Kawasan Asia Pasifik memiliki posisi strategis di dunia. Setiap perubahan di kawasan ini akan berdampak pada dinamika global. Perubahan yang diinisiasi anak-anak muda di kawasan ini pun akan berdampak besar pada dunia.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·5 menit baca
Saat sejumlah peserta baru membuka mata mengawali pagi, sebuah pesan Whatsapp telah masuk ke telepon genggam mereka. Isinya mengingatkan untuk tidak melakukan livestreaming atau mengambil foto berlebihan saat acara utama hari itu berlangsung. Hari itu, Jumat (13/12/2019), menjadi salah satu hari yang dinanti oleh 200 orang dari 33 negara yang berkumpul di sebuah hotel di Kuala Lumpur, Malaysia.
Mantan orang paling menentukan di dunia akan hadir dan berbagi pengalaman dengan kami tentang bagaimana nilai-nilai dan keragaman di Asia turut membentuk pribadi dan sikap-sikapnya dalam mengambil kebijakan.
Pembicara tersebut adalah Presiden ke-44 Amerika Serikat Barack Obama yang dijadwalkan menjadi pembicara pada sesi plenary pukul 11.30 bersama saudaranya, Maya Soetoro-Ng. Sebagai peserta, kami diharapkan untuk ”hadir” dan menyimak dengan saksama apa yang disampaikan Obama serta aktif dalam tanya jawab.
Ke-200 orang yang beruntung bisa bertatap muka dengan Obama itu merupakan peserta "Obama Foundation Leaders: Asia-Pacific" yang dipilih dari sekian ribu pendaftar. Program serupa sudah dilakukan di Afrika.
"The Obama Foundation Leaders: Asia-Pacific" merupakan program pengembangan kepemimpinan dan keterlibatan komunitas selama setahun lamanya yang bertujuan untuk menginspirasi, memberdayakan, dan menghubungkan para pemimpin masa depan di kawasan Asia Pasifik.
Obama Foundation memilih 200 orang dari 33 negara di Asia Pasifik dengan berbagai latar belakang pekerjaan yang dinilai memiliki potensi menjadi pemimpin masa depan. Selama lima hari mereka mengikuti pertemuan di Kuala Lumpur, Malaysia, Selasa-Sabtu (10-14/12/2019).
Obama berbagi pengalaman dengan kami tentang bagaimana nilai-nilai dan keragaman di Asia turut membentuk pribadi dan sikap-sikapnya dalam mengambil kebijakan.
Dari 200 peserta, 18 orang berasal dari Indonesia. Kami memiliki latar belakang yang beragam, mulai dari aktivis lingkungan, pembela hak asasi manusia, jurnalis, pelopor perusahaan rintisan, pegawai di organisasi internasional, swasta, hingga pengelola zakat.
Selama lima hari di Kuala Lumpur itu, para pemimpin mengikuti program yang sangat ketat, sejak pukul 09.00 hingga pukul 21.00, setiap hari. Kegiatan yang diikuti berupa plenary dengan sejumlah narasumber kunci.
Para narasumber, termasuk mantan Presiden Obama, Ny Obama, dan Julia Roberts, berbagi nilai-nilai kepemimpinan, lokakarya pengembangan skill, pelatihan pengembangan kepemimpinan, hingga proyek pengabdian masyarakat di beberapa tempat di Kuala Lumpur.
Pertemuan intensif di Kuala lumpur itu mengawali program setahun penuh yang nantinya dilakukan secara daring.
Sejumlah tokoh dari Amerika Serikat dan Asia Pasifik turut menjadi pembicara sekaligus mentor bagi para peserta. Di antaranya Ben Rhodes, Wakil Penasihat Keamanan Nasional Presiden Obama yang juga penulis pidato Obama saat kampanye; Bernadette Meehan, mantan Asisten Khusus Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih sekaligus Chief International Officer Obama Foundation; Tony Fernandes, wirausaha yang juga Co-founder AirAsia; serta Hannah Yeoh, Wakil Menteri Perempuan, Keluarga, dan Pembangunan Masyarakat Malaysia.
Di luar itu, ada banyak mentor dan pelatih berpengalaman dari beberapa negara yang mengisi berbagai lokakarya kepemimpinan dalam sejumlah sesi.
Inspirasi
Pada kesempatan itu, Obama bercerita bagaimana dirinya menghabiskan masa kecil di Indonesia yang di tahun 1960-an masih menghadapi pergolakan politik. Ketika itu, distribusi sumber daya dan kesempatan pada umumnya di negara berkembang, seperti Indonesia, tidak adil. Kondisi sulit membuat setiap anak tidak mendapatkan hak-hak dasarnya dengan baik.
