Pemerintah Yaman dan Kelompok Separatis Yaman Selatan Berdamai
Sebagian faksi bertikai di Yaman, Dewan Transisi Selatan dan pendukung Pemerintah Yaman, setuju berdamai setelah berperang sejak Januari 2018.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
ADEN, SABTU — Sebagian faksi bertikai di Yaman, Dewan Transisi Selatan dan pendukung Pemerintah Yaman, setuju berdamai setelah berperang sejak Januari 2018. Mereka akan membagi kekuasaan yang dipusatkan di ibu kota sementara Yaman, Aden.
Dalam pengumuman pada Jumat (25/10/2019) di Aden, pejabat Yaman menyebut kesepakatan itu akan ditandatangani di Riyadh, Arab Saudi. Presiden Yaman Abdurabbuh Mansour Hadi dan Pemimpin Dewan Transisi Selatan Aidarous al-Zoubeidi diharapkan hadir dalam penandatanganan kesepakatan itu.
Kesepakatan tersebut, antara lain, membahas soal pembentukan kabinet baru dan kepulangan Hadi ke Aden. Sejak 2015, Hadi melarikan diri ke Arab Saudi setelah ibu kota Yaman, Sana’a, direbut kelompok pemberontak Houthi. Kesepakatan itu juga mengatur milisi Dewan Transisi Selatan akan digabungkan dengan pasukan penyokong pemerintahan Hadi.
Pasukan Hadi dan milisi Dewan Transisi Selatan (STC) baku tembak sejak Januari 2018. Mereka berebut Aden yang dijadikan ibu kota sementara setelah Sana’a dikuasai milisi pemberontak Houthi.
Pertikaian antara pasukan Hadi, yang disokong Arab Saudi, dan milisi STC, yang didukung Uni Emirat Arab (UEA), menyulitkan perdamaian di Yaman. Awalnya, STC bergabung dengan pasukan Hadi menghadapi Houthi. Belakangan, STC malah berperang dengan pasukan Hadi dan menyatakan akan memisahkan wilayah Yaman selatan dari Yaman. Pokok perselisihan dua dari tiga faksi utama dalam konflik Yaman itu terutama terkait penguasaan lokasi-lokasi strategis, seperti pelabuhan Aden dan tempat pengolahan minyak.
Selain itu, STC dan UEA juga tidak nyaman dengan pendukung Hadi yang berasal dari Partai Islah. Partai ini dituding terkait dengan Ikhwanul Muslimin (IM) yang dilarang di sejumlah negara di Timur Tengah. Ketidaksukaan STC pada Partai Islah menyulitkan Hadi karena partai itu menyediakan ribuan milisi dalam perang melawan Houthi.
Kesepakatan Hadi dan STC menyusul kelanjutan upaya damai antara pasukan Hadi dan Houthi. Pada awal pekan ini, faksi Hadi dan Houthi sepakat membuat pos pemantauan bersama di Hodeidah. Faksi Hadi dan Houthi mulai menyepakati gencatan senjata di kota pelabuhan itu lewat perundingan pada Desember 2018.
Setelah bolak-balik tidak ada kemajuan, kedua faksi akhirnya menyepakati langkah-langkah mengurangi ketegangan di kota pelabuhan penting itu. Hingga 80 persen dari impor Yaman masuk ke pelabuhan yang dikontrol Houthi itu.
Dengan bantuan koalisi pimpinan Riyadh, pasukan Hadi mencoba merebut Hodeidah lewat pertempuran dan blokade sejak 2015. Upaya itu tidak kunjung berhasil sampai akhirnya kedua faksi setuju berunding di bawah pengawasan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Mei 2019, PBB mengumumkan Houthi setuju menarik pasukan dari pelabuhan dan menyerahkannya ke PBB. Utusan Khusus PBB untuk Yaman, Martin Griffiths, menyatakan bahwa pembentukan pos pantau bersama antara Hadi dan Houthi akan membantu meredakan ketegangan. ”Langkah ini meningkatkan peredaan ketegangan di lokasi pertempuran dan menyelamatkan nyawa,” tulis Griffiths di media sosial. (AP/AFP)