bertugas di Lima, Ibu Kota Peru, per 23 April 2018.
Posisi Amerika Latin yang jauh barangkali membuat kawasan itu tidak terlalu mendapat sorotan seperti Asia dan Eropa. Namun, Amerika Latin justru merupakan pasar potensial yang dapat digarap secara maksimal. Itulah yang menjadi perhatian Duta Besar RI untuk Peru merangkap Bolivia Marina Estella Anwar Bey sejak bertugas di Lima, Ibu Kota Peru, per 23 April 2018. "Saya kira itu peluang. Hanya mungkin tantangan jarak yang jauh, tidak saling mengenal, bahasa yang berbeda. Mungkin itu ya perlu kami atasi," ujar mantan Konsul Jenderal RI di Hamburg, Jerman ini.
Sebagai dubes, Marin Estella juga memberi perhatian terhadap warga negara Indonesia (WNI) yang terbelit masalah. Peru menjadi pintu penyaluran tenaga kerja anak buah kapal (ABK) yang kerap mendapat perlakuan tidak adil, seperti tindak kekerasan atau gaji yang tidak dibayar sesuai kontrak. "Untungnya saya merasa kami menjadi rumah yang bisa memberikan pelayanan untuk WNI," ujar alumnus Sastra Jerman Universitas Indonesia tahun 1984 ini.
Berikut petikan wawancara dengan Dubes kelahiran Jakarta yang ditemui di ruang kerjanya di KBRI Lima di Calle Las Flores, San Isidro, Peru, kala musim dingin beberapa waktu lalu.
Sejak mengemban tugas sebagai dubes di Lima, bagaimana pandangan Anda mengenai Peru?
Saya melihat Peru mempunyai peluang yang cukup besar di beberapa bidang sektor seperti ekonomi dan pariwisata. Sementara ini kita lihat belum banyak peluang untuk investasi. Peru belum banyak investasinya di luar. Yang saya lihat hanya satu yang ada di Thailand dan Indonesia. Sama-sama produk minuman soft drink seperti Inca Cola di sini. Mereka ingin juga produksi teh tetapi katanya tidak bisa bersaing dengan teh kita. Itu satu-satunya investasi yang ada di Indonesia. Saya lihat mungkin peluang peningkatan kerja sama bilateral di bidang perdagangan. Itu yang menjadi potensi utama sebagai visi saya juga di sini. Juga pariwisata.
Meskipun orang Peru yang berkunjung ke Indonesia mungkin hanya sekitar 2.000-an orang per tahun, tidak sebanyak pergi ke Eropa, namun sebagai perwakilan kami terus mendorong peningkatan jumlah wisatawan-wisatawan ke Indonesia. Saya lihat banyak orang Peru yang tinggal di Lima mengenal Bali karena kebetulan mereka senang surfing. Umumnya yang mereka kenal hanya Bali. Tetapi kami perwakilan di sini tidak hanya mendorong Bali tetapi kota-kota lain, destinasi-destinasi lainnya.
Artinya peluang ekonomi bilateral cukup besar?
Kalau di perwakilan lain kan investasi kita bilang TTI (trade, tourism, and investment) dan sekarang jasa. Kita sementara ini mungkin trade dan turisme dulu. Meningkatkan hubungan bilateral kita gali bidang perdagangan dan pariwisata. Memang, Indonesia-Peru itu kan hubungan diplomatiknya sejak 1975 meskipun baru kita buka perwakilan di sini tahun 2003. Perwakilan Peru waktu itu merangkap Ekuador dan Bolivia. Sekitar 2009, Ekuador buka perwakilan sendiri. Sampai sekarang kita merangkap sama Bolivia. Menurut saya mungkin kami perwakilan ini dibuka terutama untuk perlindungan warga Indonesia, itu juga salah satu visi dari KBRI Lima di sini.
Sektor pariwisata dan perdagangan, apakah peluangnya makin bagus, dan bagaimana realisasinya?
Sampai saat ini hubungan dagang Indonesia-Peru itu surplus di tempat kita, meskipun tahun 2018 menurun. Tahun 2017 itu nilainya 355 juta dollar AS, tahun 2018 menurun 286-an juta dollar AS. Karena ekspor biodiesel kita menurun saat itu. Perdagangan yang selama ini kita ekspor itu otomotif kemudian biodiesel, terus tekstil, sepatu olahraga, bahan kimia, kertas, karet, elektronik. Sementara impor kita dari mereka hanya 50 juta dollar AS. Tahun lalu mungkin berkurang sampai 37 juta dollar AS. Paling besar tahun 2014 yaitu 51 juta dollar AS, setelah itu rata-rata 30-35 juta dollar AS. Ekspor kita rata-rata 240-274 dollar AS sampai 300-an juta dollar AS. Jadi lebih surplus kita.
