Kematian Soleimani Bisa Timbulkan Pergolakan Baru di Timur Tengah
Serangan udara Amerika Serikat di Baghdad, Irak, Jumat (3/1/2019) menewaskan Mayor Jenderal Qassem Soleimani, Komandan Pasukan Quds Iran. Serangan itu berpotensi memicu konflik baru di Timur Tengah
Oleh
Pascal S Bin Saju
·3 menit baca
BAGHDAD, JUMAT — Kematian Mayor Jenderal Qassem Soleimani, Komandan Pasukan Quds Iran, akibat serangan udara Amerika Serikat di Baghdad, Irak, Jumat (3/1/2019) pagi, berpotensi menimbulkan pergolakan baru di Timur Tengah.
Para ahli memperkirakan, akan ada tindakan balasan Iran dan milisi yang didukungnya di Timur Tengah untuk melawan kepentingan Israel dan AS di kawasan.
Kematian Soleimani telah dikonfirmasi Garda Revolusi Iran. Pasukan Quds yang dipimpinnya merupakan pasukan khusus Pengawal Revolusi, yang bertanggung jawab untuk operasi ekstrateritorial (luar negeri).
Jamal Jaafar Ibrahimi alias Abu Mahdi al-Mohandis, Wakil Komandan Pasukan Milisi Populer (PMF), milisi yang didukung Iran, juga tewas dalam serangan udara itu. Kematian mereka jelas merupakan pukul besar bagi Iran dan ini bisa memicu ketegangan besar yang berdampak di Timur Tengah.
Kelompok-kelompok paramiliter Irak pada Jumat pagi mengatakan, tiga roket telah menghantam Bandara Internasional Baghdad sehingga menewaskan lima anggota paramiliter dan ”dua tamu”. Sebutan terakhir ini merujuk pada Soleimani dan Muhandis.
Garda Revolusi Iran mengatakan, Soleimani telah ”mati syahid” akibat serangan helikopter militer AS di Bandara Baghdad. Namun, tudingan itu tanpa disertai penjelasan yang rinci.
Pentagon mengatakan, militer AS telah membunuh Soleimani. Seorang pejabat AS mengatakan, hari sebelumnya, serangan udara telah menarget dua tempat yang diduga terkait Iran di Baghdad.
Sementara itu, Presiden AS Donald Trump mengunggah di akun Twiter-nya foto bendera AS tanpa disertai narasi atau penjelasan (caption).
Seorang politisi senior dan pejabat keamanan Irak mengatakan, Soleimani dan Muhandis termasuk di antara para korban tewas dalam serangan udara di Bandara Baghdad. Dua pemimpin milisi loyalis Iran juga tewas, termasuk salah satu petinggi Kataeb Hezbollah, milisi yang terlibat dalam serangan di Kedutaan Besar AS di Baghdad pekan ini.
Kataeb (Brigade) Hezbollah adalah kelompok paramiliter Syiah Irak yang merupakan sayap PMF yang didukung Iran.
Aparat Irak mengatakan, konvoi Muhandis tiba lebih dahulu di bandara untuk menyambut kedatangan tamu yang baru saja mendarat dari penerbangan entah Lebanon atau Suriah.
Serangan udara terjadi sesaat setelah Soleimani turun dari pesawat dan disambut hangat rombongan Muhandis. Mereka semua tewas seketika akibat serangan tersebut. Seorang petinggi PMF mengatakan, di antara korban tewas terdapat pejabat protokol bandara, yang diidentifikasi sebagai Mohammed Reda.
Politisi senior Irak mengatakan, mayat Soleimani diketahui dari cincin di jarinya. Baik Muhandis maupun Soleimani termasuk individu yang masuk dalam daftar yang telah mendapat sanksi AS.
Target utama
Soleimani berpengalaman memimpin sayap milisi asing Pengawal Revolusi Iran dan memiliki peran kunci dalam pertempuran di Suriah dan Irak. Ia sangat populer di dalam dan luar negeri dan diyakini memiliki potensi untuk menjadi calon pemimpin masa depan Iran.
Mayor Jenderal Soleimani juga berperan penting dalam penyebaran pengaruh Iran di Timur Tengah. Dia selamat dari beberapa upaya pembunuhan terhadapnya oleh agen-agen Barat, Israel, dan Saudi selama dua dekade terakhir.
Soleimani pernah beberapa kali dikabarkan tewas, termasuk dalam kecelakaan pesawat pada 2006 yang menewaskan pejabat militer lain di Iran barat laut. Ia pernah juga dikabarkan tewas akibat serangan 2012 di Damaskus yang menewaskan orang-orang dekat Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Rumor terakhir tentang Soleimani terjadi pada November 2015 bahwa dia tewas atau setidaknya luka parah saat memimpin pasukan loyalis Assad dalam sebuah pertempuran di Aleppo, Suriah.
Serangan di Bandara Baghdad kali ini terjadi di tengah ketegangan Iran- Amerika Serikat setelah serangan malam Tahun Baru oleh milisi yang didukung Iran di Kedutaan Besar AS di Baghdad. (AP/REUTERS/AFP)