Kepolisian Hong Kong terus menyudutkan para pengunjuk rasa prodemokrasi. Polisi mengepung mereka di sebuah universitas. Pengunjuk rasa yang terjebak sejak akhir pekan berteriak meminta bantuan.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·4 menit baca
HONG KONG, SENIN — Kepolisian Hong Kong terus menyudutkan para pengunjuk rasa prodemokrasi. Polisi mengepung mereka di sebuah universitas. Pengunjuk rasa yang terjebak sejak akhir pekan berteriak meminta bantuan.
Ratusan pengunjuk rasa berlindung di dalam Polytechnic University di Kowloon, Senin (18/11/2019). Mereka juga membawa bom molotov dan senjata rakitan.
Adapun polisi memasang sejumlah barikade di sejumlah titik untuk mencegah pengunjuk rasa keluar dari universitas itu. Mereka juga menembakkan peluru karet dan gas air mata ke arah pengunjuk rasa yang mencoba kabur.
”Polisi mungkin tidak menyerbu kampus, tetapi tampaknya mereka berusaha menangkap orang yang berusaha untuk lari. Semua pengunjuk rasa mungkin ditangkap di kampus. Anggota parlemen dan manajemen sekolah berkoordinasi dengan polisi, tetapi gagal,” kata anggota Parlemen Demokrat, Hui Chi-fung.
Beberapa pengunjuk rasa yang berusaha lari ditangkap. Ketika mereka tersandung barikade, polisi mengacungkan senjata dan memukul mereka. Beberapa pengunjuk rasa akhirnya kembali ke kampus setelah ditarik rekan-rekan mereka.
Sebelumnya, polisi berupaya untuk maju ke arah gerbang utama universitas. Namun, pengunjuk rasa membakar gerbang dan jembatan penghubung.
”Kami sudah lama terperangkap di sini. Kami membutuhkan semua warga Hong Kong untuk mengetahui bahwa kami membutuhkan bantuan. Saya tidak tahu berapa lama akan terus seperti ini. Kami mungkin membutuhkan bantuan internasional,” tutur Dan (19), seorang pengunjuk rasa di kampus.
Beberapa pengunjuk rasa berdiskusi tentang strategi untuk kabur. Sementara yang lain memperkuat barikade dan membawa kotak-kotak berisi bom molotov untuk ditaruh di beberapa lokasi di dalam kompleks kampus. Ada juga yang menyatakan tidak ingin menyerah.
”Kita harus berjuang sampai akhir. Jika tidak bertarung, Hong Kong akan berakhir,” ujar Ah Lung (19).
Kerusuhan juga terjadi di daerah komersial Nathan Road, Kowloon, sehingga pusat perbelanjaan dan toko tidak beroperasi. Begitu pula dengan berapa layanan kereta api dan jalan di sepanjang Semenanjung Kowloon. Semua sekolah ditutup.
Otoritas Rumah Sakit Hong Kong menyebutkan, sebanyak 38 orang terluka dalam semalam pada Minggu (17/11/2019). Beberapa pengunjuk rasa mengalami luka bakar akibat bahan kimia dari meriam air polisi.
Kepolisian Hong Kong menembakkan tiga peluru tajam ke arah pengunjuk rasa yang diduga menyerang dua anggotanya yang sedang menahan seorang perempuan. Tidak ada yang terluka dalam insiden itu. Perempuan tersebut juga berhasil melarikan diri.
Selama enam bulan terakhir, warga Hong Kong melakukan unjuk rasa berkelanjutan. Mereka awalnya memprotes rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi yang diusulkan Pemerintah Hong Kong karena dapat membuat mereka dikirim ke China. China memiliki konsep yang lebih ketat mengenai kebebasan dan hak asasi manusia.
Setelah berhasil membuat pemerintah mencabut RUU ini, pengunjuk rasa meminta pemerintah mengabulkan empat tuntutan lainnya. Tuntutan tersebut adalah pembatalan sebutan perusuh kepada pengunjuk rasa, pembebasan pengunjuk rasa yang ditahan polisi, penyelidikan kekerasan oleh polisi, serta pemberian hak warga untuk memilih pejabat legislatif dan pemimpin Hong Kong.
Hong Kong menjadi bagian dari China sejak diserahkan Inggris pada 1997. China dan Hong Kong adalah satu negara dengan dua sistem pemerintahan yang berbeda. Hong Kong baru akan melebur sepenuhnya ke dalam China pada 2047.
Keberadaan PLA
Sejumlah personel Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China terlihat memantau perkembangan di Polytechnic University menggunakan teropong, Minggu. Beberapa terlihat mengenakan seragam antihuru-hara.
Sebelumnya, pasukan PLA dengan pakaian santai juga muncul di jalan-jalan di Hong Kong, Sabtu (16/11/2019). Mereka membantu warga setempat mengangkut puing-puing bekas unjuk rasa antipemerintah. Kemunculan mereka di jalan bisa menyebabkan kontroversi terkait status otonomi Hong Kong.
PLA jarang tampil di Hong Kong sejak 1997. Mereka hanya pernah muncul sekali, yaitu ketika membantu membersihkan kota pascabadai topan pada 2018.
”Tindakan PLA disambut baik oleh warga Hong Kong. PLA memiliki kemampuan untuk menjaga kepentingan Hong Kong sesuai dengan Hukum Dasar dan Hukum Garnisun demi memastikan kemakmuran dan stabilitas jangka panjang di Hong Kong,” kata juru bicara Kementerian Pertahanan China, Wu Qian, di sela-sela konferensi pertahanan di Bangkok, Thailand.
Amerika Serikat mengecam adanya penggunaan kekuatan yang tidak tepat di Hong Kong. Washington juga mengimbau Beijing untuk melindungi kebebasan Hong Kong.
China membantah ikut campur dalam urusan Hong Kong. Selama ini, Beijing menyalahkan negara-negara Barat sebagai pemicu kerusuhan Hong Kong. (REUTERS)