Menteri Luar Negeri Tuvalu Simon Kofe, Kamis (21/11/2019), mengatakan, Tuvalu yang terletak di Pasifik Selatan telah menolak tawaran dari perusahaan-perusahaan China untuk membangun pulau-pulau buatan.
Oleh
Elok Dyah Messwati
·3 menit baca
TAIPEI, KAMIS — Menteri Luar Negeri Tuvalu Simon Kofe, Kamis (21/11/2019), mengatakan, Tuvalu yang terletak di Pasifik Selatan telah menolak tawaran dari perusahaan-perusahaan China untuk membangun pulau-pulau buatan guna membantu Tuvalu mengatasi naiknya permukaan laut. Pendekatan yang dilakukan oleh perusahaan China tersebut dipandang bisa merusak pengaruh Taiwan di wilayah tersebut.
Simon Kofe, sebaliknya, secara eksplisit menyatakan dukungan untuk Taiwan dan mengatakan bahwa Tuvalu sedang bekerja guna membentuk sebuah kelompok yang menyatukan empat sekutu Taiwan yang tersisa di Pasifik. ”Hubungan diplomatik Tuvalu dan Taiwan kini makin kuat,” kata Kofe di Taipei.
”Kami percaya pada kekuatan kelompok dan kolaborasi bersama,” kata Kofe merujuk pada kelompok Kepulauan Marshall, Palau, Nauru, dan Tuvalu. ”Bersama dengan mitra kami, kami akan dapat melawan pengaruh China,” katanya.
Dukungan Tuvalu ini memberikan sedikit kelegaan bagi Presiden Taiwan Tsai Ing-wen yang berupaya terpilih kembali dalam Pemilihan Umum (Pemilu) Taiwan pada Januari 2020. Sejak Ing-wen menjabat presiden pada 2016, ada tujuh negara sekutu Taiwan memutus hubungan diplomatik mereka dengan Taipei.
Menolak
Dukungan Tuvalu tersebut mengemuka dua bulan setelah negara-negara di Kepulauan Pasifik, seperti Kiribati dan Kepulauan Solomon, beralih mendukung China. Beijing dalam beberapa bulan terakhir meningkatkan upaya untuk melepas sekutu-sekutu Taiwan.
China menganggap Taiwan adalah bagian dari wilayah China yang tak memiliki hak untuk melakukan hubungan diplomatik dengan negara-negara lain. Taiwan menegaskan bahwa Kiribati telah dibujuk oleh China dengan janji beberapa pesawat terbang, sementara Solomon ditawari dana pembangunan.
Kofe mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan China baru-baru ini mendekati komunitas lokal untuk membantu mendukung rencana pemerintah guna membangun pulau buatan senilai 400 juta dollar AS (Rp 5,6 triliun). Kofe meyakini bahwa perusahaan-perusahaan China itu tentu didukung oleh Pemerintah China.
”Itu bukan dari kami. Kami mendengar banyak informasi tentang utang, China membeli pulau-pulau kami dan mencari cara untuk membangun pangkalan militer di wilayah kami. Itu adalah hal-hal yang memprihatinkan bagi kami. Kami berharap itu menjadi pelajaran bagi negara-negara lain untuk berhati-hati dan menyadari dampak negatifnya. Ini bukan hal baik untuk saudara-saudara di Pasifik,” kata Kofe.
Langkah China untuk memperluas pengaruhnya di Pasifik telah membuat Amerika Serikat dan sekutunya khawatir, termasuk Jepang, Australia, dan Selandia Baru. Kelompok negara-negara ini telah mendominasi wilayah perairan strategis di Pasifik di mana terdapat beberapa negara tengah berkembang. Mereka pun menentang langkah-langkah China di Pasifik.
Perdana Menteri Provinsi Malaita di Solomon Daniel Suidani mengatakan bahwa AS dan sekutu regionalnya telah berjanji untuk mengembangkan pelabuhan laut dalam dan akan diundang untuk berpatroli di wilayah Solomon. Ini adalah upaya untuk melawan China yang makin meningkatkan investasi dan pengaruhnya di kawasan Pasifik. (REUTERS)