Perselisihan Jepang dan Korea Selatan menyebabkan pertumbuhan ekonomi kedua negara turun. Pada 2019, ekonomi Jepang diperkirakan tumbuh 0,9 persen dan Korsel hanya 2 persen.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
TOKYO, SABTU — Sejumlah media Jepang melaporkan pencabutan pembatasan ekspor satu jenis material penting ke Korea Selatan. Langkah ini menunjukkan Tokyo mulai melunak menghadapi perselisihan dengan Seoul menjelang pertemuan pemimpin kedua negara di China, pekan depan.
Surat kabar Asahi Shimbun menuliskan, Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang, Jumat (20/12/2019), telah mempermudah ekspor satu dari tiga bahan kimia yang digunakan dalam semikonduktor ke Korsel. Instansi tersebut menghapus photoresist dari pembatasan ekspor ke Seoul.
”Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang memberikan izin massal hingga tiga tahun kepada satu perusahaan untuk mengekspor photoresist kepada mitra bisnisnya di Korea Selatan. Izin ini akan segera berlaku mengingat rekam jejak kedua perusahaan baik,” bunyi laporan Asahi Shimbun, Sabtu (21/12/2019).
Pencabutan pembatasan ekspor salah satu material penting bagi industri teknologi Korsel terjadi menjelang pertemuan antara Perdana Menteri Shinzo Abe dan Presiden Korsel Moon Jae-in. Keduanya akan bertemu dalam konferensi tingkat tinggi tiga negara bersama China pada pekan depan.
Pelunakan sikap Jepang tersebut dapat mencairkan hubungan kedua negara yang bersitegang sejak 2018. Namun, Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang membantah keputusan tersebut berkaitan dengan rencana pertemuan kedua kepala negara.
Pada 2018, hubungan Tokyo dan Seoul memburuk sejak Mahkamah Agung Korsel memerintahkan perusahaan Jepang memberikan kompensasi kepada pekerja Korsel pada masa Perang Dunia II. Jepang menganggap permasalahan yang terjadi di masa lalu telah selesai dalam perjanjian pada 1965.
Pertikaian di antara kedua negara meluas ke bidang perdagangan dan keamanan. Jepang memperketat ekspor material penting bagi industri elektronik Korsel. Regulasi ini dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi Korsel.
Korsel pun mengeluarkan Jepang dari daftar jalur perdagangan cepat. Korsel juga mengancam mundur dari kerja sama berbagi intelijen di Semenanjung Korea.
Menjelang akhir tahun, perekonomian Jepang dan Korsel mulai terdampak secara negatif. Selain karena perlambatan ekonomi global, perseteruan di antara kedua negara di bidang ekonomi turut menjadi salah satu penyebab utama.
”Kami memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Korsel dari 2,2 persen menjadi 2 persen pada 2019. Proyeksi pertumbuhan pada 2020 juga turun dari 2,5 persen menjadi 2,3 persen,” ujar Gubernur Bank Korea Lee Ju-yeol.
Bank Korea memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Korsel dari 2,2 persen menjadi 2 persen pada 2019. Proyeksi pertumbuhan pada 2020 juga turun dari 2,5 persen menjadi 2,3 persen.
Angka proyeksi pada tahun ini merupakan proyeksi pertumbuhan terendah dalam satu dekade terakhir bagi Korsel yang menduduki peringkat ke-11 negara dengan perekonomian terbesar di dunia. Korsel adalah negara yang sangat bergantung pada perdagangan internasional.
Dalam pernyataan, Bank Korea mengatakan, ekspor menghadapi kelesuan yang berkelanjutan, sedangkan pertumbuhan konsumsi domestik juga melemah.
Sementara itu, Kementerian Keuangan Jepang mencatat, ekspor dan impor turun pada November 2019 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Ekspor turun 8 persen dan impor turun 16 persen. Ekspor ke Korsel, khususnya, turun hingga 17 persen.
Ekonomi Jepang diproyeksikan tumbuh melambat dari 0,9 persen menjadi 0,8 persen pada 2019.
Menurut Fitch Solutions Macro Research, boikot yang dilakukan warga Korsel terhadap produk dan jasa dari Jepang menyebabkan impor bir Jepang turun menjadi hanya 5.000 dollar AS pada September 2019. Jumlah itu turun dari 7 juta dollar AS pada periode yang sama 2018.
Dikutip dari Japan Times, Dana Moneter Internasional (IMF) menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Jepang untuk ketiga kali pada tahun ini akibat perlambatan ekonomi global. Ekonomi Jepang diproyeksikan tumbuh melambat dari 0,9 persen menjadi 0,8 persen pada 2019. (AFP/AP/REUTERS)