Saya melihat peluangnya cukup besar karena di Peru manufaktur pabrik besar tidak ada, dan mereka hanya bisa mengeksor produk pertanian dan hasil tambang. Mereka meminta investasi di bidang tambang atau infrastruktur. Sementara kita punya produk-produk manufaktur dan nonmigas yang bisa kita ekspor ke sini. Saya kira itu peluang. Hanya mungkin tantangan jarak yang jauh, tidak saling mengenal, bahasa yang berbeda. Mungkin itu ya perlu kami atasi.
Peluang kawasan Amerika Latin
Peru tampaknya menjadi pintu menuju Amerika Latin. Apakah Anda melihat lebih jauh peluang di kawasan ini?
Saya melihat Indonesia sudah punya perjanjian dagang dengan Chile, dan Chile mempunyai investasi di Peru cukup banyak. Kalau kita bisa masuk, produk-produk Indonesia yang dibawa ke Chile bisa masuk ke sini. Sekarang memang belum punya perjanjian perdagangan dengan Peru, sedang kami rintis dan menjadi hub. Saya kira itu peluang. Apalagi ke Bolivia dan negara-negara lain.
Jadi Amerika Latin punya peluang besar ya mengingat pasar tradisional Eropa, Asia, dan Amerika Serikat juga mulai jenuh. Bisakah Amerika Latin menjadi pasar baru?
Saya kira demikian. Presiden Jokowi mengatakan bahwa kita jangan hanya menggali di pasar tradisional saja, Amerika atau Eropa, apalagi mereka suka memberikan syarat-syarat yang cukup tinggi dan susah. Banyak negara yang ingin masuk ke tempat tersebut. Sementara kita ada tempat-tempat seperti Amerika Latin, Afrika, Asia Selatan, itu akan jadi garapan baru.
Apalagi sekarang kawasan Pasifik terus digalakkan. Apakah peluang itu jadi garapan?
Kebetulan Peru anggota Pasific Alliance. Anggotanya kan hanya empat yaitu Peru, Chile, Kolombia, dan Meksiko. Tetapi mereka punya observer di 51 negara termasuk Indonesia. Nah, kita tertarik untuk jadi associate member tetapi memang jalan panjang karena harus mempunyai perjanjian perdagangan dengan empat negara itu. Kalau itu bisa menjadi jembatan saya kira cukup bagus. Mereka hanya fokus di ekonomi.
Untuk peningkatan ekonomi kami banyak kegiatan yang dilakukan. Misalnya, kita selalu ikut pameran perdagangan. Ada expo alimentaria yaitu perdagangan produk makanan dan buah-buahan nanti tanggal 25-28 September. Tahun ini kami sudah ikut sembilan kali. Kalau ekspo tekstil tahun ini yang kedua kali pada akhir Oktober. Tahun ini kami juga ikut pameran pertahanan yang digelar sekali dalam dua tahun. Beberapa negara ikut serta seperti Jerman, Korea, Turki, Amerika. Kami ikut memamerkan produk-produk PT Dirgantara Indonesia (DI), PT Pindad, dan PT PAL. Kebetulan mereka tertarik produk Pindad dan PAL.
Peluang untuk pemasaran produk pertahanan juga terbuka ya?
Pameran ini saya kira peluang untuk memasarkan produk. Kami juga mendorong pengusaha Peru dan Bolivia untuk ikut pameran Trade Expo Indonesia (TEI), kemudian juga seminar. Kami mengunjungi perusahaan yang sudah impor barang dari Indonesia untuk tanya apa permasalahannya, apa yang bisa kami bantu? Kami juga mempromosikan obat-obatan produk Biofarma karena mereka masih membeli vaksin, juga untuk KB, mereka menanyakan vaksin hepatitis B. Kami infokan Biofarma lalu mereka bilateral tetapi kami tetap monitor.
Apa dampak yang dirasakan setahun terakhir ini?
Di perdagangan kami mempromosikan TEI dan sekarang kita tuan rumah Indonesia-Latin America and Carribean Business Forum (INA-LAC). Tahun ini yang berminat datang lebih 25 pengusaha. Tahun lalu hanya 2 orang. Kami akan sering-sering mempromosikan, seminar, ikut pameran. Saya lihat dampaknya sih keingintahuan. Dua pengusaha yang datang ke Indonesia tahun lalu baru tahu bahwa produk kita lebih bagus dari produk China dan menurut mereka lebih murah.
Beberapa produk makanan kita sudah masuk ke sini. Kalau kita perkenalkan mereka bisa tertarik. Selain punya majalah, kami juga promosi di Instagram, Facebook, Twitter, selalu informasi kita sebarkan. Kami juga mengundang parlemen mengunjungi Indonesia, dibawa ke Pindad dan PT DI. Memang harus gencar promosinya di berbagai sektor.
Faktor apa saja yang memudahkan hubungan kedua negara dan apa pula kendalanya?
