PARIS, RABU —Perancis akan berusaha membujuk Amerika Serikat dan Iran agar mau kembali berunding soal nuklir Teheran. Paris ingin kesepakatan nuklir Iran dipertahankan.
Presiden Perancis Emmanuel Macron menyesalkan keputusan Iran yang mengalirkan lagi gas uranium heksafluorida ke mesin pemutar di reaktor Fordow. Keputusan mulai Rabu (6/11/2019) itu dinyatakan sebagai perubahan drastis sikap Iran. ”Inilah pertama kali Iran secara terang-terangan memutuskan meninggalkan kesepakatan,” ujar Macron.
Bersama Inggris, Jerman, Rusia, China, dan AS, Perancis ikut menandatangani kesepakatan dengan Iran pada 2015. Dalam kesepakatan yang dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Bersama (The Joint Comprehensive Plan of Action/JCPOA) itu, Iran setuju program nuklirnya dikurangi dan diawasi internasional. Sebagai imbalannya, sanksi terhadap Iran dicabut.
Namun, JCPOA tidak kunjung diterapkan dan makin sulit dipertahankan setelah AS keluar pada Mei 2018. Selanjutnya, Washington menerapkan serangkaian sanksi baru pada Teheran. Iran menanggapinya dengan secara bertahap mengurangi komitmen pada JCPOA.
”Saya akan berunding dalam beberapa hari ke depan, termasuk dengan Iran. Kita harus bersama-sama memahami dampaknya,” kata Macron.
Dalam beberapa pekan ke depan, ia akan mengupayakan Iran kembali memenuhi komitmen dalam JCPOA. ”Hal ini harus diiringi dengan pengurangan sanksi. Kembali ke situasi normal hanya mungkin terjadi jika AS dan Iran setuju bersepakat lagi,” ujarnya seraya menyatakan akan membahas masalah itu dengan Presiden AS Donald Trump.
Bukan kali ini saja Macron berusaha mempertemukan AS dan Iran. Ia berusaha membuat Trump dan Presiden Iran Hassan Rouhani bertemu di sela sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada September 2019. Sampai rangkaian sidang selesai, Rouhani-Trump tidak kunjung bertemu.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov pun berharap Iran mau mematuhi lagi JCPOA. Di sisi lain, ia menyalahkan AS karena situasi kini semakin memburuk.
Pengawasan
Rabu kemarin, Teheran mengumumkan, pengawas Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) hadir kala 2 ton gas uranium heksafluorida (UF6) mulai dialirkan ke 1.044 mesin pemutar di reaktor Fordow. IAEA menyatakan, pengawasnya hadir dan menunggu laporan perkembangan di Fordow.
Juru bicara badan tenaga atom Iran, Behrouz Kamalvandi, mengatakan, UF6 akan diubah jadi uranium dengan aras pengayaan 4,5 persen. Aras itu jauh di bawah standar bom nuklir minimal 90 persen.
Produksi uranium di Fordow dihentikan beberapa tahun lalu. Iran menjadikan reaktor itu sebagai tempat penelitian dengan produk utama berupa isotop. ”Terima kasih pada kebijakan AS dan sekutunya, Fordow akan kembali beroperasi penuh dalam waktu dekat,” tulis Presiden Rouhani di media sosial.
Pengaktifan ulang Fordow sebagai tempat produksi uranium merupakan sikap terkeras Iran sejak menandatangani JCPOA. Meskipun demikian, Teheran tetap menyatakan masih dalam kerangka JCPOA.
Bahkan, Rouhani menyatakan akan siap membatalkan seluruh keputusan yang dinilai melanggar JCPOA. Syaratnya, sanksi terhadap Iran dicabut.
(AFP/REUTERS/RAZ)