Kolaborasi ASEAN-Norwegia Perangi Sampah Plastik di Laut
Norwegia mendanai proyek ASEANO senilai 3 juta dollar AS atau sekitar Rp 42 miliar. Selain untuk meningkatkan kapasitas komunitas lokal, ASEANO juga mendorong sektor industri untuk mengurangi penggunaan plastik.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — ASEAN berkolaborasi dengan Norwegia untuk mengatasi masalah sampah plastik laut yang kian memprihatinkan. Norwegia bahkan siap menggelontorkan anggaran sebesar 3 juta dollar AS atau sekitar Rp 42 miliar untuk kepentingan tersebut dalam proyek yang dinamakan ASEANO.
Sekretaris Jenderal ASEAN Dato Lim Jock Hoi, saat peluncuran proyek ASEANO di Jakarta, Senin (9/12/2019), menyebutkan, produksi sampah secara global mencapai 400 juta ton setiap tahun. Hal ini berarti satu orang menghasilkan sekitar 50 kilogram sampah setiap tahun.
Lebih lanjut dia mengatakan, sejumlah negara anggota ASEAN masuk dalam daftar penyumbang sampah ke laut terbesar di dunia. Dengan begitu, negara-negara itu termasuk menjadi penyumbang sampah plastik terbesar.
”Isu ini bertambah besar di ASEAN karena meningkatnya populasi, dinamika ekonomi, dan industrialisasi sehingga konsumsi plastik bertambah. Ditambah lagi, ada tantangan dalam manajemen sampah,” kata Lim.
Untuk itu, ASEAN-Norwegia menjalin kerja sama dalam proyek ASEANO. Proyek ini mendorong pembangunan kapasitas komunitas lokal di sejumlah negara ASEAN untuk mengurangi polusi plastik selama 2019-2022. Proyek yang didanai oleh Norwegia ini bernilai 3 juta dollar AS atau sekitar Rp 42 miliar.
Dikutip dari Reuters, 22 Juni 2019, organisasi lingkungan Ocean Conservancy menyebut Indonesia, Filipina, Vietnam, dan Thailand sebagai penyumbang sampah plastik terbesar ke laut bersama China. Hal ini berdasarkan data tahun 2015.
Duta Besar Norwegia untuk ASEAN Morten Høglund mengatakan, sampah plastik di laut mengancam keanekaragaman hayati di laut. Bahkan, keberadaan sampah di suatu lokasi bisa berimbas ke lokasi lain di benua lain.
”Meskipun sudah banyak upaya ASEAN untuk membersihkan sampah plastik, seperti Bangkok Declaration on Combating Marine Debris in ASEAN Region, masih ada tantangan. ASEANO akan menjadi proyek unggulan bidang lingkungan terbesar antara Norwegia dan ASEAN,” ujarnya.
Selain mendorong komunitas lokal, proyek ASEANO juga bertujuan mengurangi penggunaan plastik oleh sektor industri, mengkaji dampak polusi plastik, serta memberi edukasi. ASEANO menyertakan sejumlah instansi, seperti Norwegian Institute for Water Research (NIVA), Partnerships in Environmental Management for the Seas of East Asia (PEMSEA), dan Center for Southeast Asia Studies (CSEAS).
Lokasi penelitian sampah plastik akan dimulai di Sungai Citarum, Jawa Barat, Indonesia dan Sungai Ylang-Ylang, Cavite, Filipina. Lokasi lain yang sedang dipertimbangkan adalah Vietnam dan beberapa negara anggota ASEAN lainnya.
Direktur Riset NIVA Thorjorn Larssen menyampaikan, penelitian di lokasi sungai sangat penting karena sampah dibawa dari sungai menuju laut. ”Penelitian di Indonesia, Filipina, dan Vietnam akan menjadi transfer pengetahuan ke wilayah lain di ASEAN karena sulit untuk menciptakan satu solusi untuk semua,” ujarnya.
ASEAN penting
Høglund mengatakan, kerja sama ini menandai komitmen Norwegia untuk mempererat hubungan Norwegia dengan ASEAN. Selain sektor lingkungan, Norwegia turut bekerja sama dengan ASEAN di bidang pendidikan, perubahan iklim, hak asasi manusia, serta perdamaian dan rekonsiliasi.
”ASEAN merupakan salah satu kawasan dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia. Kami secara ekonomi sangat bergantung pada perdagangan di seluruh dunia, jadi kami mendukung perdagangan terbuka (dengan semua pihak),” ujarnya.
Høglund melanjutkan, sebagai organisasi, ASEAN mulai menapaki arena global yang menyoroti sejumlah isu vital, seperti perubahan iklim, perdagangan multilateral, dan kemanusiaan. Melihat fenomena itu, Norwegia ingin terus bekerja sama dengan ASEAN menuju tujuan yang sama.