Abe Minta Moon Bertindak untuk Selesaikan Perseteruan
Kedua negara mulai berselisih setelah Mahkamah Agung Korsel memutuskan perusahaan Jepang memberikan kompensasi kepada pekerja paksa (romusa) periode 1910-1945 pada 2019. Jepang menganggap masalah ini selesai tahun 1965.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·4 menit baca
CHENGDU, SELASA — Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe meminta Presiden Korea Selatan Moon Jae-in agar bertindak guna menyelesaikan masalah di antara kedua negara. Jepang dan Korsel berkomitmen untuk memperbaiki hubungan yang tengah memasuki level terburuk selama beberapa dekade terakhir.
Abe meminta hal itu dalam konferensi pers di sela-sela pertemuan trilateral dengan Korsel dan China di Chengdu, China, Selasa (24/12/2019). Kedua negara mulai berselisih setelah Mahkamah Agung Korsel memutuskan perusahaan Jepang memberikan kompensasi kepada pekerja paksa (romusa) periode 1910-1945 pada 2019. Jepang menganggap permasalahan yang terjadi di masa lalu telah selesai dalam perjanjian pada 1965.
”Korea Selatan harus mengambil tanggung jawab dan membuat langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah ini. Saya meminta agar Korea Selatan memulai langkah-langkah untuk memulihkan hubungan antara Jepang dan Korea Selatan menjadi negara yang sehat,” kata Abe.
Pertikaian di antara kedua negara meluas ke bidang ekonomi dan keamanan. Jepang memperketat ekspor material penting bagi industri elektronik Korsel. Regulasi ini dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi Korsel.
Korsel pun mengeluarkan Jepang dari daftar jalur perdagangan cepat dan sempat mengancam mundur dari kerja sama berbagi intelijen di Semenanjung Korea. Kerja sama keamanan merupakan elemen penting bagi kedua negara sebagai sekutu Amerika Serikat dalam menangani denuklirisasi Korea Utara.
Moon pun menyampaikan harapan untuk menyelesaikan persoalan. Ia juga memberikan selamat kepada Abe sebagai PM Jepang paling lama.
”Jepang dan Korea Selatan secara historis dan budaya adalah tetangga terdekat serta mitra penting dalam pertukaran masyarakat. Kami tidak berada dalam hubungan yang dapat memisahkan keduanya, bahkan ketika ada beberapa ketidaknyamanan untuk sementara waktu,” ujar Moon.
Keduanya berjabat tangan dan saling melempar senyum sebelum memulai pembicaraan. Abe dan Moon bertemu hingga 45 menit atau lebih lama 15 menit dari yang direncanakan. Pertemuan ini adalah pertemuan pertama di antara kedua pemimpin selama 15 bulan.
Juru bicara Moon, Ko Min-jung, mengatakan, kedua pihak sepakat untuk lebih sering bertemu meski ada perbedaan mengenai masalah sejarah dan perdagangan. Kedua kepala pemerintahan ingin menyelesaikan perdagangan melalui dialog.
Wakil Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Naoki Okada menambahkan, Abe dan Moon melakukan diskusi yang mengakui pentingnya dialog di tengah perbedaan yang substantif. Pertemuan di antara kedua kepala negara ini terjadi dalam suasana tegang, tetapi tidak ada konfrontasi yang berarti.
Pertikaian di antara kedua negara menjadi salah satu elemen yang memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Bank Korea memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Korsel dari 2,2 persen menjadi 2 persen pada tahun ini. Sedangkan Kementerian Keuangan Jepang mencatat, ekspor turun 8 persen dan impor turun 16 persen. Ekspor ke Korsel, khususnya, turun hingga 17 persen.
Bahas Korut
Di tengah pembahasan perselisihan antara Jepang dan Korea, kedua negara bersama China juga membahas mandeknya pembicaraan denuklirisasi antara Korut dan AS. Ketiga negara sepakat akan terus mempromosikan dialog untuk denuklirisasi di Semenanjung Korea dan Korut harus menahan diri dari seluruh tindakan yang bersikap provokatif.
Pembahasan mengenai Korut dilakukan di tengah ancaman Pemimpin Korut Kim Jong Un akan memberikan ”Hadiah Natal” kepada AS jika tidak membuat konsesi menjelang akhir 2019. Para pengamat dan pejabat AS percaya, hadiah yang dimaksud adalah uji coba rudal yang provokatif.
”Kami menegaskan kembali bahwa denuklirisasi semenanjung dan perdamaian abadi di Asia Timur adalah tujuan bersama ketiga negara,” kata Perdana Menteri China Li Keqiang dalam konferensi pers.
China dan Rusia, sebagai sekutu Korut, mengusulkan draf resolusi agar Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) mencabut sejumlah sanksi ekonomi terhadap Korut pada 16 Desember 2019. Selain alasan kemanusiaan, kedua negara ini berpendapat pencabutan sanksi dapat memuluskan kembali perundingan denuklirisasi Korut dengan Amerika Serikat.
”Sebagai kekuatan utama kawasan itu, China berharap untuk menunjukkan kehadiran diplomatiknya ke dunia dengan membawa para pemimpin Jepang dan Korea Selatan ke meja yang sama,” ujar profesor Universitas Osaka, Haruko Satoh, mengomentari pertemuan trilateral tersebut.
Pembahasan denuklirisasi Semenanjung Korea yang terakhir antara Presiden AS Donald Trump dan Kim Jong Un terjadi pada Februari 2019 di Hanoi, Vietnam. Namun, kedua pemimpin negara tersebut kemudian bertemu di Zona Demiliterisasi Korea pada Juni 2019. Pada Desember 2019, seorang pejabat Korut menyatakan negosiasi denuklirisasi tidak akan berlanjut. (Reuters/AFP)