PM Johnson Tak Mau Perpanjangan Periode Transisi Brexit
Apabila Inggris dan UE gagal menyepakati masa depan hubungan mereka selama periode transisi, dan periode transisi tidak diperpanjang, hubungan perdagangan antara keduanya akan berlandaskan persyaratan WTO.
Oleh
LUKI AULIA & MH SAMSUL HADI
·4 menit baca
LONDON, RABU — Pemerintah Inggris, Selasa (17/12/2019), menegaskan akan menyiapkan undang-undang untuk memastikan bahwa periode transisi pasca-Brexit tidak akan melampaui tahun 2020. Keputusan ini menyebabkan nilai tukar mata uang poundsterling jatuh. Uni Eropa (UE) memperingatkan London agar tidak terburu-buru dalam menetapkan kesepakatan-kesepakatan perdagangan baru dengan UE.
Langkah Perdana Menteri Inggris Boris Johnson tersebut menimbulkan kekhawatiran terhadap kemungkinan proses lanjutan pasca-Brexit akan dijalankan tanpa kesepakatan. ”Pemilu pekan lalu menunjukkan rakyat memilih pemerintahan yang mampu menuntaskan masalah Brexit dan memajukan negeri ini. Itulah yang akan kita lakukan, mulai pekan ini,” sebut sumber di kantor perdana menteri Inggris, Selasa.
Sumber itu melanjutkan, di dalam manifesto Partai Konservatif telah disebutkan bahwa tidak akan ada perpanjangan implementasi periode transisi. Selain itu, juga disebutkan, UU Kesepakatan Penarikan secara hukum melarang pemerintah menyetujui perpanjangan waktu tersebut.
”Kami akan memastikan menyelesaikan semua kesepakatan tepat waktu, 10-11 bulan ke depan,” kata Michael Gove, salah satu menteri paling senior di pemerintahan Johnson, kepada BBC.
Partai Konservatif pimpinan Johnson memenangi pemilu, Kamis pekan lalu, berkat janji-janjinya akan menuntaskan keluarnya Inggris dari Uni Eropa—yang populer dengan istilah Brexit—pada 31 Januari 2020. Langkah selanjutnya yang harus dilakukan Inggris pada periode transisi adalah berunding dengan UE untuk menetapkan kesepakatan-kesepakatan perdagangan dan kemitraan keamanan baru sebagai pengganti hubungan integrasi selama 46 tahun sebelumnya.
Periode transisi itu berlangsung hingga 31 Desember 2020. Meski demikian, Inggris mempunyai opsi untuk memperpanjang periode transisi tersebut. Namun, pernyataan 10 Downing Street menegaskan penolakan Pemerintah Inggris untuk menggunakan opsi itu, dan bahkan akan menyiapkan undang-undang yang membatasi periode transisi hingga tahun 2020 saja.
Terlalu mepet
Para pemimpin UE sebelumnya mengatakan, batas waktu Desember 2020 akan terlalu mepet untuk menyelesaikan kesepakatan yang komprehensif. Partai oposisi di Inggris, Partai Buruh, juga mengkhawatirkan usulan Johnson itu bisa mengarah ke Brexit tanpa kesepakatan.
Menanggapi kepastian Inggris akan meninggalkan UE, UE akan membatasi pembicaraan masa depan hubungannya dengan Inggris. ”Melihat gelagatnya, Inggris tidak berniat untuk memperpanjang periode transisi, dan kita harus siap untuk itu,” kata Direktur Jenderal Departemen Perdagangan UE Sabine Weyand.
Weyand menambahkan, Komisi Eropa yang mengoordinasikan kebijakan perdagangan dengan negara-negara anggota UE sudah siap berunding secepat mungkin setelah Inggris meninggalkan UE, dan perundingan itu menjadi prioritas utama UE. Komisi Eropa akan membahas program kerja perundingan dengan Inggris mulai Januari hingga akhir 2020.
