JAKARTA, KOMPAS —Tata kelola perdagangan elektronik (e-dagang) di tingkat dunia belum diatur, berbeda dengan arus perdagangan secara luar jaringan yang telah memiliki regulasi. Hal ini menjadi tantangan bagi Indonesia.
Saat ini, Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) masih membahas aturan tata kelola e-dagang di kancah global. ”Menurut saya pribadi, Indonesia perlu terlibat dalam pembahasan tersebut,” kata Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo setelah sesi dalam acara bertajuk ”2019 CSIS Global Dialogue” yang digelar Centre for Strategic and International Studies (CSIS) dan Pacific Economic Cooperation Council (PECC) di Jakarta, Selasa (17/9/2019).
Indonesia saat ini tengah memproses rancangan peraturan pemerintah tentang e-dagang yang berkaitan dengan Peraturan Presiden No 74 Tahun 2017 tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik Tahun 2017-2019. Iman mengatakan, sikap Pemerintah Indonesia terhadap e-dagang cenderung bersifat fleksibel, tidak terlalu mengatur, juga tidak terlalu melonggarkan.
Berdasarkan data yang dihimpun Kementerian Perdagangan, jumlah pengguna internet di Asia Tenggara bakal tumbuh dua kali lipat sepanjang 2014-2024. Populasi yang mengakses internet secara harian akan meningkat dari 18 persen menjadi 61 persen.
Di tingkat ASEAN, negara- negara anggota membahas aturan e-dagang melalui Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP). RCEP—beranggotakan 10 negara ASEAN plus Australia, India, Jepang, Korea Selatan, China, dan Selandia Baru— akan memuat satu bab khusus mengenai e-dagang.
Dalam e-dagang, data menjadi aset penting. Intan Murnira Ramli dari Economic Research Institute for ASEAN and East Asia berpendapat akan terjadi dominansi
dan kompetisi pasar yang sengit berbasis tingkat penguasaan data jika tidak ada tata kelola.
Menurut Deputy Chief Executive Institute of Strategic and International Studies Malaysia Steven Wong, tata kelola e-dagang juga harus menyertakan definisi konten atau komponen lokal (local content). Dalam hal ini, dibutuhkan standar untuk konten lokal yang berlaku universal.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, negosiasi antarnegara terkait tata kelola e-dagang juga mesti mendorong inklusivitas perekonomian. ”Pemajakan dalam e-dagang juga menjadi sorotan di tingkat internasional,” ujarnya. (JUD)