Warga menilai UU Amendemen Kewarganegaraan bersikap anti-Muslim dan melanggar prinsip sekuler dalam Konstitusi India. Islam merupakan minoritas, mencakup 14 persen dari total penduduk India.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
NEW DELHI, SENIN — Perdana Menteri India Narendra Modi berupaya menenangkan Muslim India di tengah gejolak akibat undang-undang kewarganegaraan yang baru. Jaminan keamanan ini khusus diberikan kepada warga India yang beragama Islam.
Sejak awal Desember, warga India berunjuk rasa memprotes pengesahan Undang-Undang Amendemen Kewarganegaraan yang disahkan pada 11 Desember 2019. Warga menilai, undang-undang itu bersikap anti-Muslim dan melanggar prinsip sekuler dalam Konstitusi India. Islam merupakan minoritas, yakni mencakup 14 persen dari total penduduk India.
”Undang-undang itu tidak berdampak kepada 1,3 miliar warga India. Saya yakinkan warga Muslim India bahwa undang-undang ini tidak akan mengubah apa pun. Kami tidak pernah bertanya apakah mereka pergi ke kuil atau masjid ketika mengimplementasikan kebijakan terkait kesejahteraan,” kata Modi kepada pendukung Partai Bharatiya Janata (BJP) di New Delhi, Minggu (22/12/2019).
UU Amendemen Kewarganegaraan mempermudah pemberian status kewarganegaraan India bagi korban persekusi agama di Afghanistan, Bangladesh, dan Pakistan yang mengungsi ke India sebelum 2015. Undang-undang ini tidak berlaku bagi warga Rohingya yang mengungsi akibat persekusi di Myanmar.
Setidaknya, lebih dari 20 orang meninggal dan 1.500 orang ditahan dalam aksi unjuk rasa yang berlangsung selama dua minggu terakhir. Di sebagian besar tempat, unjuk rasa diikuti warga lintas agama.
”Undang-undang ini menyerang jantung Konstitusi India, menjadikan India sebagai negara lain. Dengan demikian, begitu banyak orang dari berbagai lapisan telah bersuara menentangnya,” tulis sejarawan India, Ramachandra Guha, dalam surat kabar India, The Telegraph.
Warga belum menunjukkan keinginan untuk menghentikan aksi. Krisis ini menjadi tantangan terbesar bagi Modi sejak menjabat pada 2014. BJP berencana mengadakan lebih dari 200 konferensi pers untuk menenangkan warga.
Sejumlah kelompok Islam dan pihak oposisi khawatir undang-undang tersebut merupakan strategi Modi untuk memarjinalkan Muslim. Sebagai gantinya, ia akan membentuk India sebagai negara Hindu.
Pengesahan UU Amendemen Kewarganegaraan merupakan kebijakan kontroversi terbaru yang dilakukan Modi. Pada Agustus 2019, ia menghapus Pasal 370 Konstitusi India. Dengan demikian, warga India dapat bekerja dan menguasai tanah di Kashmir. Kashmir dan Jammu adalah wilayah yang diperebutkan oleh India dan Pakistan sejak 1940-an.
Kamp penahanan
Modi juga membantah keberadaan kamp-kamp penahanan bagi imigran. ”(Partai oposisi di Kongres) tengah menyebarkan rumor bahwa semua Muslim akan dikirim ke kamp-kamp penahanan. Tidak ada pusat penahanan. Semua cerita tentang pusat penahanan ini adalah kebohongan, kebohongan, dan kebohongan,” ujarnya, berkilah.
Terlepas dari bantahan Modi, Kementerian Dalam Negeri India pada Juni 2019 mengeluarkan Pedoman Penahanan Model 2019 kepada negara-negara bagian. Pedoman ini berisi permintaan agar negara bagian mendirikan kamp di sejumlah titik masuk utama.
Negara Bagian Assam telah memiliki enam pusat penahanan yang berisi lebih dari 1.000 imigran diduga ilegal. Assam akan mendirikan 11 kamp baru. Selain itu, Mumbai dan Bangalore akan mendirikan masing-masing dua pusat penahanan.
Menteri Dalam Negeri Amit Shah mengatakan, kebijakan tersebut bertujuan untuk menghilangkan ”penyusup” dari India.
Pemerintah India berencana untuk menerapkan Daftar Warga Nasional (NRC) secara bertahap di negara bagian lain dalam beberapa tahun ke depan. NRC adalah sebuah sistem untuk mengidentifikasi penduduk asli India.
Pada tahun ini, NRC telah diterapkan di Assam. Hasilnya, sebanyak 1,9 juta warga tidak berhasil membuktikan diri telah tinggal di daerah tersebut sebelum 1971. Mereka kini menghadapi kemungkinan kehilangan kewarganegaraan. (REUTERS)