Kesepakatan bebas pajak dan bebas kuota harus dibarengi dengan jaminan kesetaraan pada bidang-bidang, seperti bantuan pemerintah, perpajakan, dan aturan ketenagakerjaan dan lingkungan. Inggris dan UE juga akan membahas isu-isu lain, seperti pertanian, keamanan, dan penerbangan.
”Ini semua harus dikoordinasikan sehingga kita bisa memaksimalkan pengaruh negosiasi kita,” kata Weyand.
Apabila Inggris dan UE gagal menyepakati masa depan hubungan mereka selama periode transisi, dan periode transisi tidak diperpanjang, hubungan perdagangan antara keduanya akan berlandaskan persyaratan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Jika hal ini terjadi, urusan bisnis antarkedua pihak akan makin rumit.
”Seluruh proses ini tidak akan mudah karena terkait dengan semua bidang, mulai dari perikanan sampai kerja sama keamanan dan kebijakan luar negeri,” kata Kanselir Jerman Angela Merkel.
UE berharap akan memulai perundingan perdagangan dengan Inggris pada Maret mendatang. Adapun Inggris ingin memulai perundingan itu secepatnya. Perundingan perdagangan biasanya memakan waktu bertahun-tahun.
Kesepakatan perdagangan utama tercepat yang pernah dibuat UE adalah perundingan dengan Korea Selatan. Kesepakatan itu dicapai pada tahun 2009 setelah negosiasi selama 2,5 tahun. Kesepakatan tersebut berlaku efektif setelah hampir dua tahun setelahnya.
UE bersikukuh, pihaknya tidak akan menyepakati perjanjian perdagangan dengan mitra berkekuatan ekonomi besar tanpa pesryaratan-persyaratan ketat untuk memastikan persaingan yang fair. Tuntutan UE akan difokuskan pada standar-standar lingkungan dan ketenagakerjaan, serta aturan-aturan soal bantuan pemerintah untuk memastikan Inggris tidak akan menawarkan produk-produk di pasar tunggal UE dengan harga murah.
Ketua Juru Runding Brexit di pihak UE, Michel Barnier, mengatakan, UE akan ”bekerja maksimal” untuk berusaha menyepakati kemitraan baru dengan Inggris sesuai tenggat tahun 2020, dan berupaya menghindari perpisahan ”tanpa kesepakatan”.
Bekerja 24 jam
Dalam sidang kabinet pertamanya pascapemilu pekan lalu, Selasa kemarin, Johnson bertekad untuk bekerja ”24 jam sehari, secepatnya” untuk memenuhi janji-janji pemilu partainya. Ia menyambut para menterinya untuk kembali bekerja setelah apa yang dia sebut sebagai hasil pemilu ”yang mengguncang”. ”Masih akan ada hal berkesan lain yang akan terjadi,” kata Johnson.
Bersamaan dengan kembali aktifnya sidang Majelis Rendah di parlemen, Johnson menyampaikan kepada para anggota parlemen, ”Parlemen ini tidak akan membuang-buang waktu bangsa ini dalam kebuntuan, serta perpecahan dan penundaan.”
”Kita akan menuntaskan Brexit... dan kita akan melanjutkan dengan mewujudkan prioritas-prioritas rakyat Inggris,” lanjut Johnson.
Johnson memenangi pemilu pekan lalu dengan merebut suara para pendukung di wilayah yang secara tradisional merupakan kantong-kantong kelas pekerja di Inggris utara. Selama kampanye, ia menjanjikan untuk menyelesaikan keluhan-keluhan publik terkait masalah kesehatan dan biaya pendidikan.
Mata uang poundsterling menguat setelah pemilu terkait munculnya harapan akan segera berakhirnya masa-masa kebuntuan Brexit. Akan tetapi, pada Selasa sore kemarin, poundsterling jatuh 1,7 persen terhadap mata uang dollar AS.