Ketika pindah ke AS, Obama muda juga terinspirasi oleh gerakan sipil di sana. Mulailah ia menjadi pemimpin gerakan sosial di AS ketika rekan-rekannya justru mencari pekerjaan mapan di Wall Street. Obama berpesan, jika memang serius memperjuangkan perubahan sosial, kita harus berkorban.
”Jangan pernah merasa bersalah karena sudah melakukan kerja sosial,” ujarnya.
Ia juga berpesan agar sebagai pemimpin ada kalanya maju di depan, tetapi karena situasi yang tidak selalu mudah, tidak ada salahnya untuk berhenti sejenak melakukan refleksi. Yang terpenting arahnya sesuai dengan cita-cita yang ingin dicapai.
Pemimpin ada kalanya maju di depan, tetapi karena situasi tak selalu mudah, tidak ada salahnya untuk berhenti sejenak melakukan refleksi. Yang terpenting arahnya sesuai dengan cita-cita yang ingin dicapai.
Satu nilai yang juga ditekankan Obama adalah kepercayaan diri dan kerendahan hati. Dengan sikap rendah hati, seorang pemimpin akan mampu memahami nilai-nilai orang lain, mengakui keunggulan orang lain, hingga bisa berkolaborasi dengan siapa pun.
Dunia saat ini menghadapi persoalan yang kompleks. Tidak ada satu negara atau pihak pun yang mampu menyelesaikannya. Oleh karena itu, kolaborasi antarpemimpin dari banyak wilayah dan bidang menjadi tumpuan harapan demi dunia yang lebih baik. Kolaborasi pemimpin muda di Asia Pasifik bisa menjadi awal yang bagus.
Menantang
Asia Pasifik menjadi rumah bagi hampir separuh populasi dunia. Secara ekonomi, di kawasan ini juga ada raksasa ekonomi dunia, China, Jepang, Korea Selatan, juga Indonesia. Secara geopolitik, kawasan ini pun menyimpan persoalan besar di Laut China Selatan dan Semenanjung Korea.
Dari sisi lingkungan, negara-negara Pasifik juga menghadapi ancaman nyata perubahan iklim. Adapun di bagian kawasan lain, deforestasi dan penggunaan energi tidak ramah lingkungan mengancam lingkungan dan kesehatan.
Obama menekankan, di bidang apa pun kita bekerja, yakinlah bahwa kita tidak sendiri. Ada banyak orang di tempat lain yang memiliki fokus dan perhatian sama. Di sinilah Obama Foundation akan memfasilitasi konektivitas para pemimpin di Asia Pasifik.
Sehari sebelumnya, bersama dengan Julia Roberts, Michelle Obama juga berbagi kisah perjalanannya ke beberapa tempat di Vietnam belum lama ini. Melalui gerakan Girls Opportunity Alliance, Obama Foundation membantu organisasi lokal yang memperjuangkan masa depan perempuan melalui pendidikan. Saat ini ada lebih dari 98 juta perempuan remaja di dunia yang tidak bersekolah. Itu artinya, banyak impian yang tidak akan terealisasi hanya karena mereka tidak sekolah.
Akan tetapi, ketika perempuan remaja memiliki kesempatan yang seharusnya mereka dapatkan, hal-hal luar biasa akan terjadi, seperti kemiskinan menurun, perekonomian tumbuh, keluarga menjadi lebih kuat, dan bayi-bayi lahir lebih sehat. Hal itu pada akhirnya akan membuat dunia menjadi lebih baik.
”Kecerdasan tidak mengenal jender. Kesempatan tidak mengenal ras. Keduanya tidak mengenal agama,” ujar Ny Obama memotivasi para pemimpin Asia Pasifik. ”Be the ’yes’ in somebody’s life,” ujarnya.
Bagi Swietenia Puspa Lestari, pendiri Divers Clean Action dari Indonesia, mengenal anak-anak muda lain di Asia Pasifik yang juga fokus di isu lingkungan membuatnya merasa tidak sendirian. Hal itu justru membuka peluang berkolaborasi membuat program lingkungan seperti yang sudah dilakukan selama ini.
Obama menyatakan keyakinannya kepada 200 peserta yang hadir bahwa mereka bisa memiliki peran untuk mewujudkan kawasan yang lebih kuat, lebih makmur, dan inklusif di tengah tantangan global yang tidak mudah dihadapi.