LONDON, KAMIS— Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menantang parlemen untuk melakukan mosi tidak percaya terhadap pemerintah. Johnson berkeras akan membawa Inggris keluar dari Uni Eropa dengan atau tanpa kesepakatan.
Ia menyatakan hal itu di depan parlemen Inggris yang bersidang kembali, Rabu (25/9/2019), setelah Mahkamah Agung menganulir langkah Johnson menskors parlemen selama lima pekan, dengan menyatakan langkah itu ”melanggar hukum”. Namun, ketika berpidato di hadapan parlemen, Johnson justru makin agresif. Ia menyebut keputusan MA salah, dan menyebut parlemen mengkhianati aspirasi rakyat Inggris yang ingin keluar dari Uni Eropa. Situasi debat di parlemen keras, dipenuhi dengan teriakan, cemoohan, serta kata-kata yang bernada menghina dan mengejek.
Terhadap tuntutan mundur, Johnson menantang kubu oposisi melakukan mosi tidak percaya terhadap dirinya. ”Apa yang kalian takutkan? Parlemen ini punya pilihan, kalian minggir dan biarkan pemerintah bekerja, atau lakukan mosi tidak percaya dan serahkan pilihan kepada rakyat,” katanya.
Ketua Partai Buruh Jeremy Corbyn menyebut Johnson sebagai ”sosok yang tak pantas menduduki jabatannya dan menganggap dirinya di atas hukum”. Namun, Corbyn mengatakan, oposisi tak akan mendukung percepatan pemilu sampai tak ada ancaman Brexit tanpa kesepakatan. ”Minta perpanjangan (Brexit) dan mari kita lakukan pemilu,” kata Corbyn.
Sejumlah anggota parlemen dari kubu oposisi juga mengecam sikap dan kata- kata Johnson yang dinilai kasar dan membahayakan. Mereka mengingatkan tragedi tewasnya anggota parlemen dari Buruh yang pro-Eropa, Jo Cox (41), menjelang referendum Brexit 2016.
Sebelum menembakkan pistolnya, pembunuh Cox meneriakkan kata ”mati untuk pengkhianat!” Johnson sering menyebut kubu oposisi yang menentang Brexit tanpa kesepakatan sebagai ”pengkhianat”. Menanggapi pernyataan itu, Johnson mengatakan tuduhan itu omong kosong. ”Kalau Anda ingin menghormati Jo Cox, selesaikan Brexit ini,” kata Johnson.
Reaksi Johnson itu dikecam banyak kalangan politik, antara lain dari pejabat senior Inggris di UE, Julian King. ”Kasar dan membahayakan. Jika Anda berpikir bahwa bahasa ekstrem tidak memicu kekerasan politik di seluruh Eropa, termasuk Inggris, Anda berarti abai,” kata King, Kamis (26/9/2019).
Saat ini kepolisian Inggris tengah menyelidiki ancaman pembunuhan terhadap sejumlah anggota parlemen yang menentang Brexit tanpa kesepakatan. Perpecahan di kalangan politisi ataupun warga Inggris telah sampai pada taraf membahayakan. (AP/AFP/REUTERS/MYR)