Mantan Perdana Menteri Jepang, Yasuhiro Nakasone meninggal dalam usia 101 tahun, Jumat (29/11/2091) pagi. Ia memulai karier politik dengan menjadi anggota Partai Konservatif dalam usia 29 tahun.
Oleh
KRIS MADA
·2 menit baca
Ia memulai karier politik dengan menjadi anggota Partai Konservatif. Dalam usia 29 tahun, ia menjadi anggota DPR dari partai yang belakangan melebur menjadi Partai Demokrat Liberal (LDP) itu. Dalam pemerintahan Perdana Menteri Nobusuke Kishi, ia ditunjuk menjadi Kepala Badan Sains dan Teknologi pada 1959. Jabatan itu merupakan kursi pertamanya untuk posisi yang diangkat berdasarkan penunjukan politik.
Nakasone mulai menjadi politisi kala Jepang sedang berusaha bangkit setelah kalah pada Perang Dunia II. Sebagai pemuda, ia terlibat langsung di PD II dengan menjadi letnan di angkatan laut kekaisaran Jepang. Bahkan, adiknya tewas dalam perang itu. Kekalahan Jepang dalam PD II disikapi beragam oleh orang-orang Jepang, termasuk Nakasone.
Kegusaran atas dampak kekalahan itu ditunjukkan Nakasone selama menjadi PM Jepang periode 1982-1987. Ia berusaha mengubah konstitusi Jepang yang dibuat pasca-PD II. Konstitusi itu dibuat dengan pengawasan sekutu sebagai pemenang PD-II.
Amendemen
Amendemen yang diinginkannya antara lain soal peran militer Jepang. Dalam konstitusi itu, Jepang dilarang punya tentara. Jepang hanya boleh memiliki Pasukan Bela Diri (JSDF). Meski kini menjadi salah satu angkatan perang terkuat dan dengan persenjataan tercanggih di bumi, JSDF tidak bisa sepenuhnya menjalankan fungsi militer. JSDF antara lain tidak boleh terlibat operasi militer di luar negeri.
Tidak mudah mengamendemen konstitusi. Walakin, Nakasone tidak menyerah untuk meningkatkan kemampuan JSDF. Pada masa pemerintahannya, anggaran pertahanan Jepang melampaui 1 persen produk domestik bruto (PDB). Selama puluhan tahun, ada ketentuan tidak tertulis bahwa anggaran pertahanan Jepang dikendalikan agar tetap di bawah 1 persen PDB.
Ia juga membuat marah bangsa-bangsa Asia karena berziarah ke Kuil Yasakuni. Kuil di Tokyo itu dibuat untuk menghormati para prajurit Jepang yang tewas saat PD II. Bagi banyak bangsa Asia, para prajurit Jepang di PD II adalah pasukan penjajah dan kerap kejam.
Meski membuat marah orang di luar negeri, manuver Nakasone soal hal yang berkaitan dengan PD-II menguntungkan LDP. Setelah kalah di pemilu majelis rendah pada 1983, LDP memenangi pemilu majelis rendah dan majelis tinggi Jepang pada 1985.
Sayangnya, kemenangan ganda itu tetap belum cukup untuk mewujudkan mimpinya mengamendemen konstitusi Jepang. Sampai berhenti dari politik pada 2003 atas permintaan PM Junichiro Koizumi, mimpi besar itu tidak kunjung terwujud. (AP/REUTERS)