JAKARTA, KOMPAS -- Meskipun minoritas, keberadaan komunitas Muslim di Kamboja semakin diakui. Pemenuhan hak-hak warga komunitas Muslim setempat membaik dalam berbagai bidang kehidupan, seperti ekonomi, pendidikan, politik, kesehatan, dan sosial.
Bank Dunia mencatat, jumlah penduduk Kamboja sebesar 16 juta jiwa pada 2017. Sebanyak 93 persen penduduk merupakan pemeluk agama Budha Jumlah penduduk yang memeluk agama Islam hanya sekitar 5 persen atau 800.000 orang.
Menteri Urusan Islam Kamboja Oknha Datuk Dr Othsman Hassan, Kamis (31/10/2019) di Jakarta , mengatakan, akan tetapi, meskipun minoritas, keberadaan mereka mulai diperhatikan oleh pemerintah selama beberapa tahun terakhir. Pemerintah terus membenahi sistem guna menjamin pemenuhan hak-hak dasar komunitas Muslim.
"Komunitas Islam di Kamboja mulai tumbuh. Mereka mulai mendapat peluang dalam berbagai bidang dalam berkehidupan," kata Hassan, dalam kuliah umum di Universitas Al Azhar Indonesia (UAI), Kamis ini.
Dalam perkuliahan tersebut hadir pula Duta Besar Kamboja untuk Indonesia Nambora Hor, Rektor UAI Asep Saefuddin, dan Sekretaris Jenderal Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Mohammad Jafar Hafsa.
Hassan mencontohkan, pemerintah telah setuju untuk mengangkat dan menggaji 1.700 guru Muslim sebagai pegawai negeri atau pegawai kontrak. Untuk bidang pendidikan, pelajar Muslim sudah tidak wajib memakai seragam sesuai ketentuan sehingga bisa memakai kerudung ke sekolah.
Di bidang politik, sejumlah warga pemeluk Islam telah berhasil memiliki jabatan dalam parlemen atau pun pemerintahan. Bahkan, beberapa di antara mereka merupakan perempuan Muslim. Sejumlah rumah sakit juga mulai menyediakan ruang beribadah untuk kaum Muslim.
Ramah terhadap Muslim
Hassan melanjutkan, komitmen tersebut akhirnya berbuah manis. Organisasi Kerja Sama Islam (OIC) akan menjadikan Kamboja sebagai negara non-Muslim yang ramah terhadap kaum Muslim.
Mengutip arabnews.com, Sekretaris Jenderal OIC Yousef Al Othaimeen mengakui, Kamboja merupakan negara yang menghormati perbedaan, multikulturalisme, dan toleransi. "Pemerintah Kamboja menghormati komunitas Islam," ujarnya.
Komunitas Muslim di Kamboja telah menghadapi berbagai dinamika selama beberapa dekade terakhir. Di bawah rezim Pol Pot, seorang diktator pada 1976-1979, sekitar 3 juta warga meninggal dunia di mana 300.000 orang di antaranya merupakan warga Muslim. Situasi Kamboja berangsung stabil ketika memasuki tahun 1990-an.
Hassan menambahkan, Kamboja berkomitmen untuk memperdalam kerja sama dengan negara-negara Islam yang ada di ASEAN, termasuk Indonesia. Sektor pendidikan dan industri halal dinilai memiliki peluang besar.
"Kami telah meminta sejumlah universitas di Indonesia, termasuk Universitas Al Azhar Indonesia untuk menerima mahasiswa Muslim dan non-Muslim Kamboja. Model kerja sama ini bisa menjadi ajang berbagi pengalaman bagi kedua negara. Kami juga berharap mahasiswa Indonesia untuk berkunjung ke Kamboja," tutur Hassan.
Asep mengatakan, UAI siap untuk menerima sekitar 20 mahasiswa dari Kamboja. Pendanaan dapat berasal dari berbagai sumber, salah satunya adalah komunitas cendekiawan Muslim di ASEAN.
"Para calon mahasiswa dapat mengambil jurusan sesuai yang mereka inginkan, termasuk Bahasa Arab, Bahasa Mandarin, Bahasa Jepang, Hubungan Internasional, dan Teknologi dan Informasi. Universitas akan mempersiapkan bahasa pengantar kuliah karena masih menggunakan bahasa Indonesia," ujar Asep.
Menurut Asep, Kamboja juga akan bekerja sama dalam bidang riset halal. Tujuannya, untuk meningkatkan peran industri halal di seluruh ASEAN.