Situasi ketidakpastian menyelimuti atmosfer politik di Washington DC seusai dakwaan bersejarah DPR AS pada Presiden Donald Trump. Ia teah didakwa melanggar konstitusi. Walakin, tak jelas kapan ia akan disidang di Senat.
Oleh
Kris Mada
·4 menit baca
Apakah setelah sidang pemungutan suara di DPR AS, 18 Desember lalu, Presiden Donald Trump kini sudah berstatus ”dimakzulkan”? Jika mengacu pada arti makzul" di bahasa Indonesia, Trump jelas belum dimakzulkan. Ditambah ketidakpastian pasca-sidang DPR, ahli hukum- politik di AS memperdebatkan situasi politik di ”Negeri Paman Sam” saat ini.
Situasi ketidakpastian menyelimuti atmosfer politik di Washington DC setelah dakwaan bersejarah Dewan Perwakilan Rakyat AS pada Presiden Donald Trump. Ia sudah didakwa melanggar konstitusi. Walakin, tidak jelas kapan ia akan disidang di Senat.
DPR AS telah menyetujui dakwaan penyalahgunaan kewenangan dan perintangan penyelidikan oleh parlemen terhadap Trump. ”Jika DPR tidak pernah mengirim dakwaan ke Senat, tidak akan pernah ada sidang,” tulis Noah Feldman, pengajar ilmu hukum pada Universitas Harvard, dalam artikel opini di Bloomberg.
Feldman adalah salah satu dari tiga pakar hukum yang diajukan Demokrat selama penyusunan dakwaan pemakzulan terhadap Trump. Ia menyatakan hal itu setelah Ketua DPR AS Nancy Pelosi memutuskan menunda pengiriman berkas dakwaan ke Senat.
Dalam sejumlah kesempatan, Pelosi mengaku ragu bahwa Senat—53 dari 100 kursinya diduduki Republik—akan menyidangkan Trump secara adil. Keputusan itu membuat Trump frustrasi. Ia mendesak untuk segera diadili di Senat.
Pengamat politik dan mantan staf ahli Pelosi, Danny Weiss, menyebut, penundaan itu merupakan peringatan kepada Ketua Fraksi Republik di Senat Mitch McConnell dan sejumlah senator Republik lain. Secara terbuka, McConnell dan sejumlah senator Republik mengindikasikan, mereka tidak akan menjadi juri yang adil dalam persidangan terhadap Trump di Senat.
Dengan menunda menyerahkan dakwaan ke Senat, Pelosi memberi waktu kepada masyarakat untuk menilai seperti apa proses itu seharusnya.
”Dengan menunda, dia memberi waktu kepada masyarakat untuk menilai seperti apa proses itu seharusnya,” kata Weiss kepada CNN.
Feldman dan koleganya di Harvard, Laurence Tribe, setuju bahwa manuver Pelosi tidak bisa begitu saja disebut melanggar konstitusi. Tidak ada kejelasan di konstitusi ataupun tata tertib Parlemen AS tentang batas waktu penyerahan dakwaan dari DPR ke Senat. ”Terserah DPR, kapan dan bagaimana akan menyerahkan kasus ke Senat,” kata Tribe.
Tribe mengingatkan, justru Senat berpeluang melanggar konstitusi juga jika terus mendesak DPR menyerahkan dakwaan. Konstitusi AS dengan jelas menyatakan, pendakwaan adalah kewenangan DPR, sedangkan pengadilan atas dakwaan dari DPR adalah kewenangan Senat. Tidak boleh ada intervensi oleh satu lembaga terhadap lembaga lain.
Namun, Feldman juga mengingatkan bahwa Trump mempunyai dasar konstitusional untuk menyatakan tidak pernah jadi terdakwa. ”Jika DPR tidak berkomunikasi dengan Senat, sejatinya (DPR) tidak pernah mendakwa presiden. Sebab, impeachment di konstitusi bermakna DPR menyerahkan dakwaan yang disetujui kepada Senat, pendakwa DPR mengajukan tuntutan di Senat,” tuturnya.
