Ancaman Rudal Korea Utara Meningkat, Tiga Negara Tetangga Semakin Khawatir
Sejumlah ahli meyakini, Korea Utara sedang mempersiapkan uji coba peluncuran rudal balistik antarbenua. China, Jepang, dan Korea Selatan semakin khawatir kawasan Semenanjung Korea akan semakin tidak aman.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
BEIJING, SENIN — Ancaman program nuklir dan rudal Korea Utara yang semakin meningkat menjadi perhatian China, Korea Selatan, dan Jepang. Ketiga negara ini berkomitmen untuk menjaga keamanan dan perdamaian di kawasan Semenanjung Korea.
Konfrontasi baru antara Korea Utara (Korut) dan Amerika Serikat (AS) semakin menimbulkan kekhawatiran atas masa depan negosiasi denuklirisasi Pyongyang. Sejumlah ahli meyakini, Pyongyang sedang mempersiapkan uji coba peluncuran rudal balistik antarbenua.
Dinamika di kawasan tersebut kemungkinan akan dibahas oleh Presiden China Xi Jinping, Presiden Korea Selatan (Korsel) Moon Jae-in, dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dalam pertemuan terpisah, Senin (23/12/2019). Ketiga pemimpin ini akan bertemu dengan Perdana Menteri China Li Keqiang di Chengdu dalam rangka pertemuan trilateral.
”Menjaga stabilitas dan kedamaian Semenanjung Korea serta mendorong solusi politik untuk masalah Semenanjung Korea adalah kepentingan China, Jepang, dan Korsel,” kata Wakil Menteri Luar Negeri China Luo Zhaohui dalam temu media terkait pertemuan trilateral, pekan lalu.
Menjaga stabilitas dan kedamaian Semenanjung Korea serta mendorong solusi politik untuk masalah Semenanjung Korea adalah kepentingan China, Jepang, dan Korsel.
Korut secara konsisten beberapa kali menguji coba rudal di tengah mandeknya negosiasi dengan Washington. Pyongyang, yang frustrasi karena sanksi ekonomi internasional tidak kunjung dicabut, memberikan batas waktu hingga 31 Desember 2019 bagi Washington untuk membuat konsesi.
China dan Rusia, sebagai sekutu Korut, mengusulkan draf resolusi agar Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) mencabut sejumlah sanksi ekonomi terhadap Korut pada 16 Desember 2019. Selain alasan kemanusiaan, kedua negara ini berpendapat, pencabutan sanksi dapat memuluskan kembali perundingan denuklirisasi Korut dengan AS.
Namun, tidak jelas apakah China dapat meyakinkan Korsel dan Jepang untuk mendukungnya. Seoul belum bersikap meskipun Beijing dianggap sebagai alat untuk menghidupkan kembali perundingan. Jepang, sebagai pendukung kuat sanksi atas Korut, juga belum mengomentari usulan tersebut.
Korsel dan Jepang belum bisa diprediksi akan berbeda pendapat dengan AS terkait usulan tersebut. Selama ini, Washington menunjukkan sikap yang jelas untuk tidak mencabut sanksi. Di DK PBB pun, Washington dapat melakukan veto terhadap resolusi apa pun.
”Dengan Olimpiade Tokyo 2020 yang akan datang, Korut akan menjadi masalah bagi Jepang. Namun, pembicaraan bilateral dengan Korut, misalnya, mungkin akan menjadi pendekatan yang lebih baik bagi Jepang daripada mengurangi sanksi PBB,” ujar Narushige Michishita, profesor di Institut Pascasarjana Nasional untuk Studi Kebijakan (GRIPS), Jepang.
Dengan Olimpiade Tokyo 2020 yang akan datang, Korut akan menjadi masalah bagi Jepang.
Tidak merespons
Utusan Khusus AS untuk Korut Stephen Biegun bertemu dengan dua diplomat senior China selama dua hari kunjungan ke Beijing pekan ini. Biegun melakukan pertemuan serupa di Korsel dan Jepang beberapa hari sebelumnya. Namun, Korut sejauh ini belum merespons ajakannya untuk melanjutkan dialog.
”Agak menyeramkan karena belum ada pernyataan dari pejabat tingkat tinggi dari Korut pada Minggu ini melalui kantor berita KCNA. Keheningan Pyongyang, bahkan setelah pidato Biegun di Seoul, membuat saya khawatir,” ujar Jenny Town, peneliti di pusat riset Stimson, via Twitter.
Waktu itu di Korsel, Biegun menyampaikan, AS tidak memiliki tenggat dalam bernegosiasi. Kepada pejabat Korut, ia menyatakan secara tegas, sudah saatnya kedua negara berkomitmen untuk melanjutkan negosiasi. Washington selalu bersiap dan terbuka untuk dikontak Korut.
KCNA pada Minggu (22/12/2019) melaporkan, Pemimpin Korut Kim Jong Un menggelar pertemuan dengan sejumlah pejabat senior militer. Mereka membahas upaya untuk meningkatkan kapasitas militer negara.
Pembahasan denuklirisasi Semenanjung Korea yang terakhir antara Presiden AS Donald Trump dan Kim Jong Un terjadi pada Februari 2019 di Hanoi, Vietnam. Kedua pemimpin negara tersebut kemudian bertemu di Zona Demiliterisasi Korea pada Juni 2019. Pada Desember 2019, seorang pejabat Korut menyatakan, negosiasi denuklirisasi tidak akan berlanjut. (REUTERS)