Kalau hubungan people to people contact iya. Kami menginformasikan punya beasiswa. Pada 2003 sudah 19 orang Peru berangkat ke Indonesia. Memang rata-rata pesertanya ada 3 atau 6 orang tapi setelah diseleksi pusat cuma satu orang. Tahun ini ada 2 orang. Kemudian juga ada beasiswa untuk negara berkembang untuk S1, S2, dan S3. Kemudian di kantor ini kami buat kursus bahasa Indonesia untuk penutur asing (BIPA). Sejak 2016 sudah pakai BIPA. Ada kursus tari, nanti kursus angklung. Itu untuk mengenalkan Indonesia. Juga kita ikut selalu pameran pendidikan atau kebudayaan, berpartisipasi pesta-pesta kebudayaan.
Kerja sama politik
Kemudian bagaimana hubungan di bidang politik?
Kami mengundang parlemen Peru untuk melihat Indonesia. Kami bawa ke KPU, KPK, saat itu selesai pengumuman Pemilu. Mereka bilang Indonesia maju sekali. Di bidang politik, dukungan Peru terhadap Indonesia sangat besar. Apalagi Peru kan pada 2018-2019 menjadi anggota tidak tetap PBB untuk keamanan. Kemudian Peru mendukung Indonesia untuk periode 2019-2020. Terus kemudian untuk IMO Peru minta dukungan kita. Saling dukung itu ada. Merasa sama-sama negara berkembang, hubungannya makin meningkat. Itu yang saya lihat positif dalam politik.
Bagaimana hubungan dengan Bolivia?
Kami memang merangkap tetapi tidak punya perwakilan di sana. Sebenarnya di dalam politik juga saling dukung. Hubungan Indonesia dengan Peru dan Bolivia saya rasa cukup baik. Hanya kendalanya kita sudah memberi bebas visa tahun 2016 tetapi sampai sekarang Bolivia belum. Jadi kalau masyarakat yang mau berkunjung ke Bolivia ya harus ke Peru dulu atau apply-nya hanya di China dan India. Kalau perdagangan banyak juga yang sudah impor dari Indonesia. Meskipun Bolivia berpenduduk cuma 11 juta orang dan kondisi ekonominya masih di bawah Peru, tetapi saya lihat peluangnya ada. Bolivia mengimpor aki dari Indonesia. Ada juga yang impor kertas. Perlu terus digali.
Perlindungan WNI
Tadi disampaikan perwakilan di sini juga untuk perlindungan WNI. Apa problem WNI selama ini?
Yang banyak itu ABK yang bekerja di kapal-kapal China. ABK itu banyak pemula, mereka tidak punya keahlian atau skill, kadang perekrutannya juga bisa dari Facebook. ABK yang tidak punya keahlian itu suka mendapat perlakuan tidak baik. Keluhannya, selain dipukul, tidak digaji sesuai kontrak, kadang diberi makanan kedaluwarsa, mandinya juga tidak di kamar mandi tapi agak di luar. Tetapi saya pernah bertemu dengan ABK yang punya pendidikan bagus, dia bilang tidak mendapat perlakuan seperti itu. Jadi, saya menganalisa kalau memang tidak punya skill di bidang itu bisa disalahgunakan. Itu yang saya ingin perekrutan di Jakarta benar-benar diseleksi.
Apa yang dilakukan KBRI untuk memberi perlindungan kepada mereka?
Saya minta staf konsuler untuk pergi dan menemui agen. Kami membagikan kartu alamat KBRI, kalau ada apa-apa hubungi KBRI. Kami juga mencegat di airport (kedatangan ABK). Kami bagi-bagikan kartu alamat KBRI bila ada masalah. Nah itu sekarang banyak yang melapor kalau diperlakukan tidak baik. Bila ada info ada permasalahan kami pergi ke sana. Pernah tahun lalu ada 2 orang dipukuli, kami punya satu kamar kami tampung sampai urusan gaji dibayar, dokumen selesai, dan diberikan tiket pulang. Tidak langsung pulangkan, semua urusan kami selesaikan dulu, kami kasih uang transport-lah sedikit.
Apakah ada kendala saat mengadvokasi para ABK itu, misal ada agen yang bandel?
Kalau agen di sini rata-rata baik, memang harus di-push kami neken bahwa kalau yang sakit harus dibawa ke rumah sakit, terus kami besuk. Kalau gajinya belum dibayar kami tuntut dan biasanya diselesaikan. Yang bermasalah itu agen di Indonesia. Kami berkali-kali sampaikan ke pusat kalau perekrutan tolong dikirim ABK yang benar-benar ahli di bidangnya, kuat badannya, maksudnya siap menjadi pelaut sehingga tidak diperlakukan tidak adil. Itu yang tidak bisa kami monitor, tahu-tahu sudah datang di sini. Untungnya saya merasa kami menjadi rumah yang bisa memberikan pelayanan untuk WNI.