Salah paham
Feldman mengatakan, ada kesalahan pemahaman soal impeachment. Meski dipahami banyak orang sebagai upaya menurunkan penguasa, impeachment dalam sistem tata negara AS dan banyak negara lain tidak persis bermakna seperti pemahaman tersebut. Dalam penjelasan DPR dan Senat AS, impeachment adalah mekanisme penuntutan dan pengadilan pejabat tinggi oleh parlemen. Pejabat dapat didakwa dan diadili karena pengkhianatan, kejahatan serius, dan perilaku yang tidak patut.
Hal itu bisa dibaca di Konstitusi AS Artikel 2 Bagian 4 yang menyatakan, ”The President, Vice President, and all civil officers of the United States, shall be removed from office on impeachment for and conviction of treason, bribery, or other high crimes and misdemeanors.” Para Bapak Bangsa AS sejak semula berpendapat bahwa manusia adalah tempat salah dan lupa. Karena itu, harus ada pagar dan alat kontrol berupa impeachment bagi para pejabat tinggi.
Dalam Tajuk Rencana pada 2 September 1992, harian Kompas memadankan ”impeachment” dengan ”pendakwaan”. Pemadanan ini mendekati penjelasan DPR dan Senat AS. Sementara dalam berita soal Presiden Bill Clinton pada 3 Januari 1994, harian Kompas menjelaskan impeachment sebagai dakwaan yang mengarah pada pencopotan jabatan.
Pada 2005, dalam status sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie menjelaskan impeachment sejatinya dakwaan dan lebih menitikberatkan pada proses. Proses itu tidak mesti berakhir dengan penurunan pejabat tinggi yang jadi obyek impeachment.
Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie menjelaskan impeachment sejatinya dakwaan dan lebih menitikberatkan pada proses. Proses itu tidak mesti berakhir dengan penurunan pejabat tinggi yang jadi obyek impeachment.
Di Indonesia, sejak 2001, impeachment dipadankan dengan makzul. Kata itu diserap dari bahasa Arab, ma’zul. Akar katanya adalah ’azala, yang bermakna antara lain ’mencabut’ atau ’mengasingkan’. Dalam kajian politik Arab, kata ’azala dan berbagai ragam bentukannya dimaknai antara lain ’memecat penguasa’.
Setelah diserap ke bahasa Indonesia, seperti diuraikan di laman Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata makzul diartikan ’berhenti memegang jabatan’ dan ’turun takhta’. Pemakzulan adalah proses, cara, perbuatan memakzulkan (menurunkan dari takhta; memberhentikan dari jabatan atau meletakkan jabatannya (sendiri) sebagai raja; berhenti sebagai raja).
Dalam sejarah AS, yang telah menerapkan impeachment dalam 2,5 abad terakhir, belum ada satu pun presiden yang diturunkan dalam proses tersebut. Andrew Johnson (1868) dan Bill Clinton (1998) dibebaskan Senat. Adapun Richard Nixon mundur sebelum pemungutan suara di DPR dimulai. Mengenai Trump saat ini belum diketahui ujungnya.
Media-media AS menulis, ”Trump has been impeached, but he is still president.” Kalimat itu menunjukkan, impeachment tidak serta-merta berarti lengsernya pejabat yang jadi obyek proses tersebut. Kalimat itu menunjukkan, impeachment adalah pendakwaan.
Karena itu, kini Trump berstatus terdakwa dan akan disidang di Senat. Konstitusi AS mengatur, pendakwaan dilakukan oleh DPR dan penyidangan atas dakwaan itu oleh Senat. Di Senat, Trump akan disidang untuk membuktikan, apakah dia bersalah sesuai dua dakwaan DPR atau tidak. Jika bersalah, barulah Kongres—lembaga setara MPR di Indonesia—menggelar paripurna istimewa untuk memberhentikan Trump.