Pelancong Asia kerap jadi korban pencopet di berbagai negara. Kebiasaan membawa uang tunai menjadi penyebab utama mereka disasar.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelancong Asia kerap jadi korban pencopet di berbagai negara. Kebiasaan membawa uang tunai menjadi penyebab utama mereka disasar.
”Sebenarnya bisa membayar secara nontunai. Banyak informasi dan aplikasi untuk itu,” kata Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia pada Kementerian Luar Negeri RI Joedha Nugraha, di sela Safe Travel Fest, Kamis (28/11/2019), di Jakarta.
Safe Travel Fest digelar Kemlu untuk mengenalkan ulang aplikasi Safe Travel buatan Kemlu kepada para WNI. Aplikasi itu ditujukan kepada WNI di luar negeri atau WNI yang bepergian ke mancanegara. ”Ada 2,9 juta WNI terdata tinggal di luar negeri dan 9,7 juta (WNI) bepergian ke luar negeri,” ujarnya.
Data itu hanya untuk WNI yang melapor ke Kedutaan Besar RI (KBRI) atau Konsulat Jenderal RI (KJRI). Banyak WNI tidak pernah melapor ke KBRI dan KJRI kala di luar negeri. ”Sebagian hanya melapor jika mau memperpanjang paspor atau ada masalah. Kemlu membuat sejumlah kanal pelaporan untuk mempermudah. Safe Travel salah satunya,” tutur Joedha.
Di aplikasi itu antara lain dicantumkan informasi nilai tukar rupiah dengan mata uang setempat serta alat pembayaran nontunai yang bisa dipakai. Ada pula informasi lokasi kantor perwakilan RI, tempat wisata dan umum yang sesuai dengan kebiasaan WNI, serta tombol darurat. ”Sebagian WNI tidak mengetahui lokasi kantor perwakilan RI di luar negeri,” ucapnya.
Hal itu pernah dialami pelancong Indonesia di Australia. Karena tidak tahu kantor terdekat, WNI tersebut menempuh perjalanan berjam-jam untuk ke KBRI. Padahal, ada KJRI yang lebih dekat dari lokasi awal pelancong Indonesia tersebut.
Sementara menu tombol darurat pernah dipakai untuk menyelamatkan awak kapal yang dieksploitasi di Selat Malaka. Awak kapal itu menekan menu tombol darurat dan ditindaklanjuti KJRI di Malaysia.
Lewat Safe Travel juga, Kemlu membagikan informasi terbaru soal kondisi di negara tempat WNI berada. Selain lewat aplikasi itu, ada juga saluran informasi lain yang diberikan kepada WNI terdata.
Visa Schengen
Selain soal aplikasi Safe Travel, pameran juga membahas soal visa Schengen. Ketua Delegasi Uni Eropa untuk RI Charles-Michel Geurts menjelaskan bahwa tidak ada keharusan masuk ke negara sesuai penerbit visa. Memang, petugas imigrasi UE dapat menanyai pelancong yang tidak masuk sesuai negara penerbit visa. Pelancong diimbau tidak panik dan menjelaskan alasan memasuki UE dari negara tersebut.
Geurts juga mengklarifikasi sejumlah hal dan berbagi tips serta aturan kala berkunjung ke UE. Ia membahas soal aturan hukum yang harus dipatuhi pelancong selama di UE
Joedha mengatakan, sebagian informasi soal hukum di negara tujuan terdapat di aplikasi. ”Ada WNI yang tidak paham ketentuan hukum di negara tujuan. Misalnya, secara hukum, tidak boleh berswafoto di depan Kabah. Banyak WNI, juga warga negara lain, melakukan itu,” tuturnya.