Pasifik selatan, wilayah yang dulu ”terpencil", kini menjadi palagan baru. Dalam sepuluh tahun terakhir, China menjadi pemberi pinjaman bilateral terbesar di kawasan itu, bersaing dengan Amerika Serikat dan Jepang.
Oleh
Elsa Emiria Leba
·3 menit baca
Setelah beberapa dekade berlalu, persaingan antarnegara tidak lagi sekadar siapa yang memiliki kekuatan militer terhebat. Namun, lebih kepada siapa yang memiliki pengaruh ekonomi dan politik terbesar di lebih banyak kawasan di dunia.
Pasifik selatan, wilayah yang dulu ”seolah” terpencil, kini turut berubah jadi palagan baru. Dalam sepuluh tahun terakhir, China menjadi pemberi pinjaman bilateral terbesar di kawasan itu, bersaing dengan Amerika Serikat, Jepang, Australia, dan Selandia Baru.
Pada Agustus 2019, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengumumkan Compact of Free Association, sebuah perjanjian agar militer AS memiliki akses eksklusif ke wilayah Negara Federasi Mikronesia, Kepulauan Marshall, dan Palau. Sebagai gantinya, pulau- pulau kecil itu akan menerima bantuan keuangan.
Negara- negara besar berkepentingan memonitor situasi di Pasifik.
Guru Besar Politik Internasional Universitas Pelita Harapan Aleksius Jemadu mengatakan, dinamika di kawasan Pasifik adalah dampak watak negara adidaya. ”Negara- negara besar berkepentingan memonitor situasi di Pasifik, di mana mereka tidak ingin tidak memiliki kontrol di kawasan tertentu. Negara-negara lain, seperti Australia dan Selandia Baru, juga berkepentingan untuk melindungi kepentingan sekutunya,” katanya saat dihubungi di Jakarta.
Sebagai negara yang berbatasan langsung, Indonesia turut mengamati dinamika yang muncul di Pasifik. Indonesia berkepentingan atas kestabilan di Pasifik. Aleksius berpendapat, Indonesia dan ASEAN tak perlu terpancing atas rivalitas yang ada.
Strategi Indonesia
Dirjen Kerja Sama ASEAN Kemenlu Jose Antonio Morato Tavares mengatakan, Indonesia tidak memungkiri ada pengaruh politik dan ekonomi atas keberadaan negara-negara adidaya di Pasifik.
”Untuk itu, Indonesia akan tetap engaged. Artinya, kami akan menindaklanjuti Pandangan ASEAN tentang Indo- Pasifik ke negara-negara Samudra Hindia, termasuk Pasifik. Salah satunya melalui Indo-Pacific Infrastructure and Connectivity Forum yang akan digelar pada 2020,” kata Jose.
Menurut dia, forum itu bertujuan untuk memperkenalkan konsep Indo-Pasifik ASEAN kepada negara-negara mitra. Negara-negara di Pasifik menurut rencana juga akan diundang ke forum ini.
Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik mencakup sejumlah elemen, seperti perspektif Asia Pasifik dan Samudra Hindia sebagai kawasan yang terintegrasi. Selain itu, Indo-Pasifik juga mengutamakan dialog dan kerja sama daripada persaingan.
Pada dasarnya, negara-negara itu perlu menjalin hubungan baik dengan Indonesia.
Di sisi lain, Indonesia pun memperkuat kehadiran di Pasifik melalui Lembaga Dana Kerja Sama Pembangunan Internasional Indonesia (LDKPI) atau Indonesian AID. Saat ini, mayoritas penerima bantuan LDKPI adalah negara-negara di Pasifik, yakni Fiji, Kepulauan Solomon, Nauru, Tuvalu, dan Kiribati. Aleksius menilai, LDKPI akan membantu Indonesia menjalin ikatan dengan negara penerima bantuan. Tentu saja, hal itu diharapkan dapat mendukung kebijakan Pemerintah Indonesia.
”Pada dasarnya, negara-negara itu perlu menjalin hubungan baik dengan Indonesia. Indonesia adalah pintu masuk bagi mereka untuk berhubungan atau bekerja sama dengan negara ASEAN,” katanya.
Kebijakan itu sejalan dengan pendapat Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Philips J Vermonte yang mengatakan, sebagai negara kekuatan menengah, Indonesia perlu memproyeksikan komitmennya pada pembangunan internasional. Salah satunya dengan memberi bantuan ekonomi dan pendidikan kepada negara-negara mitra. (AFP/Reuters)