Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un kembali berkuda naik Gunung Paektu. Gunung itu diyakini sebagai kelahiran spiritual bangsa Korut dan—menurut ortodoksi Pyongyang—juga kelahiran Kim Jong Il, ayah Kim Jong Un.
Oleh
MH Samsul Hadi
·4 menit baca
Sudah dua kali ini dalam dua bulan terakhir, Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un unjuk berkuda naik Gunung Paektu, gunung suci dan paling tertinggi di Semenanjung Korea. Bahkan, kali ini ia tak sendirian. Ia disertai istrinya, Ri Sol Ju, dan sejumlah pembantu dekatnya. Semuanya menunggang kuda putih.
Kejadian itu dilaporkan kantor berita Korut, KCNA, Rabu (4/12/2019). Dalam foto-foto yang dirilis KCNA, terlihat pula Kim—diiringi sejumlah pejabat senior militer—berjalan mendaki gunung tersebut. Kunjungan Kim itu disiarkan setelah, Senin lalu, ia bertandang ke kota Samjiyon di kaki Gunung Paektu untuk meresmikan selesainya proyek pembangunan di kota tersebut.
Bagi Korut, Gunung Paektu memiliki simbol yang sangat penting. Gunung itu diyakini sebagai kelahiran spiritual bangsa Korut dan—menurut ortodoksi Pyongyang—juga kelahiran Kim Jong Il, ayah Kim Jong Un. Menurut catatan propaganda Korut, Kim Jong Il dilahirkan di sebuah kamp rahasia di area gunung itu, tempat bapaknya (Kim Il Sung) yang juga Bapak Pendiri Korut bertempur melawan pasukan kolonial Jepang.
Menurut sejumlah sejarawan independen dan catatan-catatan Soviet, Kim Jong Il lahir di Rusia tempat ayahnya menjalani pengasingan.
Para imperialis dan musuh melakukan upaya lebih dahsyat untuk mengacaukan posisi ideologis, revolusioner, dan kelas partai kita.
Kim Jong Un biasa mengunjungi Gunung Paektu sekali atau dua kali dalam setahun. Perjalanan ke gunung itu kadang-kadang dilihat sebagai indikator bakal ada perubahan kebijakan yang diambil Kim. Kim datang ke area itu pada November 2013, misalnya, jelang eksekusi pamannya, Jang Song-thaek. Ia juga mendaki gunung itu, Desember 2017, sebelum menghadiri pertemuan puncak dengan Presiden AS Donald Trump di Singapura, pertemuan pertama Presiden AS dan Pemimpin Korut.
Sejumlah analis menyebutkan, dengan latar belakang sejarah seperti itu, foto-foto kunjungan Kim ke Gunung Paektu dirilis untuk memperkokoh kepemimpinan dan legitimasi kekuasaannya. ”Kita harus selalu hidup dan bekerja dengan spirit ofensif Paektu,” kata Kim, seperti dikutip KCNA.
”Para imperialis dan musuh melakukan upaya lebih dahsyat untuk mengacaukan posisi ideologis, revolusioner, dan kelas partai kita,” katanya.
Kunjungan terbaru Kim ke Gunung Paektu itu berlangsung menjelang tenggat akhir tahun yang ditetapkan Kim kepada Washington agar menyodorkan proposal baru tentang diplomasi nuklir. Hingga saat ini, negosiasi nuklir AS-Korut mengalami kebuntuan.
Hari Selasa lalu, Kementerian Luar Negeri Korut melontarkan peringatan bahwa semuanya bergantung kepada AS untuk memilih bentuk ”hadiah Natal” yang diinginkan dari Korut. Artinya, seperti pernah disampaikan pejabat Korut, apakah Pyongyang mencabut moratorium atas rudal jarak jauh dan uji coba nuklir bakal tergantung pada langkah AS.
Pekan lalu, Korut menguji coba penembakan multi-rudal yang jatuh di perairan sebelah timur negeri itu. Meski berbagai manuver dilakukan Pyongyang, pengamat mengatakan, AS kemungkinan tak akan menyodorkan proposal baru yang memuaskan Korut.
Hari Selasa lalu, Trump mendesak Kim agar menepati janjinya dalam upaya denuklirisasi Korut. Sejak Korut memulai proses negosiasi nuklir tahun lalu, Trump dan Kim sudah tiga kali bertemu. ”Hubungan saya dengan Kim Jong Un benar-benar bagus, tetapi hal itu tak berarti dia tak patuh pada kesepakatan. Dia mengatakan, dia akan menghapus nuklirnya,” kata Trump di London saat menghadiri pertemuan NATO.
Kami memiliki militer terkuat yang pernah ada, dan sejauh ini kami negara paling kuat di dunia.
”Kini, kami memiliki militer terkuat yang pernah ada, dan sejauh ini kami negara paling kuat di dunia. Semoga kami tidak harus menggunakan (militer) itu. Tetapi, jika terpaksa harus menggunakannya, kami akan menggunakannya juga.”
Hari Rabu kemarin, KCNA melaporkan, Partai Pekerja— partai penguasa di Korut—bakal menggelar sidang komite sentral pada akhir Desember ini untuk membahas isu-isu krusial yang tak dirinci. Analis menyebutkan, pengumuman rencana sidang itu memberi sinyal bahwa Pyongyang serius akan membuat keputusan penting. Sidang itu biasa digelar saat Korut akan mengumumkan perubahan kebijakannya.
”Bahwa Pyongyang memilih menggelar sidang itu sebelum berakhirnya tahun ini mengindikasikan bakal ada keputusan kuat,” kata Rachel Minyoung Lee, analis pada NK News, laman yang intensif memonitor Korut. ”Dengan mengumumkan sidang partai dan kunjungan (Kim) ke Gunung Paektu secara bersamaan, ’tekad’ yang akan muncul sepertinya bahwa Korea Utara tak akan menyerah kepada AS, dan bahwa mereka akan terus menuntut meski ada kesulitan-kesulitan.”
John Delury, analis dari Universitas Yonsei, Seoul, menyebutkan, sementara rencana Kim masih belum jelas, berbagai sinyal memperlihatkan bahwa jendela diplomasi tertutup dengan cepat—jika tak dikatakan sudah tertutup.