Beberapa kalangan mengingatkan adanya sikap tebang pilih Barat dalam menyikapi isu minoritas Uighur di China. Sejumlah negara dinilai berusaha menunggangi isu tersebut sebagai senjata menghadapi China.
Oleh
Ayu Pratiwi /Kris Mada
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Pengamat hubungan internasional Dinna Wisnu mengatakan, isu Uighur sudah berlangsung puluhan tahun. Selama periode itu, negara-negara Barat tetap berbisnis dengan China. ”Selama ini, Barat tebang pilih dalam menanggapi pelanggaran HAM,” ujarnya ketika dihubungi, Jumat (27/12/2019).
Pemerintah Indonesia, melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, Kamis, menegaskan bahwa Indonesia tidak akan mencampuri kebijakan China dalam isu Uighur. Sejumlah negara Barat menuding China melakukan pelanggaran HAM lewat kebijakan memasukkan warga Uighur ke pusat-pusat detensi. Beijing menyatakan, mereka mendirikan pusat-pusat pelatihan dan pendidikan vokasi di Xinjiang guna mengatasi ekstremisme.
Menurut Dinna, Indonesia bisa berperan mencegah pendekatan unilateral dalam isu Uighur. Sebagai anggota Dewan Keamanan dan Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa, Indonesia bisa mendorong pendekatan multilateral.
Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi mengatakan, Indonesia telah melakukan berbagai upaya soal Uighur. Dalam pertemuan dengan Menlu China Wang Yi di Madrid, Spanyol, pekan lalu, Retno menyinggung isu itu. Sejak 2018, Kemenlu RI telah beberapa kali memanggil Duta Besar China untuk Indonesia Xiao Qian terkait isu Uighur. Kamis lalu, Mahfud juga memanggil Dubes Xiao. Dalam norma diplomatik, pemanggilan duta besar adalah salah satu cara protes keras.
Indonesia bisa mendorong pendekatan multilateral.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti menyebut Muhammadiyah sejak lama mendesak China terbuka soal Uighur. Muhammadiyah juga siap membantu mewujudkan perdamaian di Xinjiang, daerah tempat Uighur tinggal. Ia menyebut sejumlah negara berusaha menunggangi dan menjadikan isu itu sebagai senjata menghadapi China.
Jumat kemarin, massa dari sejumlah daerah berunjuk rasa di depan kantor Kedutaan Besar Republik Rakyat China di Jakarta. Mereka mendesak Pemerintah China menghentikan kebijakan represifnya terhadap warga Uighur.