Amerika Serikat dan Arab Saudi serta masyarakat internasional sampai saat ini masih terperangah dan panik melihat serangan besar dan canggih atas kilang minyak Aramco di Abqaiq dan Khurais, Arab Saudi, 14 September lalu.
Oleh
MUSTHAFA ABD RAHMAN (DARI KAIRO, MESIR)
·5 menit baca
AS dan Arab Saudi menuduh ada peran dan keterlibatan Iran dalam serangan atas kilang minyak di Arab Saudi, 14 September lalu. Namun, mereka menghadapi dilema dalam merespons serangan itu.
Amerika Serikat dan Arab Saudi serta masyarakat internasional sampai saat ini masih terperangah dan panik melihat serangan besar dan canggih atas kilang minyak Aramco di Abqaiq dan Khurais, Arab Saudi, 14 September lalu. Serangan ini tidak tanggung-tanggung, menggunakan 18 pesawat tanpa awak dan 7 rudal jelajah hingga mengobarkan kilang minyak Aramco.
Serangan besar itu paling fenomenal terakhir ini setelah aksi Iran menembak jatuh pesawat nirawak AS, RQ-4 Global Hawk, di atas Selat Hormuz, 20 Juni lalu, dengan menggunakan sistem anti-serangan udara buatan Iran, Khordad-3.
Serangan tersebut juga yang terbesar atas Arab Saudi dalam 28 tahun terakhir ini, yakni sejak serangkaian serangan rudal Scud yang ditembakkan rezim Presiden Irak Saddam Hussein atas kota Riyadh, Dhahran, dan kota lain di Arab Saudi pada era Perang Teluk tahun 1991.
Serangan atas kilang minyak Aramco itu telah dipersiapkan secara matang dan jauh-jauh hari, melibatkan penasihat militer serta intelijen profesional dan berpengalaman. Pemilihan sasaran pun luar biasa, yakni kilang minyak di Abqaiq dan Khurais, salah satu kilang minyak terbesar dan urat nadi perekonomian Arab Saudi.
Serangan tersebut sempat menghentikan beberapa hari produksi sekitar 5,7 juta barel per hari atau sekitar 50 persen dari produksi minyak Arab Saudi (10-12 juta barel per hari). Pendapatan devisa dari minyak masih merupakan sumber devisa utama di Arab Saudi. Kerugian Arab Saudi akibat serangan itu tentu sangat besar.
AS dan Arab Saudi pun langsung menuduh dan meyakini hanya Iran yang mampu melancarkan sekelas serangan besar dan canggih di Abqaiq dan Khurais. Dua negara mitra itu tidak percaya milisi Houthi—meski mengklaim serangan—di Yaman sebagai pelakunya. AS dan Arab Saudi menganggap belum kelasnya bagi Houthi bisa melancarkan serangan sebesar di Abqaiq dan Khurais.
Iran sudah berkali-kali membantah terlibat dalam serangan tersebut. Namun, Arab Saudi tetap ngotot dan berusaha memperkuat tuduhannya. Rabu (18/9/2019), Arab Saudi menggelar konferensi pers di Riyadh untuk menyampaikan bukti-bukti kuat keterlibatan langsung Iran dalam serangan ke kilang minyak Aramco tersebut.
Saat itu, Juru Bicara Kementerian Pertahanan Arab Saudi Kolonel Turki al-Maliki memamerkan serpihan 18 pesawat tanpa awak dan 7 rudal yang digunakan untuk menyerang kilang minyak Aramco. Maliki mengatakan, serangan dilakukan dari utara (dari Iran atau Irak), bukan dari selatan (dari Yaman). Ia menyebut, pesawat nirawak yang digunakan dalam serangan adalah tipe Delta Wing dan rudal tipe Ya Ali buatan Iran.
