CEPA RI-Korsel Bisa Tingkatkan Daya Saing Produk Otomotif Nasional
Oleh
MARIA PASCHALIA JUDITH JUSTIARI
·3 menit baca
TANGERANG, KOMPAS -- Indonesia dan Korea Selatan menjajaki langkah penting menuju perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif atau IK-CEPA. Kemitraan ini diperkirakan akan mendongkrak perdagangan kedua negara sekitar 50 persen pada tahun 2022. Bagi Indonesia, perjanjian kemitraan itu berpotensi menguatkan industri otomotif nasional.
Saat ini, IK-CEPA memasuki tahap kesepakatan substansial. Pencapaian substansi ditandai dengan penandatanganan dokumen oleh Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dengan Menteri Perdagangan Industri dan Energi Korea Selatan Yoo Myung-hee. Penandatanganan ini disaksikan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan berlangsung di Trade Expo Indonesia 2019 dengan lokasi di ICE Bumi Serpong Damai, Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu (16/10/2019).
”Ini adalah langkah kami di tengah ketidakpastian global mengingat Korea Selatan merupakan salah satu negara terbesar dalam area perdagangan bebas dan Indonesia merupakan pasar terbesar di Asia Tenggara. Kami berharap nilai perdagangan antarkedua negara dapat mencapai lebih dari 30 miliar dollar AS pada 2022,” kata Yoo saat konferensi pers.
Indonesia dan Korsel telah lama menjalin hubungan kerja sama industri dan perdagangan. IK-CEPA diharapkan memacu lebih lanjut kerja sama itu. Perundingan soal perjanjian perdagangan bilateral dan investasi kedua negara sempat terhenti pada 2014. Ini bergulir lagi saat Presiden Joko Widodo bertemu Presiden Korsel Moon Jae-in di Seoul, pada September 2018.
Enggartiasto berpendapat ekspor Indonesia ke Korea Selatan dapat meningkat 20 persen jika IK-CEPA bisa diterapkan mulai 2021. Menurut rencana, penandatanganan IK-CEPA yang bersifat final dijadwalkan berlangsung pada November 2019.
IK-CEPA menjadi fasilitas penguat industri otomotif Indonesia. IK-CEPA juga dapat membuka potensi relokasi pabrik otomotif. Rencana pengembangan mobil listrik nasional juga dapat memanfaatkan teknologi dari Korea Selatan.
Enggartiasto mengatakan, Hyundai tertarik mengembangkan Indonesia sebagai salah satu hub perindustrian otomotif. ”Mobil listrik yang diproduksi di Indonesia akan dikirim ke Australia karena Indonesia memiliki perjanjian dagang dengan Australia,” ujarnya.
Selain otomotif, sektor yang akan memperkuat investasi dan pabriknya di Indonesia berkat IK-CEPA adalah industri petrokimia. Salah satu perusahaan Korsel yang sudah berminat adalah Lotte. Pemerintah juga tengah menggaet perusahaan elektronik Korea Selatan untuk berinvestasi dan membuka pabrik di Indonesia. ”Kami lagi merayu Samsung dan LG. Keduanya ingin jaminan keamanan investasi,” kata Enggartiasto.
Rancangan perjanjian IK-CEPA, salah satunya, memuat soal penurunan tarif atau bea masuk di antara kedua negara. Namun, pemerintah belum dapat menyebutkan jumlah pos tarif yang mengalami penurunan secara spesifik.
Perundingan IK-CEPA terdiri dari enam kelompok kerja, yakni perdagangan barang dan jasa, investasi, ketentuan asal barang, prosedur kepabeanan dan fasilitasi perdagangan, kerja sama dan pengembangan kapasitas, serta isu hukum dan kelembagaan.
Dari sisi Indonesia, produk pertanian dan perikanan nasional juga berpotensi mendapatkan kemudahan dalam akses pasar ke Korea Selatan. Kini, IK-CEPA memasuki tahap penerjemahan dan pencocokan hukum (legal scrubbing).
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjadja Kamdani mengapresiasi kemajuan IK-CEPA yang terus digarap oleh pemerintah. "Tak hanya soal perdagangan, perjanjian ini penting untuk mendatangkan investasi dari Korea," katanya.
Badan Pusat Statistik mencatat, nilai ekspor Indonesia ke Korea Selatan sepanjang 2018 mencapai 9,54 miliar dollar AS. Sebaliknya, nilai impor Indonesia dari Korea Selatan sebesar 9,08 miliar dollar AS.
Indonesia-Inggris
Dalam Trade Expo Indonesia 2019, Kementerian Perdagangan juga menandatangani terms of reference (TOR) kajian perdagangan antara Inggris dan Indonesia. Direktur Jenderal Perundingan Perjanjian Internasional Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo dan Komisaris Perdagangan Inggris untuk Asia Pasifik Natalie Black menandatangani dokumen tersebut, Rabu malam.
Iman menuturkan, kajian perdagangan ini bertujuan mengulas posisi perekonomian, tantangan, dan potensi antara kedua negara. Hasilnya berupa laporan dan rekomendasi terkait langkah ekonomi yang dapat diambil oleh kementerian terkait dari kedua belah negara.
Menurut Natalie, penandatanganan ini merupakan tahap awal yang dapat menunjang kerja sama ekonomi antara Inggris dan Indonesia ke depannya. "Kami tertarik untuk berkolaborasi dalam ekosistem ekonomi digital Indonesia, salah satunya pengembangan teknologi finansial," katanya.