Indonesia telah mengirimkan permintaan untuk konsultasi dengan UE pada 9 Desember 2019. Fase konsultasi berlangsung 60 hari. Jika tidak ada solusi, UE bisa meminta WTO menyiapkan panel untuk mengadili perselisihan.
Oleh
BENNY D KOESTANTO & MARIA PASCHALIA JUDITH JUSTIARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia telah melayangkan gugatan terhadap Uni Eropa (UE) melalui Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait tuduhan diskriminasi produk kelapa sawit. Langkah yang sama juga terbuka dilakukan oleh otoritas Malaysia.
Gugatan tersebut merupakan perkembangan terbaru terkait perselisihan antara Indonesia dan UE. Akhir November lalu, UE melayangkan gugatan ke WTO menyangkut pembatasan ekspor bijih besi oleh Indonesia. Pekan lalu, UE juga menghantam biodisel Indonesia dengan tarif.
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengatakan, keputusan mengajukan gugatan ke WTO diambil setelah melalui studi-studi ilmiah dan pertemuan dengan sejumlah asosiasi dan kalangan bisnis yang terlibat dalam sektor minyak sawit. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardhana menambahkan, kebijakan UE tidak hanya berdampak pada ekspor minyak sawit ke Eropa, tetapi juga merusak citra produk minyak sawit secara global.
Tindakan diskriminasi itu berupa penggolongan minyak kelapa sawit mentah (CPO) dalam kelompok tanaman yang berisiko tinggi terhadap alih fungsi lahan secara tidak langsung. Hal ini tercantum dalam dokumen Renewable Energy Directive (RED) II atau Arahan Energi Terbarukan II yang diadopsi Komisi Eropa, Maret 2019. Penggolongan ini menjadi hambatan ekspor CPO sebagai bahan bakar nabati di pasar UE.
Hal itu mengakibatkan bahan bakar nabati (biofuel) berbahan baku CPO tidak termasuk dalam target pemakaian energi terbarukan UE pada 2020-2030. Oleh sebab itu, Kementerian Perdagangan mengirimkan permintaan konsultasi secara resmi kepada UE sebagai langkah awal.
Kementerian Perdagangan melalui keterangan tertulis menyatakan, Indonesia telah mengirimkan permintaan untuk konsultasi dengan UE pada 9 Desember 2019. Fase konsultasi berlangsung 60 hari. Jika tidak ada solusi, UE kemudian bisa meminta WTO untuk menyiapkan panel untuk mengadili perselisihan.
Produk kelapa sawit dan turunannya merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan Indonesia. Menurut Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag Iman Pambagyo, Indonesia juga telah menyampaikan keberatan atas kebijakan UE tersebut di berbagai forum, misalnya Technical Barriers to Trade Committee di WTO. Dia berharap, tahap konsultasi ini dapat memberikan jalan keluar bagi kedua belah pihak.
Fase konsultasi berlangsung 60 hari. Jika tidak ada solusi, UE kemudian bisa meminta WTO untuk menyiapkan panel untuk mengadili perselisihan.
Malaysia, produsen minyak kelapa sawit terbesar kedua di dunia, juga mengancam melayangkan gugatan terhadap UE melalui WTO. Teresa Kok, menteri yang mengawasi sektor kelapa sawit Malaysia, mengatakan kepada kantor berita AFP, Senin, bahwa ia akan menuju ke Eropa pada Maret.
Dia menjelaskan, Kuala Lumpur ingin mencoba meyakinkan para pejabat Eropa untuk mengubah arah dalam kebijakan terkait sawit. ”Saya ingin memanfaatkan kesempatan perjalanan saya dan melihat apakah saya dapat menghindari pengajuan kasus di WTO,” tambah Teresa Kok.
Di tengah rencana pengajuan gugatan Indonesia melalui WTO, Indonesia sejatinya tengah berunding dengan UE terkait penyusunan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (I-EU CEPA).
”Perundingan I-EU CEPA dapat berjalan paralel dengan proses gugatan ini. Kami juga akan membahas kesepakatan terkait sawit Indonesia dalam I-EU CEPA,” kata Menteri Perdagangan Agus Suparmanto saat ditemui di Jakarta, Senin.
Menurut ekonom senior pada Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Mari Elka Pangestu, gugatan Indonesia terhadap UE di tingkat WTO terkait produk sawit merupakan langkah profesional.
”Di WTO, Indonesia dapat menggugat metode penggolongan tanaman yang berisiko tinggi terhadap alih fungsi lahan secara tak langsung yang digunakan UE,” katanya.
Menurut data yang dihimpun Kementerian Perdagangan dari Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor bahan bakar nabati (biofuel) berbahan baku CPO (fatty acid methyl ester atau FAME) Indonesia ke negara-negara UE mencapai 882 juta dollar AS pada periode Januari–September 2019. Angka ini lebih rendah 5,58 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2018. (REUTERS/SAM)