Pelaku serangan
Mengenai siapa di balik serangan besar di Abqaiq dan Khurais, sesungguhnya sudah jelas jika melihat konteks pertarungan geopolitik sengit antara kaukus Iran dan kaukus Arab Saudi saat ini. Pastilah kelompok dari kaukus Iran yang berada di balik serangan besar itu. Serangan ini bisa dari loyalis Iran di Yaman, Houthi. Bisa juga dari loyalis Iran di Irak, yaitu kelompok Hashed al-Shaabi atau Hezbollah yang menyusup ke Irak. Bahkan, bisa pula dari Iran langsung.
Penjelasan Maliki bahwa serangan datang dari utara sangat mungkin dan rasional. Sementara ini, kecurigaan paling kuat adalah serangan dilakukan dari Irak dan pesawat tanpa awak itu terbang rendah untuk menghindari deteksi radar.
Kecurigaan paling kuat adalah serangan dilakukan dari Irak dan pesawat tanpa awak itu terbang rendah untuk menghindari deteksi radar.
Irak selama ini basis milisi Hashed al-Shaabi, salah satu loyalis Iran terkuat di Timur Tengah. Pemerintah Irak juga dikenal pro-Iran dan sebagian besar anggota militer Irak saat ini adalah Syiah. Karena itu, Irak bisa menjadi basis empuk Iran untuk dijadikan titik tolak serangan atas musuh-musuhnya di kawasan.
Jika melihat serangan itu sangat canggih, akurat, dan profesional, bisa jadi penasihat militer Iran dari Garda Revolusi dan Hezbollah terlibat perencanaan serta memasok pesawat nirawak dan rudal jelajah dari Iran ke Irak. Apalagi, laporan intelijen yang diungkap beberapa media Arab menyebutkan, Hezbollah telah membangun pangkalan militer dan intelijen di Irak, dekat perbatasan Arab Saudi dan Kuwait.
Tiga pesan
Fase selanjutnya, seperti apa aksi balasan Arab Saudi atas AS terhadap Iran dan loyalisnya. Arab Saudi dan AS tampak sama-sama dalam posisi dilematis. Sebaliknya, Iran dan kaukusnya tampak di atas angin. Setidaknya ada tiga pesan yang ingin disampaikan Iran dan kaukusnya kepada AS, Israel, dan kaukus Arab Saudi melalui serangan dahsyat atas kilang minyak Aramco itu.
Pertama, mereka ingin menyampaikan kembali kualitas kemajuan teknologi mesin militer Iran dan kaukusnya. Pada 20 Juni lalu, Iran menunjukkan kemampuannya menembak jatuh pesawat tanpa awak AS, RQ-4 Global Hawk, di atas Selat Hormuz. Kini teknologi militer Iran dan kaukusnya mampu menembus sistem pertahanan canggih Arab Saudi buatan AS dan Eropa yang telah menelan biaya miliaran dollar AS.
Kedua, Iran dan kaukusnya ingin menunjukkan serta memperingatkan AS dan kaukus Arab Saudi bahwa mereka mampu menyerang sasaran strategis Arab Saudi dan AS sekelas apa pun dan di mana pun.
Ketiga, Iran dan kaukusnya ingin memberikan peringatan pula bahwa melancarkan serangan atas Iran sama seperti mengobarkan perang di seluruh Timur Tengah. Kaukus Iran tak hanya mampu menyerang Arab Saudi dari selatan, yakni Yaman, tetapi juga dari utara, yakni Irak. Iran juga ingin menunjukkan, Arab Saudi secara geografis dalam posisi terkepung, yakni dari selatan (Yaman), utara (Irak), dan timur (Iran).
AS dan Arab Saudi tampak menyadari risiko besar melancarkan perang melawan Iran yang akan menjadi perang luas secara geografis dan juga akan sangat mengganggu pasokan energi dunia. Karena itu, AS dan Arab Saudi sampai kini belum berani melancarkan serangan balasan militer ke Iran.
AS pada Jumat (20/9) hanya memutuskan meningkatkan sanksi atas Iran berupa sanksi terhadap bank sentral Iran dan kotak dana pembangunan nasional Iran, sebagai balasan atas serangan kilang minyak Aramco. AS juga mengirim kekuatan militer tambahan ke Teluk Persia atas permintaan Arab Saudi dan UEA lebih untuk misi pertahanan, bukan menyerang.