China Menilai RUU Prodemokrasi Usulan AS Akan Hancurkan Hong Kong
Pemerintah China di Beijing mengecam Rancangan Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong yang diusulkan Amerika Serikat. RUU itu dinilai akan menghancurkan Hong Kong.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·4 menit baca
BEIJING, KAMIS — Pemerintah China di Beijing mengecam Rancangan Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong yang diusulkan Amerika Serikat. RUU itu dinilai akan menghancurkan Hong Kong.
Menteri Luar Negeri China Wang Yi memanggil mantan Menteri Pertahanan AS William Cohen di Beijing, Kamis (21/11/2019). Ia menyampaikan keberatan China atas RUU terkait prodemokrasi di Hong Kong.
”RUU itu akan memanjakan pelaku kejahatan dan mengacaukan atau bahkan menghancurkan Hong Kong. RUU tersebut adalah campur tangan AS terhadap urusan dalam negeri China,” kata Wang.
Wang menyampaikan, Beijing tidak akan pernah membiarkan segala upaya untuk merusak kesejahteraan dan stabilitas di Hong Kong. Apalagi, upaya itu dapat mengganggu keberhasilan sistem satu negara dengan dua pemerintahan.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) China Geng Shuang menambahkan, RUU itu mengganggu kepentingan Beijing. Jika AS terus melakukan langkah yang salah, China pasti akan mengambil tindakan balasan yang kuat.
Jika AS terus melakukan langkah yang salah, China pasti akan mengambil tindakan balasan yang kuat.
”Kami mendesak AS untuk memahami situasi, menghentikan kesalahan sebelum terlambat, dan mencegah RUU itu menjadi undang-undang. Dan, segera berhenti mencampuri urusan Hong Kong dan urusan dalam negeri China,” tutur Geng.
Media milik Pemerintah China, The Global Times, menulis, RUU itu tidak akan mencegah Beijing untuk campur tangan secara paksa guna menghentikan kekacauan di Hong Kong.
”Pemikiran seperti itu naif. Jika menyikapi RUU dari AS dengan serius dan tidak menangani kerusuhan, Hong Kong akan menderita akibat keruntuhan hukum dipercepat,” tulisnya.
Pemerintah Hong Kong memperingatkan, RUU AS akan mengirim sinyal yang salah kepada para pengunjuk rasa ”yang kejam”. RUU itu juga dapat merusak kepentingan lebih dari 1.000 bisnis Amerika yang berada di wilayah tersebut.
Kongres AS meloloskan Rancangan Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong pada pekan ini. RUU itu telah dikirim ke Presiden AS Donald Trump. Gedung Putih memberikan sinyal Trump akan menandatanganinya.
RUU itu mencantumkan sanksi kepada pejabat China dan Hong Kong jika melanggar hak asasi manusia. RUU pro-demokrasi ini juga mewajibkan peninjauan tahunan atas status perdagangan khusus yang diberikan Washington kepada Hong Kong.
Kongres AS juga meloloskan RUU lainnya terkait Hong Kong. RUU ini akan melarang ekspor sejumlah komoditas yang digunakan Kepolisian Hong Kong dalam menangani kerusuhan, seperti gas air mata, penyemprot merica, peluru karet, meriam air, dan senjata kejut listrik. RUU ini telah diterima Trump.
Selama ini, kebijakan AS diatur dalam UU Kebijakan Amerika Serikat-Hong Kong pada 1992. UU ini memberikan Hong Kong status khusus dan terpisah dari China dalam perdagangan, transportasi, dan bidang lainnya
Di bawah UU Kebijakan Amerika Serikat-Hong Kong, Presiden AS dapat mengeluarkan perintah eksekutif yang menangguhkan unsur-unsur status khusus Hong Kong jika wilayah tersebut tidak mendapat cukup otonom dari Beijing.
Selama lima bulan terakhir, Hong Kong mengalami krisis politik yang mengganggu ketertiban sosial dan stabilitasnya sebagai pusat keuangan Asia. Berawal dari penolakan atas RUU Ekstradisi ke China, aksi unjuk rasa berubah menjadi gerakan prodemokrasi menuntut China mengurangi pengaruhnya.
Hong Kong diserahkan Inggris kepada China pada 1997. Sejak itu, Hong Kong memiliki otonomi khusus hingga 2047.
Kondisi Hong Kong
Di tengah keributan AS-China, situasi di Hong Kong akhirnya mulai tenang. Sekitar 20 pengunjuk rasa garis keras akhirnya menyerah dan keluar dari Polytechnic University, Kamis (21/11/2019). Mereka sebelumnya dikepung polisi selama berhari-hari.
Sekitar 10 pengunjuk rasa dikawal ke pos polisi luar kampus. Tiga orang ditandu dan empat orang lainnya dibawa dengan kursi roda. Sedangkan lima orang, diduga masih anak-anak, keluar bersama orangtua mereka.
Tidak diketahui berapa banyak pengunjuk rasa yang masih bertahan di dalam kampus yang telah diduduki sejak pekan lalu. Total sekitar 1.000 pengunjuk rasa telah menyerahkan diri ataupun ditahan ketika mencoba kabur.
Kepolisian Hong Kong telah menahan lebih dari 5.000 orang sejak unjuk rasa berlangsung pada awal Juni 2019.
Kepolisian Hong Kong telah menahan lebih dari 5.000 orang sejak unjuk rasa berlangsung pada awal Juni 2019. Pengunjuk rasa termuda yang ditahan berusia 12 tahun, dikutip dari South China Morning Post. (AFP/AP/REUTERS)